Wednesday, June 3, 2009

Kisah Cinta-Chapter 18

Sarita memperhatikan keramaian di halaman Kastil Quadville dengan putus asa. Meja-meja tertata rapi di sepanjang ruang kosong. Para wanita dan pria bergerombol di antara meja-meja. Mereka bercanda riang sambil membawa gelas berisi anggur. Para pelayan berjalan mondar-mandir melayani para tamu yang diundang khusus untuk hari special ini.

Haruskah ia melakukan ini? Tidak bisakah ia menghindarinya? Tidak bisakah ia muncul secara normal?

Mata Sarita beralih pada Duke of Vinchard yang dengan bangga memberikan sambutan.

Sarita sadar ia tidak bisa mengubah apapun. Sejak awal ia sudah tidak mempunyai kesempatan untuk membatalkan pesta ini.

Pesta ini memang baru berlangsung hari ini namun kesibukan Quadville sudah dimulai semenjak Duke membuat keputusan.

“Akhirnya saat ini tiba,” Zielle dengan gembira mengumumkan.

Sarita melihat wanita tua itu. Ialah orang yang paling bersemangat memilihkan gaun pesta untuknya. Ia pula yang paling antusias menanti saat ini.

Sarita kembali mengarahkan perhatiannya pada halaman Kastil Quadville. Sekali lagi ia bertanya, haruskah ia muncul di bawah mata semua orang itu?

“Inilah dia cucu tercintaku, Lady Sarita Yvonne Lloyd.”

Seketika semua mata melihat ke serambi yang semester lebih tinggi dari halaman Quadville.

Sarita pun tahu ia tidak bisa.

“Cepatlah, Tuan Puteri. Duke telah memanggil Anda,” Zielle membimbingnya keluar dari balik tirai yang membatasi serambi menuju halaman dengan ruangan tempat ia harus bersembunyi hingga Duke Vinchard memanggilnya.

Sarita melangkahkan kaki ke serambi. Matanya menatap para tamu dan kakinya melangkah mantap ke arah Duke yang menatapnya dengan bangga.

Sarita bertanya-tanya apa yang ia cari dari para tamu kakeknya ini. Matanya memandang mereka tetapi ia tidak melihat mereka. Apakah ia ingin membaca bibir yang tengah berbisik-bisik itu? Apakah ia ingin mencari siapa yang paling tertarik melihatnya?

Setiap pasang mata memperhatikannya lekat-lekat seolah-olah ingin menanti ia membuat kesalahan yang memalukan.

Sayangnya Sarita akan mengecewakan para tamunya. Selama seminggu penuh Zielle melatihnya berjalan anggun menuruni tangga serambi. Selama seminggu Zielle memastikan ia berjalan tanpa cacat. Sarita telah menghafal setiap langkahnya sehingga Sarita yakin walaupun dengan menutup matapun ia bisa dengan selamat sampai di sisi Duke Vinchard.

Mulut para wanita berbisik-bisik seolah-olah ingin mencari kecacatan dalam penampilannya hari ini.

Sayangnya pula, Sarita akan mengecewakan mereka. Zielle telah memastikan ia menjadi bintang hari ini. Dalam seminggu penuh ini Zielle telah mencoba berbagai macam dandanan dan gaun. Sekarang ia sudah dari telapak kaki hingga ujung rambut tampil sempurna seperti dalam kamus Zielle. Rambutnya yang pucat telah ditata sedemikian rupa sehingga warnanya yang pucat menonjolkan perhiasan yang menghiasi kepalanya. Kulitnya yang pucat disembunyikan oleh gaun biru terang yang senada dengan matanya. Setiap lipatan gaun yang dipilih Zielle selama seminggu ini menonjolkan setiap lekukan tubuhnya.

Inilah sebabnya ia tidak pernah ingin datang ke sebuah pesta apa pun. Sarita tidak suka cara mereka menatapnya. Ia tidak suka mendengar bisik-bisik mereka. Ia tidak pernah menikmati menjadi tokoh utama topik pembicaraan! Ia tidak peduli mereka menyebutkan anak haram. Ia tidak terlalu memikirkan komentar mereka. Ia hanya membenci mereka yang suka menjelek-jelekkan Duke Norbert dan ayahnya.

Entah mengapa ia tidak bisa lepas dari mereka. Tak peduli ke manapun ia melangkah, omongan itu selalu mengekor. Tak peduli apapun statusnya, mata-mata itu terus memandangnya.Tidak ada pengecualian! Tua muda, pria wanita semua suka membuatnya menjadi tokoh utama seperti yang telah mereka lakukan selama seminggu terakhir ini.

