Tuesday, June 2, 2009

Kisah Cinta-Chapter 17

“Chris berada di Quadville!?” suara Halbert melengking tinggi. “Mengapa itu bisa terjadi? Mengapa Duke Vinchard membiarkannya di sana!?” ia langsung meletakkan peralatan makannya dan menyerbu keluar.

“Mau ke mana kau!?” Ratu Kathleen berseru. “Kau tidak akan ke mana-mana hari ini!”

Namun Halbert sudah menghilang dari pandangan.

“Anak itu,” geram Ratu, “Aku akan mengurungnya. Lihat saja!”

“Sudahlah, Kathleen,” Raja Marshall berusaha meredakan amarah istrinya, “Kau tidak perlu mengkhawatirkan Halbert. Ia tidak akan.”

“Apa yang kautahu!?” bentak Ratu, “Apa kaupikir ia akan melepaskan tangannya dari Sarita!? Aku akan mencincangnya kalau ia sampai berani mendekati Sarita. Lihat saja. Aku pasti akan membunuhnya!”

Raja Marshall mendesah panjang. Istrinya lepas kendali bila menyangkut Sarita.

“Apa yang kau keluhkan!?” Ratu langsung memeloti Raja, “Apa kau tidak bisa melakukan sesuatu selain mengeluh!?”

Raja tidak tahu apa yang bisa ia lakukan. Saat ini ia hanya tahu ia tidak bisa melakukan apa pun untuk menghentikan putranya mendekati Sarita.

Ketika Halbert pulang bersama Sarita, ia melihat seorang pemuda yang ingin membantu seorang gadis muda yang kesepian. Sekarang ia melihat seorang pemuda yang tergila-gila pada Sarita.

Tidak diragukan Sarita adalah putri Sharon Elwood, gadis yang telah mematahkan hati banyak pria dan menggemparkan Helsnivia.


-----0-----



“Apa hanya itu yang kau miliki, anak muda!?” bentak Duke Ephraim.

“Sial,” geram Chris.

Duke tertawa melihat Chris kelelahan. “Kau masih terlalu muda seratus tahun untuk dapat mengalahkanku.”

Chris marah dibuatnya. “Aku tidak akan kalah dari orang tua sepertimu!” ia menerjang.

Lagi-lagi dengan mudahnya Duke menghindari serangan Chris.

“Benar-benar tidak kusangka,” komentar Gunter.

Sarita tersenyum. Ia pun tidak menyangka kedua orang itu akan dengan cepat menjadi akrab seperti ini. Kemarin siang Duke Ephraim tidak melewatkan sedetik pun untuk menceramahi Chris. Chris yang dimanja oleh almarhum Duke Norbert tidak terima perlakuan itu. Ia terus memberontak namun Duke Ephraim bukanlah lawannya. Duke Ephraim masih menceramahi Chris ketika Sarita memutuskan untuk tidur.

Sarita menduga Chris telah memanfaatkan malam yang sepi untuk kabur. Karena itu pagi ini Sarita benar-benar terkejut melihat kemunculan Chris di Ruang Makan.

Chris ingin melangsungkan serangannya kepada Sarita namun mata tajam Duke Ephraim terus mengawasinya sehingga ia tidak mempunyai kesempatan untuk mengusik Sarita.

Di bawah mata awas Duke, Chris mengerjakan apa yang sudah menjadi tugasnya sebagai Duke of Cookelt. Di bawah pengawasan Duke Ephraim pula Chris belajar tata karma yang sesuai untuk seorang Duke. Dan di bawah kekerasan watak Duke, Chris terperangkap dalam pelajaran yang lebih ketat dari yang pernah ia terima di Trottanilla.

Sarita sempat heran melihat Chris yang tiba-tiba berubah menjadi penurut. Sarita tahu bukan kekerasan kakeknya yang membuat Chris tidak bisa memberontak. Sesuatu dalam diri kakeknya, yang tidak pernah dilihatnya dari almarhum Duke Norbert maupun guru-guru privatnyalah yang membuatnya bertahan dalam pelajaran yang ketat ini.

