Saturday, January 17, 2009

Kisah Cinta-Chapter 16

Sarita menghabiskan makan paginya tanpa suara. Sesekali matanya mencuri pandang pada wajah dingin Duke.

Tiga hari telah berlalu semenjak ia mengetahui Duke adalah kakeknya. Tiga hari pula mereka hidup seatap dengan suasana yang kaku dan menegangkan seperti ini. Mereka tidak berbicara ketika meninggalkan Istana. Mereka juga tidak berbicara ketika tiba di Quadville. Hingga hari ini tidak seorang pun dari mereka yang membuka pembicaraan.

Zielle sangat gembira melihat kepulangannya bersama Duke. Ia langsung memeluknya dengan air mata terharu. Sepanjang malam itu Zielle tiada hentinya berkata, “Akhirnya Anda pulang, Tuan Puteri. Akhirnya Anda kembali.”

Sekarang Sarita sudah mengerti mengapa semua orang di Quadville begitu hormat padanya sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di depan castil ini. Sarita juga tidak lagi meragukan hubungannya dengan Duke of Vinchard.

Di pagi pertama ia tinggal di Quadville sebagai cucu Duke of Vinchard, Zielle menunjukkan lukisan diri ibunya.

Air mata Sarita langsung jatuh tanpa henti melihat wajah ibu yang tidak pernah dilihatnya itu. “Mama,” panggilnya sambil memeluk lukisan itu erat-erat.

“Anda begitu mirip dengan Tuan Puteri Sharon. Di saat pertama melihat Anda, saya tahu Anda adalah putri Tuan Puteri Sharon,” Zielle ikut menangis melihat air mata Sarita. “Tidak akan ada orang yang menyangsikan Anda adalah putri Lady Sharon Elwood, satu-satunya keturunan Duke of Vinchard.”

Selain menunjukkan lukisan ibunya, Zielle yang mengasuh ibunya sejak bayi, juga menceritakan segala hal tentang ibunya mulai dari semasa ia kecil hingga ia meninggalkan kekayaan dan kedudukannya demi cinta.

Sejak kecil Sharon Elwood telah menjadi pujaan banyak orang. Tua muda mencintai semangatnya. Pria wanita mengagumi kecantikannya. Kecantikkannya itulah yang membuatnya termahsyur baik di dalam maupun di luar Helsnivia. Banyak pria yang meminangnya namun tidak ada yang mendapatkan hatinya. Almarhum Duke of Cookelt adalah satu di antara pria-pria itu.

Kisah cinta Sharon berawal dari pertemuannya dengan Ithnan Lloyd, kawan akrab Duke Norbert. Sejak awal pertemuan mereka, Sharon Elwood telah jatuh cinta pada sang pengelana Ithnan Lloyd. Tiada hari tanpa pembicaraan tentang Ithnan dan petualangan-petualangannya.

Zielle telah berulang kali memperingati Sharon. Duke Vinchard tidak akan menyukai Ithnan Lloyd, seorang pengelana miskin.

Peringatan Zielle terbukti. Duke Vinchard langsung murka ketika mengetahui hubungan putri kesayangannya dengan seorang pengelana miskin. Semenjak itu tiada hari mereka lalui tanpa pertengkaran. Puncaknya adalah ketika Sharon kabur dari Quadville untuk mengikuti Ithnan.

Duke of Vinchard dibuat murka olehnya. Dengan segala pengaruhnya, ia menghilangkan Sharon dari Helsnivia. Dengan segala kekuasaannya, ia melarang tiap orang menyebut nama Sharon. Ia menghancurkan semua hal yang berhubungan dengan Sharon dan tidak mengakui keberadaan Sharon. Ia juga membuat semua orang di Helsnivia mengingkari bahwa Sharon Elwood pernah ada di dunia ini. Ia membuat semua orang mengingkari kenyataan bahwa ia mempunyai seorang putri.

Semua ini bukanlah hal sulit bagi Duke karena ia adalah orang yang berkuasa di Helsnivia selain Raja. Sarita juga baru menyadari besarnya kuasa kakeknya di Helsnivia dalam tiga hari belakangan ini.

Tidak hanya itu saja yang dilakukan Duke Vinchard. Ia menyegel kamar Sharon. Semua lukisan diri Sharon dibuang ke gudang. Setiap pelayan dilarang menyebut nama Sharon apalagi membicarakannya.

Hanya Brudce yang tahu Duke Ephraim menyembunyikan lukisan diri Sharon yang paling besar di Quadville di kamarnya. Sering Duke menghabiskan waktu menatap lukisan putri yang sangat dicintainya itu.