Koran-koran telah mengupas habis sejarah hidupnya. Bagaimana ia bisa hadir di dunia ini, budaya-budaya yang pernah ia lihat, bahasa-bahasa yang ia kuasai, tempat-tempat yang pernah ia kunjungi. Tidak satupun yang mereka lewatkan.

Sering ketika membaca koran-koran itu, Sarita berpikir mengapa Duke Vinchard tidak menutup mulut mereka seperti ia melenyapkan ibunya dari muka bumi. Sebaliknya, Sarita menyadari, semakin mereka menguliti masa lalunya, semakin tinggi kebanggaan Duke. Sekarang Sarita berdoa setelah hari ini ia dapat melalui hari ini dengan tenang, jauh dari para pria yang mengincarnya.

Sarita terkejut menyadari apa yang tengah ia cari. Pada saat yang bersamaan matanya menemukan apa yang dicarinya: Pangeran Halbert!

Apa gunanya ia mencari pemuda itu? Apa gunanya ia menemukan pemuda itu? Apa ia ingin Halbert kembali melindunginya dari para pria yang tidak ia sukai?

Halbert tersenyum bahagia. Matanya bersinar-sinar pada para wanita yang berebut menjadi pasangan dansanya. Sarita segera mengalihkan pandangan mata pada Duke. Dibandingkan menemaninya, Halbert tentunya lebih tertarik menemukan teman kencan.

“Kau sangat cantik,” Duke Vinchard mengulurkan tangan menyambut Sarita, “Aku bangga padamu.”

Sarita tersenyum. Ia meletakkan tangan di siku Duke dan membiarkan Duke mengenalkannya kepada sahabat-sahabatnya.

“Ia benar-benar mirip Sharon,” kata seorang di antara mereka.

“Ia benar-benar seorang gadis muda yang mengagumkan,” kata yang lain.

“Kudengar kau pernah mengunjungi negara di sisi lain daratan ini. Apakah engkau pernah ke negara timur tengah?”

“Umurmu masih kecil namun kau sudah mengunjungi banyak negara. Benar-benar mengagumkan.”

“Kau tentu menguasai banyak bahasa.”

“Kudengar engkau menjadi wali Duke of Cookelt. Luar biasa!”

Sarita hanya tersenyum mendengar komentar mereka yang tiada hentinya itu. Komentar-komentar mereka bukanlah hal baru baginya. Mereka hanya mengulang isi koran.

Sarita ingin meninggalkan mereka. Namun sebagai tuan rumah, ia hanya dapat berdoa mereka segera melepaskannya.

Setelah kerumunan sahabat-sahabatnya, Duke Vinchard membawa Sarita kepada para bangsawan Helsnivia.

Walaupun ingin segera kabur, Sarita tetap bertahan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkannya selama Duke of Vinchard ada di sisinya.

“Nah, Sarita, sekarang temuilah para pemuda yang menarik perhatianmu.”

Sarita terperanjat ketika Duke melepaskannya.

“Sarita, aku akan menjadi pasanganmu. Aku akan menjadi pasanganmu,” Chris dengan penuh semangat mengajukan diri.

“Kau tidak akan ke mana-mana, Anak Muda,” Duke Vinchard menarik tangan Chris, “Kau akan ikut aku.”

“Lepaskan aku, tua bangka! Aku punya urusan penting.”

Tanpa mendengarkan protes Chris, Duke menarik Chris.

Akhir-akhir ini Sarita sudah terbiasa melihat pemandangan ini. Pengawasan Duke yang ketat inilah yang membuat Sarita merasa aman sekalipun mereka berada di bawah satu atap.

Begitu Sarita membalikkan badan, segerombolan pria sudah berada semeter di depannya.

“Lady Sarita, senang berkenalan dengan Anda.”

“Kenalkan saya adalah…”

“Apakah Anda bersedia bersedia menjadi pasangan dansa saya?”

“Bersediakah Anda berdansa bersama saya?”

Mereka berebutan memperkenalkan diri dan menjadi pasangan dansanya.

Sarita berharap ia dapat memahami perasaan Halbert dikerumuni wanita cantik. Sayangnya, ia bukan Halbert. Ia tidak menikmati kerumunan ini. Tanpa disadarinya, matanya melirik Halbert yang masih bercanda dengan wanita-wanita cantik di sisinya.