Sarita baru menyadari apa yang membuat Chris tertarik pada Duke ketika mereka mulai bermain pedang. Duke Ephraim memang orang yang keras. Ia tidak suka melihat anak muda yang lembek namun ia juga mencintai anak muda. Melihat Chris yang sudah bosan oleh pekerjaan yang tidak biasa ia lakukan, Duke Ephraim memutuskan untuk melatih permainan pedang Chris. Saat itulah Sarita melihat sinar ceria di mata Chris. Sudah lama ia tidak melihat sinar ceria itu di mata Chris. Hanya ketika Chris masih kecil ia sering tertawa gembira seperti ini. Chris menemukan kasih sayang yang tidak ia dapatkan dari orang tuanya dalam diri Duke of Vinchard, kakeknya. Almarhum Duke Norbert sibuk bermain wanita. Duchess Belle tidak suka menghabiskan waktu di dalam rumah. Dorothy disibukkan oleh jadwal kencannya yang padat. Dan ia…

Ia mencintai Sarita seperti adiknya sendiri namun Duchess Belle telah mempengaruhi Chris sehingga Chris tidak menerima kehadirannya. Setiap guru privat yang diundang keluarga Riddick hanya tahu mereka akan mendapat bayaran bila mereka datang tiap hari.

Walaupun Duke bersikap keras kepadanya, Chris dapat melihat kepedulian dan kasih sayang Duke padanya. Tidak. Dalam sikap kerasnya itulah Duke mewujudkan kasih sayangnya. Karena Duke peduli pada Chris, ia tidak ingin Chris menjadi pemuda berandalan. Karena Duke mencintainya, Duke menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk mendidik Chris menjadi seorang Duke of Cookelt yang baik.

“Kakek menyukai Chris. Chris juga menyukai kakek.” Sarita merasakan kehangatan tumbuh dalam dirinya melihat dua orang kesayangannya itu.

Seorang pelayan langsung menuang teh ke dalam gelas kosong Sarita. Dari teras, dapat melihat Chris yang bergumul dengan ketangguhan Duke Ephraim. Ketika mendengar mereka akan bermain pedang, Sarita memutuskan untuk menonton.

Zielle langsung menanggapi keinginannya dengan mempersiapkan meja kursi dan makanan ringan beserta teh dan para pelayan yang selalu siap sedia.

Gunter menatap gadis itu. “Sekarang kau percaya padaku, bukan?” ia tersenyum penuh arti, “Duke mencintaimu.”

Sarita mengangguk. Sejak kemarin hingga hari ini Duke tidak henti-hentinya bertanya apakah ia memerlukan sesuatu, apakah ada yang ia inginkan. Duke Ephraim berencana mengajaknya berjalan-jalan siang ini namun Chris tidak bisa ia tinggalkan. Sarita memaklumi keputusan Duke. Ia tidak menuntut apapun. Ia telah mendapatkan lebih dari yang ia inginkan dari sebuah keluarga.

“Apakah engkau mempunyai keperluan dengan kakek?” Sarita ingat ia belum menanyakan tujuan kedatangan Gunter sejak pria itu tiba beberapa saat lalu.

“Tidak ada,” jawab Gunter, “Aku datang karena mencemaskanmu.”

“Mencemaskanku?” Sarita bertanya-tanya.

Gunter tersenyum misterius. “Rupanya tidak hanya aku yang mencemaskanmu.”

Sarita semakin kebingungan dibuatnya.

“Aku pulang dulu,” Gunter berdiri, “Sampaikan salamku pada Duke dan adik angkatmu.”

Saat matanya mengikuti kepergian Gunter itulah Sarita melihat Halbert mendekat dengan wajah panik.