Duke Vinchard tidak pernah mengakuinya namun Zielle tahu Duke selalu merindukan putrinya. Sering ia ingin mencari jejak putrinya namun harga diri menghalanginya.

Ketika berita Pangeran Halbert pulang dari Trottanilla membawa putri haram almarhum Duke of Cookelt, Duke Vinchard mulai mencurigai jati diri sang putri haram ini. Beberapa orang yang pernah melihatnya mengatakan ia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Puncak kecurigaannya adalah ketika gadis itu terlihat berkuda bersama Pangeran di suatu pagi. Kecantikannya dan kemiripannya dengan Sharon Elwood tidak dapat membendung mulut tiap orang. Akhirnya Duke of Vinchard memutuskan untuk menemui sang putri haram itu. Sayangnya, Pangeran membawa pergi gadis itu ke pesta Viscount Padilla.

Pertemuan Gunter dengan Sarita di pesta tersebut membawa perubahan besar bagi Duke Vinchard. Gunter pernah melihat lukisan Sharon di dalam kamar Duke Vinchard. Ia tidak tahu siapa gadis dalam lukisan itu namun beberapa kali ia mendapati Duke Vinchard tengah menatap lukisan tersebut dengan wajah sedih. Kecurigaannya bertambah kuat ketika dalam pesta itu para bangsawan tua tiada hentinya membicarakan Sarita Yvonne Lloyd.

Selain Gunter, Viscount Padilla juga menemui Duke Vinchard untuk mengabarkan pertemuannya dengan Sarita Yvonne Lloyd. Itulah akar jatuh sakitnya sang Duke of Vinchard, Ephraim Elwood.

Duke meletakkan peralatan makannya dan mengusap mulut.

Sarita terperanjat ketika Duke Vinchard tiba-tiba berdiri.

Tanpa mengatakan apa-apa Duke meninggalkan ruang makan. Kepergiannya membawa kelegaan bagi Sarita. Sarita mulai dapat menikmati makan paginya dengan tenang.

Dalam tiga hari ini Sarita memahami kerasnya watak Duke. Sekali ia mengatakan tidak boleh, maka tidak ada ampunan bagi orang yang melanggarnya.

Tidak heran ayahnya tidak pernah membawanya memasuki Helsnivia. Tidak heran pula Duke Norbert bersikeras ia hanya dapat memasuki Helsnivia bila Pangeran Halbert membawanya.

Sarita percaya Duke pasti akan melakukan segala hal untuk melenyapkannya dari Helsnivia sama seperti ia melenyapkan segala hal yang berhubungan dengan ibunya.

Sarita tidak mengerti. Bila Duke Ephraim sedemikian membencinya yang keturunan seorang pengelana miskin, mengapa ia menjemputnya pulang? Bila Duke Ephraim sudah memaafkan ayah dan ibunya, mengapa hingga hari ini ia tidak pernah mengajaknya berbicara,

“Kudengar perang dingin di antara kalian belum berakhir.”

Sarita melihat Gunter, sepupunya memasuki ruangan.

“Aku juga tidak menginginkannya,” Sarita murung, “Tapi aku tidak tahu harus berkata apa pada Duke. Aku takut. Kurasa ia masih tidak dapat memaafkan Papa Mama.”

“Yang kulihat bukan itu,” Gunter duduk di sisi Sarita, “Yang kulihat Duke Ephraim juga takut padamu.”

“Takut padaku!?” Sarita tidak percaya.

“Aku telah mendengarnya, Sarita,” Gunter mengingatkan, “Duke telah mengusirmu dan membuatmu menangis. Aku yakin sekarang Duke takut melakukan kesalahan yang sama.”

“Itu tidak mungkin,” Sarita menyangkal, “Duke tahu aku tidak dapat meninggalkan Quadville tanpa ijinnya.”

“Itulah yang membuatnya semakin takut,” Gunter menguatarakan pendapatnya, “Ia takut terlalu mengekangmu sehingga kau meninggalkannya seperti ibumu.”

“Itu tidak mungkin. Itu…”

“Tidak ada yang perlu kaukhawatirkan,” Gunter menggenggam tangan Sarita, “Duke mencintaimu.”

Sarita juga mengharapkannya karena ia tidak tahu ke mana ia harus pergi bila Duke mengusirnya lagi. Ia sudah mencintai Duke. Ia sudah jatuh cinta pada kastil ini dan… di sini ada orang yang tidak sanggup ia jauhi.