Sarita terkejut menyadari ia masih mengharapkan perlindungan Halbert. Bodoh! Ia benar-benar bodoh! Tidakkah ia melihat Halbert tampak begitu gembira berada di antara wanita-wanita yang memujanya?

Seorang pria melintas kerumunan itu.

Sarita tersenyum gembira. Saat ini hanya sepupunya inilah yang bisa menjauhkan pria-pria ini. “Maaf, saya sudah punya janji,” Sarita menerobos kerumunan itu.

“Gunter!” panggil Sarita.

Gunter terkejut melihat Sarita mendekatinya. “Mengapa kau ada di sini?” Gunter semakin terkejut ketika Sarita meraih tangannya dan menariknya menjauhi keramaian.

Akhirnya Gunter sadar mengapa Sarita mencarinya. Ia sudah mendengar desas-desus tentang Sarita. Ia sudah mengetahui ketidaksukaan gadis ini menjadi pusat perhatian. Sayangnya, ke mana pun Sarita berada, ia akan selalu menjadi pusat perhatian.

“Duke tidak akan suka melihatku bersamamu.”

“Saat ini Kakek lebih tertarik memperkenalkan teman-temannya pada Chris,” Sarita terus membawa Gunter menjauh.

Gunter memalingkan kepala mencari Duke of Vinchard. Seperti yang dikatakan Sarita, Duke tengah memperkenalkan sang Duke baru Cookelt kepada bangsawan-bangsawan penting Helsnivia. “Sepertinya ia sudah menganggap Chris sebagai putranya.”

“Ya,” Sarita membenarkan. “Kakek sangat menyayangi Chris. Aku bahagia Chris dapat menemukan seseorang yang ia puja.”

Gunter memperhatikan wajah tegang Sarita. “Ke mana kau akan membawaku?”

“Entahlah. Aku hanya ingin menjauhi tempat ini.”

“Besok kau akan menjadi berita utama Helsnivia,” Gunter bergurau, “Lady Sarita Yvonne Lloyd, sang tuan rumah Quadville, meninggalkan tamu-tamunya.”

“Aku tidak terlalu memusingkannya,” Sarita mengaku.

Tentu saja Gunter tahu. Sarita tidak pernah memusingkan gosip-gosip tentangnya. Sarita hanya tidak menyukai cara semua pria memperlakukannya.

Gunter tidak menyalahkan Sarita. Sejak umur enam tahun Sarita telah dicap sebagai anak haram Duke of Cookelt. Sejak masih anak-anak, gadis cantik ini telah dipandang sebagai wanita rendahan seperti ibunya. Bertahun-tahun para pria memperlakukannya sebagai wanita murahan yang bersedia melakukan apa saja demi uang dan kedudukan.

“Sarita,” Gunter berhenti dan menatap lembut pada gadis muda itu, “Tidak semua pria seburuk yang kau pikirkan.”

“Aku mengerti hal itu, namun…,” Sarita mendesah, “Tidak mudah membuat hatiku menerimanya.” Matanya menatap langit biru. “Sering aku berpikir mengapa hati dan otak manusia tidak bisa berjalan beriringan.”

“Kau hanya membuat semuanya menjadi rumit.”

“Mungkin…,” Sarita mengakui. “Tampaknya tidak mudah mencari seorang pria seperti Papa.”

Gunter menyadari para pria di sekitar Sarita memperkuat pandangan gadis ini. Almarhum Duke Norbert bukanlah seorang pria setia. Chris, yang masih muda itu suka bermain wanita. Dan Halbert, sang Pangeran yang telah memberinya perlindungan adalah seorang playboy kelas atas. Hanya Ithnan Elwood satu-satunya pria setia yang Sarita kenal. Hanya Ithnan Elwood yang tetap mencintai satu wanita sampai akhir hayatnya.

Gunter melihat puluhan pasang mata yang cemburu menatap tajam padanya.

“Ini bukan ide yang baik.”

Sarita melihat Gunter dengan bingung.

“Aku khawatir aku tidak dapat menjaga nyawaku yang berharga ini bila aku terus bersamamu.” Gunter memutar badan Sarita.

“Apa maksudmu?” Sarita menoleh pada pria itu.

“Pangeranmu sudah datang menjemput,” Gunter mendorong Sarita.

Sarita yang tidak siap langsung terhuyung.

“Sarita!” Halbert menangkap Sarita.

Sarita terperanjat. Dadanya berdebar keras. Ia masih kaget oleh tindakan tiba-tiba Gunter. Sedetik lalu ia merasa tubuhnya seperti ditarik bumi.