“Sela,” Sarita kehilangan kata-katanya ketika Halbert menariknya tiba-tiba dan memeluknya erat-erat.

“Untunglah,” katanya lega.

“P-Pangeran…,” Sarita menyadari para pelayannya melihatnya dengan penuh ingin tahu. “Apa yang Anda lakukan?”

“Apakah kau baik-baik saja? Apa Chris melukaimu? Apa Chris bertidak kurang ajar padamu lagi?” Halbert memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan mendesak.

Akhirnya Sarita sadar arti senyuman Gunter. “Tidak ada yang perlu Anda khawatirkan, Pangeran,” Sarita menenangkan pemuda itu, “Kakek menghentikan Chris sebelum ia sempat bertindak kurang ajar pada saya. Kakek telah memastikan Chris tidak akan mengganggu saya lagi. Lihatlah mereka.”

Halbert mengikuti pandangan Sarita. Ia tidak dapat menanggapi melihat Duke lawan main Duke Ephraim.

“Kakek memutuskan untuk menahan Chris di sini.”

“Apa katamu!?” Halbert terpekik panik.

“Tidak ada yang perlu Anda khawatirkan. Kakek tidak akan membiarkan Chris mengganggu saya,” Sarita meyakinkan pemuda itu, “Kakek hanya ingin mendidik Chris menjadi seorang Duke yang baik. Ia tidak ingin Chris menjadi pemuda yang tidak berguna.”

Halbert melihat Sarita kemudian pada Duke dan Chris yang tidak menyadari kedatangannya.

“Bersediakah Anda bergabung bersama saya, Pangeran?” Sarita bertanya sopan.

Halbert melihat kursi kosong di sisi Sarita dan langsung duduk.

Pelayan langsung mempersiapkan cangkir kosong untuk Halbert dan pelayan yang lain menuangkan teh untuknya.

“Kulihat engkau sudah berubah.” Halbert melihat wajah gadis itu yang berseri-seri.

Sarita tersenyum. “Saya sudah menjadi pengangguran kelas atas,” Sarita mengakui. “Tidak ada yang bisa saya lakukan selain menghabiskan waktu untuk melamun.” Sekarang ia sudah menjadi pengangguran kelas atas. Dengan ajaran ketat Duke Ephraim, semua tugasnya beralih pada Chris. Sarita tentu saja tidak menyukainya namun ia tahu cepat atau lambat Chris harus mengerjakan sendiri pekerjaan ini.

Zielle adalah orang yang paling bersuka cita oleh keputusan Duke. Pekerjaan itu adalah pekerjaan pria, katanya.

Belum sehari Sarita melewati saat-saat yang selalu diimpikan banyak orang namun ia sudah bosan. Ia tidak terbiasa duduk manis melewati waktu luang dengan para pelayan yang selalu siap melayaninya.

“Mengapa engkau tidak memberitahuku?”

Sarita terperanjat. Memberitahu apa?

“Aku bisa mengajakmu berjalan-jalan.”

Sarita tersedak.

“Tuan Puteri,” para pelayan langsung mendekatinya dengan cemas.

“Kau baik-baik saja?” Halbert langsung berlutut di depannya dengan panik.

“Tidak. Aku baik-baik saja,” Sarita berusaha meredakan batuknya.

Halbert mengambil cangkir Sarita dan menyodorkannya ke mulut Sarita. “Minumlah” perintahnya.

“Terima kasih,” Sarita menerimanya.

Sesaat kemudian kepanikan itu mereda. Halbert duduk kembali di kursinya dengan wajah cemberut dan para pelayan kembali ke posisi mereka masing-masing.

“Apakah pergi denganku demikian menyebalkan?” tanya Halbert.