Sarita mendesah. Apa gunanya ia ditemukan. Duke tidak mengharapkan kehadirannya. Ratu Kathleen dan seisi kerajaan tidak menerimanya.

Sarita tidak perlu seorang pun membohonginya. Sejak Duke menjemputnya, koran-koran tidak henti-hentinya membicarakan tentang statusnya sebagai anak haram yang dibawa pulang Pangeran Halbert kemudian diakui Duke of Vinchard sebagai satu-satunya cucunya.

Terima kasih pada Duchess Belle. Tidak ada yang percaya ia bukan putri almarhum Duke Norbert. Setiap orang lebih mempercayai Sharon Elwood meninggalkan Quadville untuk menjadi istri simpanan Duke Norbert. Sekarang satu-satunya orang yang dapat mengubah pandangan mereka itu adalah Duke of Vinchard. Namun…

Wajah dingin Duke terlintas di benak Sarita.

Duke tidak tertarik untuk membenarkan pandangan orang-orang kepadanya.

Saat ini ia sudah cukup bersyukur Duke of Vinchard mau mengakuinya. Ia sudah cukup puas dengan keadaan ini.

Lagipula, Sarita berpikir lanjut, apa gunanya tiap orang tahu ia adalah putri kandung Ithnan Lloyd, seorang pengelana? Ia tetap bukan gadis yang pantas mendampingi Pangeran Halbert.

Sarita meletakkan koran di meja dan beralih pada tugas-tugasnya sebagai wali Chris, sang Duke baru Cookelt. Saat ini yang diperlukannya adalah mengalihkan perhatiannya dari sang Pangeran yang memikat itu.

“Tuan Puteri.”

Sarita terkejut oleh panggilan itu.

“Anda mempunyai tamu,” pelayan itu memberitahu, “Saya telah memintanya menanti di Ruang Tamu.”

Sarita bingung. Ini adalah kali pertamanya ia mendapatkan tamu di Quadville.

Siapakah gerangan orang itu? Apakah orang itu adalah Pangeran Halbert?

Tidak, Sarita segera menyadari. Pangeran Halbert tidak mungkin menemuinya. Sarita mendengar Pangeran mendapatkan hukuman dari Ratu Kathleen. Demi mencegah Pangeran kabur lagi dari tugas-tugasnya, Ratu memperketat jadwal Pangeran.

Siapakah tamunya ini? Walau banyak orang yang ingin bertemu dengan sang cucu Duke Vinchard, tidak seorang pun berani menemuinya. Tiap orang menanti Duke of Vinchard memperkenalkan cucu kandungnya di muka umum.

“Akhirnya kita berjumpa lagi.”

Sarita mematung melihat Chris.

“M-mengapa kau di sini?”

“Tidak kuduga ibumu ternyata putri Duke of Vinchard. Apa kau tahu reaksi Mama mendengar berita ini? Ia histeris!”

“Apa tujuanmu ke sini?” Sarita mencengkeram erat-erat sandaran kursi.

Chris mencermati isi ruangan itu tanpa melepaskan satu sudut pun. “Benar-benar tidak diduga. Kau cucu seorang Duke yang berpengaruh ke di Helsnivia.”

“APA MAUMU!?” kepanikan Sarita telah menghilangkan kesabarannya.

“Mauku?” tanya Chris, “Tentu saja mendapatkanmu.”

Sarita mempererat cengkeramannya. Hanya itulah satu-satunya yang dapat menghentikan getaran tubuhnya. “Pergi!” usir Sarita, “Pergi dari sini!”

“Oh, aku takut,” Chris merinding. Kemudian ia tertawa. “Kaupikir aku takut?” ejeknya, “Di sini tidak ada Pangeran mata keranjang yang akan melindungimu.”

“Ka…kakek ada di sini!”

“Kaupikir aku takut pada pria tua itu?” Chris menarik Sarita ke dalam pelukannya, “Apa yang bisa dilakukan pria tua itu padaku?”

“Lepaskan!” Sarita meronta sekuat tenaga, “Lepaskan aku!”

Chris mengabaikan Sarita dan terus mencium gadis itu. “Sekarang tidak ada yang dapat menghentikanku.”

“TIDAK!!!” jerit Sarita. “Halbert!”

“Apa yang kaulakukan, anak muda!?” seseorang membanting Chris menjauhi Sarita.

“Halbert…,” desis Sarita.

“Berani-beraninya kau menyentuh cucuku!?” Duke Ephraim menerjang Chris.

Sarita terperanjat melihat Duke of Vinchard.

“Siapa yang mengijinkan tangan kotormu itu menyentuh cucu kesayanganku!?” Duke Ephraim menghajar Chris tanpa ampun.