Halbert memelototi Gunter dengan tidak senang.

“Jaga dia baik-baik, Yang Mulia,” Gunter tersenyum penuh arti. “Jangan biarkan pria lain mendekatinya.”

Halbert tidak menyukai pria ini. Ia tidak menyukainya ketika mereka bertemu di pesta Viscount Padilla. Sekarang pun ia tidak menyukainya. Hanya karena ia adalah penerus Duke Vinchard, ia pikir ia bisa menguasai Sarita. Hanya karena Sarita memilihnya, ia pikir Sarita adalah miliknya.

Halbert tidak suka melihat Gunter mendekati Sarita! Ia tidak suka pria-pria yang mendekati Sarita! Ia sudah serasa terbakar emosi melihat gerombolan pria yang mendekati Sarita. Ia benar-benar kehilangan kendali ketika Gunter membawa Sarita ke tempat sepi.

Sejak Duke mengumumkan pesta ini, ia sudah memutuskan tidak akan menyerahkan Sarita pada siapa pun. Ia tidak akan membiarkan pria lain menjadi pasangan dansa Sarita. Dia adalah pasangan dansa pertama Sarita dan yang terakhir!

Sejak ia tiba, gerombolan wanita terus mengekor. Wanita-wanita yang merepotkan itu telah menyulitkannya. Celoteh mereka yang tiada henti telah membuat pria-pria lain mempunyai kesempatan untuk mendekati Sarita! Andai bukan karena sopan santun, Halbert pasti telah meninggalkan mereka untuk memastikan tidak seorang pria pun mendekati Sarita.

Gunter terus menjauh dengan senyum lebar di wajah tampannya.

“Kau baik-baik saja, Sarita?” Halbert bertanya cemas pada gadis di tangannya, “Apakah kau terluka?” Ia tidak akan melepaskan Gunter kalau Sarita sampai terluka.

“Saya baik-baik saja,” jawab Sarita sambil tersenyum manis, “Terima kasih, Yang Mulia.”

Halbert dapat merasakan penolakan gadis itu. “Kau hanya punya satu pilihan kalau kau ingin menjauhi mereka,” Halbert memperingati. Hanya saat inilah ia mensyukuri ketidaksukaan Sarita pada para bangsawan mata keranjang… sepertinya.

Sarita pun menyadari kebenaran dalam kata-kata itu. Lebih mudah menghadapi satu penggoda wanita yang telah ia kenal daripada puluhan pria yang tidak ia kenal.

Halbert membuka sikunya untuk Sarita.

Sebuah bunga kebahagiaan bersemi dalam hati Sarita ketika ia meletakkan tangan di siku Halbert.

Wanita-wanita memasang mata iri pada Sarita. Halbert langsung mengabaikan mereka ketika Sarita muncul. Halbert langsung meninggalkan mereka ketika Sarita berjalan bersama seorang pria.

Tatapan mereka menyadarkan Sarita akan posisinya. Bunga kebahagiaan di hatinya layu bersamanya. Ia hanyalah satu di antara wanita-wanita Halbert.

Ia tidak akan pernah menempati tempat spesial di hati Halbert. Ia tidak akan menjadi wanita terpenting dalam hidup Halbert. Ia tidak akan pernah mendapatkan hati Halbert.

Halbert adalah seorang petualang. Sama seperti ayahnya, Halbert tidak akan pernah terpuaskan. Mereka adalah petualang sejati dan seorang petualang sejati tidak pernah berhenti berpetualang.

Tidak hanya Sarita yang memperhatikan orang-orang di sekitar mereka. Halbert juga tengah mengawasi mereka. Hanya saja ia bukan wanita-wanita cantik itu yang ia perhatikan. Ia tengah menatap tajam pria-pria yang tidak melepaskan mata dari Sarita.

Ia mempunyai alasan yang sama dengan Sarita untuk tidak menyukai pesta yang diadakan Duke of Vinchard ini. Halbert tidak suka Sarita menjadi pusat perhatian. Ia tidak suka pria-pria lain memperhatikan Sarita!

Halbert membawa Sarita ke keramaian para tamu. Ia tidak akan menyembunyikan Sarita ke tempat sepi. Ia akan menunjukkan pada setiap orang milik siapakah Sarita. Halbert tidak akan membuang kesempatan untuk melenyapkan kesempatan tiap pria.

“Sarita,” seseorang memanggil, “Pada akhirnya engkau bersama Pangeran.”

“Sudah kukatakan, Sarita pasti akan bersama Pangeran lagi,” komentar Chris tidak senang.

Sarita terperanjat. Duke Vinchard mengharapkan ia bisa mengenal pria lain namun ia terus menempel pada Pangeran, jenis pria yang tidak disukai Duke. Sarita menarik tangannya dari apitan Halbert.

Sebagai gantinya, Halbert meletakkan tangan di pinggang Sarita dan menariknya merapat.

Seketika Sarita sadar ia telah membuat kesalahan.

“Selamat siang, Duke,” sapa Halbert, “Saya berharap Anda tidak keberatan saya menemani cucu Anda sepanjang hari ini.”

Duke memperhatikan Halbert menarik Sarita merapat ke sisinya. Ia melihat sinar mata Halbert yang mempertegas kepemilikannya atas Sarita.

Duke tersenyum dan berkata, “Tidak. Saya tidak keberatan. Sama sekali tidak” Lalu ia berkata, “Tolong jaga Sarita, Yang Mulia.”

Sarita terperanjat.

“APA!?” protes Chris, “Bagaimana kau bisa menyerahkan Sarita pada pria mata keranjang ini!? Dia hanya mempermainkan Sarita. Aku lebih pantas untuk Sarita.”

Sarita juga sadar Halbert tidak serius. Ia yakin Duke Vinchard juga tahu. Pasti karena Halbert adalah seorang Pangeran maka Duke tidak mencegah. Andai Halbert hanya seorang bangsawan biasa, Duke pasti melakukan segala cara untuk mencegah Halbert mendekatinya. Pasti!

“Ikut aku, Chris. Aku akan mengenalkanmu pada temanku.” Duke mengabaikan protes itu.

“Tunggu! Apa kau tidak mendengarku, tua bangka!? Tunggu aku!” Chris bergegas mengikuti Duke.

Sarita tertawa geli melihat mereka. Akhir-akhir ini memperhatikan kedua pria itu adalah hobinya. Entah mengapa setiap melihat mereka, sebuah kehangatan muncul di dadanya.

“Aku benar-benar tidak menduga mereka bisa cocok seperti ini,” entah untuk keberapa kalinya Sarita berkomentar.

“Benar,” Halbert tidak suka mendengarnya. Ia tidak pernah suka ketika Sarita membicarakan pria lain. Tangannya beralih mengambil tangan Sarita dan menggenggamnya erat-erat.

Ketika melihat Halbert cemburu seperti ini, Sarita berharap kecemburuan itu dikarenakan cinta. Sayangnya, ketika Halbert menariknya mendekat, Sarita hanya merasakan harga diri.

Setiap pasang mata terus mengikuti Halbert yang membawa Sarita berkeliling sambil menyatakan kepemilikkannya atas Sarita. Di antara mata-mata yang penuh ingin tahu itu, hanya satu pasang mata yang dipenuhi amarah.

“Berani-beraninya anak itu mendekati Sarita di depan mataku!” Ratu Kathleen tidak henti-hentinya menggerutu, “Lihat saja. Aku pasti akan memisahkan mereka. Aku akan melakukan segala cara untuk mencegahnya mendekati Sarita.”

Raja Marshall hanya mendesah. “Sikapmu akhir-akhir ini sudah melewati batas.”

“Aku harus melakukan segala cara!” Ratu Kathleen bersikeras, “Aku tidak bisa berdiam diri melihat anak itu menyentuh Sarita!”

“Halbert tidak akan senang.”

“Aku tidak peduli! Selama ia menjauhi Sarita, aku tidak peduli.”

“Sikapmu itu hanya membuat orang-orang salah sangka. Aku khawatir Sarita sendiri berpikir kau membencinya.”

“Omong kosong!” sergah Ratu, “Sarita pasti tahu aku tidak bisa membencinya.”

Raja Marshall tidak berkomentar lebih jauh. Sejak Duke of Vinchard mengumumkan pesta ini, ia sudah tahu putranya akan berbuat seperti ini dan istrinya akan terus mengawasi mereka.

“Anak itu…,” tangan Ratu terkepal, “Berani-beraninya dia memeluk Sarita seperti itu. Marshall, cepat lakukan sesuatu!”

Raja Marshall melihat Halbert mengajak Sarita berdansa. Ia yakin saat ini tidak ada yang dapat membuat Halbert menjauhi Sarita. Raja tidak pernah melihat putranya seperti ini. Ia tidak pernah melihat Halbert begitu berlebihan dalam memperlakukan pasangannya. Ia yakin Halbert tidak ingin membiarkan seorang pun merebut Sarita darinya.

“Apa yang dilakukan anak itu!? Mengapa ia membiarkan Sarita seorang diri!? Apa dia tidak takut orang lain mendekati Sarita!?”

Raja melihat Halbert meninggalkan Sarita yang duduk di pinggir kolam ikan.

“Aku tidak bisa membiarkan ini!” Ratu memutuskan.

“Kathleen!” Raja terlambat mencegah Ratu mendekati Sarita.

Raja menyerah. Ia tidak tahu di mana istrinya menempatkan posisinya. Di suatu saat Kathleen memisahkan Halbert dari Sarita dan di saat lain ia memerintahkan Halbert menemani Sarita. Satu yang tidak diragukannya: cinta Kathleen pada Sarita.

“Ke mana anak bodoh itu pergi?”

Sarita terperanjat.

Wajah Ratu menampakkan jelas perasaannya. Ia seperti siap melumat Sarita.

Sarita memaklumi wajah yang tidak sedap dipandang itu.

“Kau benar-benar mempesona,” Ratu duduk di sisi Sarita. “Tidak heran setiap pria di tempat ini tidak dapat melepas mata darimu. Bahkan Halbert pun tidak sanggup meninggalkanmu.”

“Maafkan saya, Yang Mulia,” Sarita sama sekali lupa ketidaksukaan Ratu Kathleen padanya, “Saya berjanji tidak akan mendekati Pangeran lagi.”

“Khawatirnya engkau tidak dapat,” Ratu Kathleen mendesah, “Kulihat dari waktu ke waktu Halbert semakin tertarik padamu.” Dan Ratu tertawa lepas. “Tak diragukan lagi kau memang putri Sharon.”

Sarita terperangah. Bermimpi pun ia tidak pernah menduga ia akan melihat Ratu yang anggun ini akan tertawa lepas seperti ini. Tanpa ia sadari, ia menggumam,“Saya pikir Anda membenci saya.”

“Membencimu!?” Ratu Marshall terperanjat, “Bagaimana mungkin!? Engkau adalah putri sahabat baikku!”

“Mama?” Sarita terperanjat, “Anda mengenal Mama.”

“Tidak hanya mengenalnya. Ia sudah seperti saudara bagiku.” Untuk pertama kalinya, Ratu Marshall tersenyum lembut pada Sarita!

Sarita tidak pernah membayangkannya!

“Apakah tidak ada yang memberitahumu?” Ratu Marshall heran.

Sarita menggeleng.

“Kukira engkau sudah tahu.”

“Zielle tidak memberitahu saya.”

“Ia pasti melewatkannya,” komentar Ratu Sharon. “Namun…,” Ratu geram, “Ithnan tidak pernah mengungkit Sharon bisa dimengerti. Bahkan Norbert juga tidak pernah memberitahumu tentang Sharon!??”

Sarita semakin heran. “Anda juga mengenal Norbert?”

“Bagaimana mungkin aku tidak mengenal orang yang telah memperkenalkan Sharon pada cinta sejatinya?” tanya Ratu, “Pada pria yang telah menghancurkan hidup Sharon.”

Dari suaranya, Sarita dapat menangkap kebencian Ratu pada Duke Norbert dan ayahnya. “Apakah… Anda membenci Papa?” Sarita bertanya hati-hati.

“Ya,” dengan mantap Ratu Kathleen menjawab, “Dia telah menghancurkan hidup Sharon. Namun…,” tangan Ratu merangkum wajah Sarita dan dengan matanya yang lembut ia berkata, “Ia juga telah memberikan kebahagiaan pada Sharon. Dan ia juga memberi Sharon putri yang sangat manis.”

“Paduka Ratu…”

“Selama bertahun-tahun ini kau pasti melalui masa yang sulit.”

“Tidak, Yang Mulia. Papa telah menjaga saya dengan baik. Duke Norbert juga menyayangi saya.”

“Aku telah mendengarnya. Namun aku sama sekali tidak pernah menduga anak haram Duke of Cookelt yang terkenal itu adalah kau.”

Rasa bersalah meliputi Sarita. “Duchess Belle tidak menyukai saya.”

“Aku juga telah mendengarnya. Wanita itu yang pernah mengirim orang membunuhmu itu pasti terbaring kaku di ranjang sekarang. Ia pasti tidak pernah menyangka anak haram yang dibencinya adalah keturunan Duke of Vinchard yang terhormat dan bukan putri kandung Norbert. Earl of Mongar juga pasti kehabisan kata-kata.”