“T-tidak,” jawab Sarita. Tentu saja itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Sarita dapat membayangkan Halbert tidak akan membuatnya bosan. Halbert pasti tahu bagaimana menyenangkan hatinya karena…

‘Karena ia sangat berpengalaman dengan wanita,’ Sarita mengakui dengan sedih. Sarita meletakkan cangkirnya dengan sedih. Ia dapat terus mengingkari perasaannya namun ada kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan bahwa Halbert sangat berpengalaman dalam menggaet wanita dan mempermainkan wanita.

Sarita tidak dapat membohonginya. Halbert tahu gadis ini selalu seperti ini. Sarita tidak akan pernah memberinya kesempatan karena ia tidak tertarik padanya.

“Tolong siapkan jatah untuk mereka,” Sarita berkata pada pelayan yang berbaris di belakangnya.

“Baik, Tuan Puteri.”

Halbert melihat baik Duke Ephraim maupun Chris sudah kelelahan. “Tampaknya mereka sudah akrab.”

“Saya juga tidak menyangka mereka bisa cocok ,” Sarita mengakui. “Norbert juga pasti tidak menyangka kakek bisa menerima putranya. Tampaknya kakek sudah memaafkan Norbert dan Papa.”

“Norbert dan Papa?” kali ini Halbert mendengarnya dengan jelas.

“Norbert adalah orang yang mengenalkan Papa pada Mama,” Sarita memberitahu, “Karena itu kakek juga menyalahkan Norbert.”

“Tunggu dulu, Sarita,” Halbert menghentikan gadis itu untuk menjernihkan ganjalan di hatinya, “Apa maksudmu dengan Norbert dan Papa? Bukankah Norbert adalah ayahmu?”

“Benar, Norbert adalah ayah saya,” Sarita membuat Halbert semakin bingung, “Ia adalah ayah angkat saya.”

“Ayah angkat?” Halbert mengulangi.

“Benar,” Sarita membenarkan, “Semenjak Papa meninggal, Norbert menjadi ayah angkat saya.”

“Kau… bukan putri Duke of Cookelt?” Halbert mengulangi lagi.

“Ya,” jawab Sarita singkat.

“Mengapa kau tidak pernah memberitahuku?” Halbert menuntut.

“Anda tidak pernah bertanya pada saya.”

Tiba-tiba saja Halbert merasa ia sungguh tidak berguna. Berminggu-minggu lamanya ia pusing memikirkan status Sarita. Berhari-hari lamanya ia tersiksa oleh status Sarita. Dan gadis ini mendiam keadaan ini! Sepertinya Sarita sengaja melihatnya tersiksa.

Inikah cara Sarita menolaknya?

Halbert benar-benar tidak tahu ia harus bereaksi apa. Tertawa? Marah? Senang? Sedih?

“Sejak awal saya tidak pernah menyebut saya adalah bagian dari keluarga Riddick,” Sarita mengingatkan.

Ya, Halbert ingat gadis itu berkata, “Perkenalkan nama saya adalah Sarita Yvonne Lloyd,” di saat pertemuan pertama mereka. Tapi, siapa yang tidak berpikir Sarita adalah putri kandung Duke of Cookelt ketika melihat Duke menggandeng gadis itu penuh cinta sementara putri kandungnya berada di tempat yang sama? Siapa yang mau merepotkan diri berpikir mengapa Sarita tidak menyebut nama keluarga Riddick?

Halbert benar-benar tidak tahu ia harus bagaimana menghadapi gadis ini.

“Sarita!” Chris berlari mendekat.

Halbert langsung berdiri di depan gadis itu.

“Rupanya Anda datang, Pangeran,” sapa Duke.

“Duduklah, Kakek,” sela Sarita, “Aku sudah meminta pelayan untuk menyiapkan teh untuk kalian.”

Duke duduk di depan Sarita dan Chris di sisinya.

Halbert menarik kursinya mendekati Sarita dan memutuskan untuk tidak melepaskan Chris dari matanya.

“Maaf saya tidak menyadari kedatangan Anda,” kata Duke Ephraim dan ia bertanya, “Kapan Anda datang?