Chris terpelanting.

“Kau masih belum pantas menyentuh Sarita!” Duke mendekati Chris yang berusaha keras berdiri. “Kau tidak pantas untuknya!”

Duke of Vinchard benar-benar murka! Sarita sadar Duke dapat membunuh Chris saat ini juga.

“Hentikan!” Sarita segera menghalangi Duke. “Hentikan, kakek! Jangan kau sakiti dia!”

Tinju Duke langsung berhenti. Matanya yang murka membelalak lebar.

“Kumohon jangan kau sakiti Chris.”

“K-kau…,” desis Duke geram.

Sarita menatap Duke tanpa gentar.

“Terserah padamu!” Duke Ephraim membalikkan badan.

Tiba-tiba Sarita sadar ia telah menyakiti hati Duke. Duke telah datang untuk menolongnya namun ia memilih untuk melindungi Chris. Hati Sarita teriris melihat punggung yang kesepian itu.

“Maafkan aku, Kakek,” Sarita menghambur memeluk Duke Ephraim, “Maafkan aku,” isaknya.

Duke terperanjat. Ia membalikkan badannya pada Sarita yang berlutut di lantai sambil memeluk tubuhnya.

“Maafkan aku, kakek. Aku tidak berniat menyakitimu. Aku… aku hanya…”

Untuk pertama kalinya Duke of Vinchard tersenyum pada Sarita. “Anak bodoh,” katanya lembut, “Aku tidak pernah menyalahkanmu. Bagaimana aku bisa menyalahkanmu kalau aku begitu mencintaimu?”

Sarita tidak dapat membendung air mata terharunya.

“Berdirilah,” Duke membantu Sarita berdiri.

Sarita langsung memeluk Duke erat-erat. Ia merasa ia telah menemukan rumahnya. Untuk pertama kalinya semenjak kepergian ayahnya, Sarita merasa ia benar-benar pulang pada pelukan keluarganya.

Duke Ephraim tersenyum lembut dan memeluk Sarita erat-erat. Entah sudah berapa lama ia tidak merasakan pelukan hangat ini. Rasanya sudah berpuluh-puluh tahun ia tidak memeluk gadis kecilnya.

Duke bersyukur telah mendengar nasehat Zielle, sang pengasuh putri kesayangannya.

Pagi itu setelah ia mengusir Sarita, Zielle menemuinya. Tanpa rasa gentar, Zielle melabraknya.

“Apa yang telah Anda lakukan, Yang Mulia!?” bentak Zielle dengan suara tingginya, “Apakah Anda sadar Anda telah mengusir satu-satunya keluarga Anda? Anda telah mengusir Tuan Puteri Sharon sekarang Anda mengusir Tuan Puteri Sarita. Apakah Anda ingin selamanya hidup seorang diri sampai mati!?”

“DIAM!” Duke Ephraim tidak pernah suka dibantah orang lain apalagi oleh seorang pelayan.

“Saya tidak akan berdiam diri!” Zielle bersikeras pada pendiriannya, “Saya telah berdiam diri ketika Anda mengusir Tuan Puteri Sharon. Saya selalu menyesali tindakan saya. Sekarang saya tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya. Saya tidak akan berdiam diri melihat Anda mengusir Tuan Puteri Sarita.”

“Diam, Zielle. Aku tidak butuh komentarmu! Aku tahu apa yang kulakukan.”

“Zielle, sebaiknya engkau tidak membuka mulut,” Brudce menasehati.

“Anda pasti akan menyesali hari ini sama seperti Anda selalu menyesali hari Anda mengusir Tuan Puteri!” Zielle mengutuk.

“Tidak akan!” Duke membantah keras kepala, “Gadis miskin itu pasti datang untuk meminta warisan.”

“Anda salah! Tuan Puteri Sarita tidak pernah tahu ia adalah cucu Anda.”

“OMONG KOSONG!”

“Tuan Puteri Sarita tidak pernah tahu ibunya. Tuan Puteri Sharon meninggal ketika melahirkannya.”

Mata Duke of Vinchard langsung melebar. Kata-katanya hilang dalam guncangan jiwanya.