“Yang Mulia…,” bahkan koran-koran tidak mengetahui pembunuh kiriman Duchess Belle juga tentang Earl of Mongar. “Mengapa Anda bisa mengetahui banyak hal tentang saya?”

“Aku menyuruh Savanah melayanimu bukan hanya untuk mengawasimu namun juga untuk mengenalmu lebih dalam.”

Pantas saja Savanah suka mengorek masa lalunya. Pantas saja Savanah selalu tertarik mendengar cerita masa lalunya.

Ratu tersenyum penuh kasih sayang. “Bila kau mempunyai kesulitan atau membutuhkan seseorang untuk berbicara, kau bisa menemuiku.”

Sarita menatap lekat-lekat Ratu.

“Kau tidak mempercayaiku juga tidak bisa disalahkan. Siapa suruh aku tidak pernah menghiraukanmu.”

“Ti-tidak. Saya… saya…,” Ratu menggenggam tangan Sarita.

“Aku ingin kau tahu aku sudah mencintaimu sejak melihatmu. Engkau begitu mirip dengan ibumu hingga aku sering salah mengenal. Berulang kali aku ingin berbicara denganmu. Berulang kali aku ingin memelukmu.” Dan Ratu melakukan kata-katanya.

Sarita terpaku. Sebuah perasaan yang tidak pernah ia rasakan menghangatkan tubuhnya.

“Engkau bisa menganggapku sebagai ibu bila kau mau.” Lagi-lagi Ratu memandangnya penuh kasih sayang.

“Ibu…,” gumam Sarita. Inikah perasaan dipeluk seorang ibu?

“Nah, Sarita. Selamat menikmati pestamu.” Ratu melepaskan Sarita dan menjauhi gadis yang masih mematung itu.

“Apa yang dibicarakan Mama denganmu?”

Suara tegas itu membuat Sarita terperanjat.

“Apa yang dibicarakan Mama?” suara Halbert menuntut jawaban.

“Ti-tidak ada,” jawab Sarita. Bagaimana mungkin ia akan memberitahu Halbert isi pembicarannya dengan sang Ratu, “Beliau tidak membicarakan apapun dengan saya.”

Halbert memperhatikan Sarita dengan tajam. Ia tidak percaya ibunya mendekati Sarita hanya untuk berbasa-basi. “Katakan padaku kalau ia mengatakan sesuatu yang membuatmu tidak senang,” Halbert memutuskan untuk melepaskan Sarita lalu ia menyodorkan gelas minuman, “Ini minumanmu.”

“Terima kasih,” tanpa ragu-ragu Sarita menghabiskan minumannya.

Halbert terperangah.

“Pangeran,” tanya Sarita kemudian, “Minuman apa ini? Minuman ini sangat sedap.”

“Itu hanya anggur merah.”

Sarita merasa tubuhnya panas seperti terbakar dan kepalanya pening. Pandangan matanya mengabur dan ia merasa tenaganya hilang.

“Kau baik-baik saja?” Halbert mulai khawatir melihat Sarita. “Sarita,” ia mengulurkan tangan.

Sarita jatuh ke tangan Halbert.

“SARITA!” Gelas di tangan Sarita jatuh dan hancur berkeping-keping.

Sarita merasakan mual di perutnya. Pening di kepalanya sama sekali tidak membantunya merasa lebih baik.

Tiba-tiba seseorang menciumnya. Sebelum Sarita menyadari apa yang terjadi sebuah cairan mengalir dari mulut pria itu ke dalam tenggorokannya.

“Minum!” perintah Halbert.

Sarita tidak menyukai rasa minuman itu.

“Habiskan!” sekarang Halbert menyodorkan gelas ke mulutnya.

Sarita menuruti perintah itu.

“Kau benar-benar merepotkan,” Halbert memeluknya erat-erat. “Kau membuatku kaget. Kupikir aku sudah meracunimu. Mengapa tidak kau katakan kalau kau tidak bisa minum minuman keras!?”

Sepasang mata yang cemas itu membuat Sarita merasa bersalah.

“Berbaringlah. Kau membutuhkan istirahat,” Halbert kembali membaringkan Sarita di atas pahanya.

Sarita melihat rimbunan hijau daun pohon. Matanya terpaku pada sinar matahari yang berusaha menerobos ketebalan dedaunan.