“Aku baru saja datang,” jawab Halbert, “Aku lihat kalian begitu larut dalam permainan kalian sehingga aku memutuskan untuk menonton.”

Duke Ephraim tertawa. “Saya lihat Anda hanya ingin menemani Sarita.”

Sarita dibuat kikuk oleh reaksi Duke.

“Sarita, kakek berkata besok kita akan berjalan-jalan ke Travlienne,” Chris memberitahu dengan penuh semangat.

“Benarkah itu?”

“Tentu saja,” Duke membenarkan, “Aku tidak akan menarik janjiku selama Chris tidak membantahku seperti pagi ini.”

“Kau dengar itu, Chris?”

Halbert tidak menyukai perhatian Sarita pada Chris.

Duke berpaling pada Halbert, “Anda bisa ikut bila Anda berkenan, Yang Mulia.”

“Dengan senang hati,” Halbert langsung menanggapi. Bagaimana mungkin ia membiarkan Sarita pergi bersama Chris? Bermimpi pun Halbert tidak akan mengijinkan!

“Sarita, Sarita,” Chris menarik perhatian Sarita, “Kakek berkata minggu depan ia akan mengadakan pesta untuk memperkenalkanmu pada kalangan bangsawan.”

“Pesta?” Sarita melihat kakeknya.

“Aku akan memperkenalkanmu pada semua orang,” Duke menegaskan dengan gembira.

Sarita membelalak. “Ka… kakek,” ia ragu-ragu, “Bisakah Kakek memikirkannya ulang?”

“Apa yang perlu dipikirkan?” tanya Duke, “Aku akan mengundang para bangsawan juga sahabat-sahabatku. Aku juga perlu memesan baju pesta untukmu. Menu makanan juga harus segera disiapkan.”

“Kakek,” Sarita memotong sebelum Duke larut lebih jauh lagi, “Aku tidak menginginkan pesta itu.”

“Tidak menginginkan?” Duke terkejut, “Apa maksudmu!?” suaranya meninggi.

Sarita tidak dapat mendapatkan jawaban yang tepat. Apa pun jawabannya, Duke yang tidak suka dibantah ini tidak akan menyukainya. “Aku tidak memerlukan pesta apapun,” Sarita menemukan jawaban yang cukup meyakinkan, “Kakek sudah cukup.”

“Sudah kukatakan,” Chris turun suara, “Sarita tidak akan mau. Papa juga tidak dapat menemukan cara untuk tidak dapat membuat Sarita muncul dalam satu pesta pun selain.”

“Pesta Earl of Striktar,” sahut Halbert sambil menatap Sarita lekat-lekat.

“Pantas saja,” gumam Duke, “Aku tidak pernah mendengar keberadaanmu di Trottanilla.”

Halbert juga yakin bila Sarita sering muncul dalam kalangan bangsawan, Duke of Vinchard akan dengan cepat menemukan cucunya.

Sarita menghindari sepasang mata Halbert yang membakar wajahnya itu.

“Sarita tidak tertarik pada pertemuan-pertemuan seperti itu,” Chris memberitakan apa yang ia ketahui. “Ia lebih suka mengurung diri di rumah membantu Papa.”

Ini adalah nilai pertama lain yang Halbert temui dari Sarita.

“Aku tidak dapat menerima alasanmu itu,” Duke memutuskan, “Pesta akan tetap berlangsung dengan kehadiranmu.”

“Apakah Anda mengijinkan saya menjadi pasangan dansa Anda, Lady Sarita?”

Sarita terkejut mendengar pertanyaan sopan Chris. Belum sehari Duke mendidik Chris namun pemuda itu sudah menjadi sosok yang tidak ia kenali.

“Tentu saja tidak!” Duke Ephraim menjawab untuk Sarita, “Kau tidak pantas untuk Sarita.”

Halbert tersenyum puas mendengarnya.

“Dalam pesta itu pasti ada banyak pemuda yang lebih cocok untuk Sarita daripada kau, anak muda.”