“Ia tidak pernah melihat Tuan Puteri Sharon. Ia tidak pernah tahu tentang Tuan Puteri Sharon!” Zielle menekankan. Kemudian ia memanfaatkan kediaman Duke Ephraim untuk menceritakan semua yang ia ketahui dari Sarita sendiri. “Di usia enam tahun, Tuan Puteri Sarita telah hidup sebatang kara. Sebelum meninggal, Tuan Ithnan telah menghubungi almarhum Duke of Cookelt untuk merawat putrinya. Semenjak itu Tuan Puteri Sarita tinggal bersama almarhum Duke Norbert hingga kematian Duke Norbert. Sekarang Duke Norbert telah tiada. Duchess Belle juga mengusirnya dari Sternberg. Ia tidak mempunyai tempat tinggal. Ia sudah tidak mempunyai keluarga selain Anda. Apakah Anda tega melihatnya hidup sebatang kara di dunia yang kejam ini? Apakah Anda tega membiarkannya menggelandang tanpa tempat perlindungan yang aman?”

“Semua itu benar, Yang Mulia,” Brudce akhirnya memutuskan untuk membuka mulut. “Tuan Puteri Sarita akan terlantar bila Anda, satu-satunya keluarga yang ia miliki, mengusirnya.”

“Bila Anda tidak mengakuinya, siapa yang akan memberinya tempat berlindung?” tanya Zielle, “Ia pasti mati di luar sana seperti Tuan Puteri Sharon.”

Perkataan itu tepat mengenai titik lemah hati keras Duke Vinchard. “Sudah terlambat,” katanya dengan suara bergetar, “Ia sudah pergi… Aku sudah mengusirnya.”

“Tidak, Yang Mulia. Sekarang masih belum terlambat, Yang Mulia,” Brudce memberitakan kabar yang melegakan Duke, “Pangeran Halbert menjemput Tuan Puteri Sarita. Saya yakin Pangeran akan membawa Tuan Puteri pulang ke Ririvia.”

Duke tidak membuang waktu untuk menjemput kembali satu-satunya cucu yang ia miliki. Di saat pertama melihat Sarita, Duke Ephraim merasa melihat putri kesayangannya. Ketika melihat Sarita baik-baik, ia tidak meragukan Sarita adalah putri Sharon.

“Maafkan aku pula, Sarita,” bisik Duke, “Aku telah membuatmu hidup menderita.” Dalam tiga hari belakangan ini ia selalu mencari kesempatan untuk mengatakannya namun ia tidak cukup berani. Ia takut ia akan berakhir dengan mengusir Sarita. Ia takut membuat Sarita menangis lagi. “Aku mencintaimu, cucuku,” Duke lega dapat mengutarakan perasaan yang mengganjal di dadanya selama hari-hari belakangan ini.

“Aku juga mencintaimu, Kakek.”

Suara lembut Sarita membawa sebuah kehangatan dalam diri Duke of Vinchard. Kekeraskepalaan, amarah, dan harga diri yang tahun-tahun belakangan ini mengekangnya luluh oleh suara lembut yang hangat itu. Ia benar-benar bersyukur telah menjemput Sarita pulang.

Chris melihat dua orang yang berpelukan erat itu. Ia tidak membuang kesempatan itu untuk kabur.

“Ke mana kau akan pergi, anak muda?” suara tegas Duke langsung menghentikan langkah kaki Chris. “Apa kaupikir aku akan melepaskanmu setelah semua yang kaulakukan pada Sarita?”

“Kakek…,” Sarita mencengkeram lengan Duke. Ia cemas melihat wajah Duke kembali mengeras.

Duke menepuk tangan Sarita dan mendekati Chris.

“Sarita adalah walimu dan sebagai kakek Sarita, aku juga mempunyai kewajiban untuk mendidikmu sebagai seorang Duke yang baik.” Mata tajam Duke melahap Chris bulat-bulat hingga pemuda itu ketakutan. “Mulai detik ini kau tidak akan meninggalkan Quadville tanpa seijinku!”

“K-kau tidak bisa melarangku!” Chris bergetar mulai dari kepala hingga kakinya. “Kau tidak berhak mengaturku.”

“Siapa yang mengatakannya?” tanya Duke, “Selama walimu mengijinkan, kau tidak akan ke mana-mana.” Duke melihat Sarita.

Sarita sadar Duke memutuskan untuk menahan Chris di Quadville bukan tanpa alasan. Maka ia pun berkata, “Aku percaya pada Anda, Kakek.”

Chris hanya membelalak melihat Sarita kemudian pada Duke of Vinchard yang tampak begitu puas pada keputusan wali Duke of Cookelt itu.

2 comments:

  1. sambungannya mana, rasanya nggantung nih... btw tahnks atas novelnya.
    Aku penggemar setiamu lho

    ReplyDelete
  2. Makan tuh chris, makanya jangan belagu kena imbasnya kan

    ReplyDelete