Pikiran Sarita mulai berputar. Ia ingat ia duduk di pinggir kolam ikan. Kemudian Ratu Kathleen mendekatinya dan Halbert memberinya minuman yang membuat tubuhnya serasa terbakar. Sekarang… Sarita bingung mengapa ia bisa berada di bawah pohon. Ia tidak ingat ada pohon di sekitar kolam ikan. Dan mengapa…

Sarita berdiri.

“Apa yang kaulakukan!?” Halbert terperanjat. “Berbaringlah!” Halbert menahan Sarita.

Wajah Sarita merah padam. Mengapa ia bisa berbaring di atas rumput dengan kepalanya di paha Pangeran Halbert!?

“Apa kau pusing lagi!?” Halbert menundukkan kepala menatap Sarita dengan cemas. Tangannya memegang dahi Sarita. “Mana yang sakit?” ia memijit lembut kening Sarita. “Apa kau sudah merasa lebih baik?”

“Saya tidak apa-apa,” Sarita menepis tangan Halbert.
Mengapa gadis ini selalu begini? Mengapa gadis ini tidak pernah menerimanya? Bahkan di saat ia ingin memperhatikannya?

Sarita memaksakan dirinya untuk duduk. Seketika ia sadar mereka masih berada di halaman Quadville tempat pesta diselenggarakan.

“Kau sudah merasa lebih baik, Sarita?”

Duke of Vinchard mendekat dengan cemas.

“K-kakek!” Sarita terperanjat. Seketika ia sadar ia pasti telah membuat keributan. “Maafkan aku, kakek. Aku pasti telah mempermalukan kakek.” Bahkan Zielle pasti memarahinya malam ini.

Duke Vinchard hanya tertawa. “Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Pangeran telah mengatasinya dengan baik. Sebelum banyak orang mengetahui, ia telah membawamu ke tempat yang sepi ini.”

“Terima kasih, Pangeran,” Sarita tersipu-sipu.

“Sekarang aku mengerti mengapa wajahmu selalu memerah tiap kali sesudah kau menghabiskan makan malammu,” gumam Duke Vinchard, “Aku akan memerintahkan koki menyiapkan menu yang tidak mengandung anggur untukmu.”

“Sarita, kau sudah sadar?” Chris gembira, “Zielle membuat minuman khusus untukmu. Katanya kau akan merasa lebih baik setelah menghabiskannya.” Chris mengulurkan segelas minuman pada Sarita.

“Terima kasih,” Sarita mengulurkan tangan.

Halbert mencengkeram tangan Sarita.

Sarita terperanjat.

“Berikan padaku,” Halbert merampas gelas itu dari tangan Chris.

Chris marah.

“Ikut aku,” Duke Vinchard menarik Chris sebelum pemuda itu melepaskan amarahnya. “Aku harus segera menyuruh koki menyiapkan makanan khusus untuk Sarita.”

Kali ini Halbert tidak sedang bermain wanita. Ia benar-benar jatuh cinta pada Sarita. Sikapnya yang penuh perlindungan itu sudah merupakan bukti yang cukup. Duke Vinchard tidak pernah melihat sang Pangeran yang suka bermain wanita itu bisa menjadi seorang pencemburu seperti ini.

“Kau masih tidak percaya padaku, Kathleen?” tanya Raja. “Kali ini Halbert serius. Ia tidak sedang bermain-main.”

Ratu Kathleen kesal. Ia tidak punya pilihan lain selain mengakui kenyataan itu.

Ketika melihat kepanikan Halbert ketika Sarita tiba-tiba pingsan, ia sadar putranya tidak panik karena ia adalah seorang Pangeran namun karena ia mencemaskan Sarita. Sikapnya yang penuh perlindungan itu tidak pernah diberikannya pada wanita kencannya yang lain. Yang terutama, ia tidak pernah melihat Halbert, sang penggoda wanita, bisa menjadi seorang pencemburu. Tidak sekalipun ia membayangkan Halbert bisa begitu murka hanya karena seorang pria mendekati pasangannya. Ia tidak pernah mengharapkan Halbert bisa memandang tiap pria dengan mata yang berkata, ‘Gadis ini adalah milikku. Jangan berharap seorangpun dari kalian bisa mendekatinya!’

“Dia memang putri Sharon,” Ratu Kathleen tersenyum bangga. “Tidak. Ia lebih mengagumkan dari Sharon. Ia melampaui Sharon! Ia tidak hanya membuat para pria patah hati tapi juga para wanita.”

Ratu Kathleen tertawa bangga.

“Siapa sebenarnya anakmu?” Raja Marshall menyerah.

No comments:

Post a Comment