“Apa katamu, Kakek bangka!?” Chris berdiri dengan kesal.

“Begitukah caramu berbicara pada orang tua!?” Duke langsung naik pitam.

Sarita tertawa geli. Rupanya Chris hanya ingin mendapatkan persetujuan dari Duke.

Mereka melihat Sarita dengan heran.

“M-ma-maaf,” Sarita berusaha keras meredakan tawanya, “Maaf. Aku tidak berniat buruk.” Dan ia menatap lembut pada Chris. “Aku tidak sabar menanti pengakuan kakek padamu, Chris. Norbert juga pasti ingin segera melihatmu menjadi Duke yang gagah.”

Halbert sama sekali tidak menyukainya! Ia tidak senang Sarita bersikap begitu lembut pada Chris. Ia tidak suka Sarita menaruh harapan pada Chris! Ia tidak merestui!

Halbert sudah tidak peduli lagi. Sebelum ia memastikan tidak ada pria yang mendekati Sarita, ia harus menjauhkan Chris dari Sarita. Maka dari itu, keesokan harinya, tanpa mempedulikan protes ibunya, Halbert melesat ke Quadville sesuai jadwal perjanjian mereka.

“Anda benar-benar tepat waktu,” komentar Sarita menyambut kedatangan sang Pangeran yang sudah memutuskan akan menjadi pengawal pribadi Sarita. “Duduklah. Saya yakin sebentar lagi Chris akan siap. Ia ketiduran pagi ini. Ia sangat menantikan perjalanan hari ini sehingga semalam ia tidak tidur. Kakek sudah memperingatinya untuk tidur awal namun rupanya Chris terlalu gembira untuk memejamkan mata.”

Chris lagi! Chris lagi! Halbert memastikan dalam waktu singkat Sarita akan berhenti menyebut nama pemuda ingusan itu.

Halbert memperhatikan Sarita. Tak peduli pakaian apa yang dikenakannya, gadis ini selalu tampak memukau. Sarita tidak perlu dandanan yang mencolok untuk mendapatkan perhatiannya. Sarita tidak perlu pakaian mewah untuk membuatnya bersinar. Dalam hatinya Sarita adalah gadis yang paling memukau dan bersinar. Semakin Halbert memperhatikan Sarita, semakin ia sadar ia tidak akan menemukan Sarita kedua.

“Kau benar-benar tidak berguna, anak muda,” gerutu Duke terdengar mendekat, “Aku tidak tahu bagaimana Norbert mendidikmu.”

“Norbert mengajariku menggaet wanita,” jawab Chris bangga.

“Memalukan!” sahut Duke. “Benar-benar memalukan! Generasi saat ini benar-benar mencoreng muka terhormat para bangsawan. Di mana harga diri dan kebanggaan para bangsawan saat ini!? Tiap bangsawan hanya tahu berfoya-foya dan bermain wanita. Benar-benar memalukan!”

Teguran Duke itu tepat mengenai Halbert.

“Sudahlah, kakek,” Sarita berusaha meredakan emosi Duke, “Kita berada di sini bukan untuk mendengar ceramah kakek. Kita akan pergi bersenang-senang.” Sarita menggandeng tangan Duke.

“Dengar, Sarita, jangan terperangkap oleh jerat para pemuda jaman sekarang,” Duke memperingati Sarita dengan serius, “Carilah pemuda terhormat yang setia.”

“Aku akan mencari pemuda seperti kakek,” Sarita tersenyum sambil menggandeng Duke menuju kereta.

Duke tertawa. “Aku khawatir kau akan menemukan pria tua.”

Halbert terpaku melihat kepergian mereka. Ia tahu mendapatkan Sarita tidak semudah menggaet wanita-wanita lain. Namun baru saat ini ia sadar mendapatkan cinta Sarita bukanlah satu-satunya kesulitan yang harus ia hadapi.

1 comment: