Thursday, June 14, 2007

Runtuhnya Gunung Es-Chapter 17

Angella merasa lega. Earl tidak hanya menepati janjinya tetapi juga sangat menyayangi Charlie. Charlie juga tampak sangat menyayangi Earl.

“Apakah kalian akan menunggu hingga mereka kembali atau kita pulang sekarang?” tanya Angella kepada kakak-kakaknya. “Kurasa sebaiknya kita pulang dulu, biarlah mereka menyelesaikan masalah mereka.”

“Baiklah. Kita akan pulang. Lagipula engkau masih harus menjelaskan beberapa hal kepada kami,” kata Frederick.

Ketiga pria itu mengikuti langkah Angella. Mereka menuju ke tempat kuda mereka ditambatkan, kemudian kembali ke sisi Angella. Mereka berpamitan kepada Earl dan keluarga Jenny.

Setelah agak jauh dari rumah Jenny, Frederick bertanya kepada Angella, “Apa yang sedang kaurencanakan?”

“Engkau harus menjawab sekarang. Tidak ada jalan untuk lari lagi. Mereka telah selesai berbicara,” kata Oscar.

“Baiklah, aku akan menceritakannya kepada kalian. Tetapi pertama-tama kalian harus mempercayai bahwa aku tidak merencanakan apa-apa,” kata Angella.

“Baiklah, kami percaya kepadamu,” kata Oscar.

“Aku tidak merencanakannya, semuanya terjadi dengan sendirinya.”

“Apa maksudmu?” sela Oscar.

“Jangan menyela, Oscar. Ia belum selesai bercerita,” bentak Frederick.

“Baik. Baik, aku tidak akan menyela lagi. Teruskan ceritamu, Angella,” kata Oscar.

“Aku akan memulai dari percakapanku dengan Earl. Aku mengatakan kepada Earl bahwa keluarga Jenny tidak mengetahui siapa ayah Charlie. Mereka pasti terkejut bila tahu ayah Charlie adalah seorang Earl, karena itu aku meminta kepadanya untuk berbicara dengan perlahan namun jujur. Aku memintanya untuk tidak segera mengatakan kepada keluarga Jenny bahwa ia seorang Earl dan berniat membawa mereka.”

“Keluarga Jenny tidak tahu? Selama ini kukira mereka tahu ayah Charlie adalah seorang Earl,” sela Oscar terkejut.

“Oscar!” bentak Frederick dan Vladimer.

“Maaf. Mungkin memang sudah kebiasaanku menyela pembicaraan orang.”

Angella melanjutkan, “Keluarga Jenny memang tidak tahu. Aku tidak tahu mengapa Jenny tidak mengatakannnya kepada mereka, tetapi aku juga tidak dapat memberi tahu mereka bahwa pria itu adalah seorang Earl. Aku berpikir mungkin Jenny tidak ingin Mrs. Dellas dan Bill mengetahuinya. Jenny tidak pernah menyebut namanya di hadapan mereka, ia hanya mengatakan pria itu.”

“Jadi itu sebabnya mereka hanya mengatakan ayah Charlie atau ayahnya, tanpa pernah menyebut namanya,” kata Frederick.

Sekarang giliran Oscar dan Vladimer yang membentak Frederick. Frederick segera meminta maaf kepada mereka.

“Pertama, Earl kusarankan agar meminta maaf atas perbuatannya empat tahun silam kepada mereka. Aku memintanya untuk menceritakan dulu kejadian itu dengan sejujur-jujurnya.”

“Aku juga menyarankan agar ia meyakinkan mereka bahwa ia tidak tahu mengenai kedatangan Jenny dalam keadaan mengandung ke rumahnya dan bahwa ia tidak tahu keadaan Jenny. Baru setelah mereka mengerti masalah itu, ia boleh mengatakan kepada mereka bahwa ia seorang Earl dan ia berniat membawa Jenny dan putranya ke rumahnya. Itulah yang kukatakan kepada Earl.”

“Ya, aku mengerti sekarang,” kata Oscar. “Lalu, mengapa kita tidak membantu mereka tadi melainkan hanya menunggu di luar?”

“Karena kita telah membantu mereka berkumpul lagi. Biarkan mereka berkumpul dan berbicara sendiri sebagai satu keluarga. Kehadiran kita hanya akan mengganggu bukan membantu. Kadang kala pembicaraan suatu keluarga ada baiknya bila tanpa campur tangan orang luar,” jawab Angella.

“Engkau telah menjadi lebih dewasa dan bijaksana sekarang,” kata Frederick.

“Masih ada yang kausembunyikan dari kami. Ceritakan apa yang ada di pikiranmu,” kata Vladimer.

“Aku tidak mengerti,” kata Angella pura-pura tidak mengerti.

“Apakah masih ada yang lain? Ceritakan kepada kami, Angella,” kata Frederick.

“Baiklah. Saat ini aku sedang memikirkan besarnya akibat dari kejadian ini.”

“Apa maksudmu?” tanya Oscar. “Sejak tadi engkau hanya tenang-tenang saja, membuat kami bingung.”

“Semua orang pasti akan gempar bila mengetahui Earl tiba-tiba mempunyai seorang putra dan istri baru. Danny pasti akan sangat terpukul bila mengetahui ia tidak lagi menjadi pewaris pamannya. Harga dirinya akan jatuh dan hancur berkeping-keping. Kemudian, Lady Elize pasti akan merasa sangat malu kepada kakaknya juga kepada Jenny bila mereka berkumpul di rumah itu.”

“Engkau membuatku teringat akan Danny. Apakah engkau sekarang akan menjadi lebih hangat kepadanya setelah mengetahui keluarganya tidaklah seburuk yang kaukatakan?” tanya Frederick.

“Tidak. Bila aku ingin bersikap lebih baik kepadanya, tentunya aku tidak akan membuka rahasia yang akan membuatnya jatuh ini,” kata Angella tenang, “Di samping itu aku tidak ingin membuat seseorang menjadi cemburu lagi.”

“Apakah engkau berhasil, Vladimer? Sejak tadi aku melihat kalian menjadi semakin akrab dari biasanya,” tanya Oscar ingin tahu.

Angella melihat mereka dengan kebingungan. Vladimer tersenyum melihat kebingungan Angella.

“Seperti yang kalian harapkan,” kata Vladimer.

Kedua kakak Angella berseru gembira seperti anak kecil, “Akhirnya apa yang kita harapkan sejak kecil menjadi kenyataan,” kata mereka.

“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Angella kebingungan.

“Kami akan mengatakannya kepadamu pada saat pernikahanmu,” kata Oscar.

Mereka tersenyum melihat Angella yang menunduk malu. Mereka tahu Angella merasa senang mendengar kata-kata Oscar.

“Benar apa yang kita duga waktu mereka bertengkar, Oscar,” kata Frederick.

“Apa yang kalian pikirkan saat kami bertengkar?” tanya Vladimer.

“Kami merasa pertengkaran kalian itu seperti jalan agar kalian dapat menyadari bahwa kalian saling mencintai.”

“Pertengkaran konyol,” kata Angella dingin.

“Engkau tahu, Angella? Aku merasa engkaulah satu-satunya gadis yang sanggup menghadapi sikapku yang sangat dingin itu,” kata Vladimer, “Dan ketika kita bertengkar itu, aku merasa benar-benar berhadapan dengan orang yang sangat tepat, yang dapat membalas semua kata-kataku yang menyakitkan.”

“Mengapa engkau berkata seperti itu?” protes Angella, “Tetapi apa yang kaukatakan memang benar. Saat itu aku juga merasa berhadapan dengan orang yang tepat.”

“Kalian memang cocok satu sama lain. Sama-sama dinginnya,” kata Frederick.

“Dan bila bertengkar sangat seru,” timpal Oscar.

“Oscar! Jangan berkata seperti itu. Bukankah kita tidak mengharapkan mereka bertengkar lagi,” tegur Frederick.

“Jangan khawatir, Frederick. Kurasa mereka tidak akan bertengkar lagi.”

“Apakah engkau bersedia menjadi mempelaiku?”

Angella tetap tertunduk malu, tetapi mereka sudah mengetahui jawaban gadis itu. Harapan kedua kakak Angella telah menjadi kenyataan, sekarang mereka menanti suara dentang lonceng .



-----0-----


Apa yang dikatakan Angella memang tepat.

Semua orang terkejut ketika mengetahui Earl of Wicklow mempunyai seorang putra yang sangat lucu.

Lady Elize merasa serba salah terhadap kakaknya. Wanita itu memilih tinggal di tempat lain untuk menghindari perasaannya yang berkecamuk melihat wanita yang dulu diusirnya kini tinggal bersamanya.

Sehari setelah Earl of Wicklow membawa Charlemagne pulang, wanita itu pindah ke Skotlandia.

Danny tampak terpukul mendengar berita itu. Ia kini tidak lagi sering terlihat. Pria itu seperti sedang bersembunyi untuk menyembunyikan keterkejutannya.

Memang semua orang terkejut mendengar berita itu, tetapi mereka lebih terkejut ketika mengetahui sepasang manusia yang terkenal dingin itu melangsungkan pernikahannya.

Atas permintaan Angella, pernikahan itu dilangsungkan di Gereja St. Augustine.

Semula kedua orang tua Angella dan orang tua Vladimer tidak setuju, tetapi karena Vladimer dan kedua kakak Angella menyetujuinya, akhirnya pernikahan itu dilangsungkan di Gereja St. Augustine.

Satu hal yang membuat mereka terkejut adalah jumlah orang yang hadir dalam pernikahan itu.

Mereka hanya mengundang keluarga yang sangat dekat saja dalam upacara pemberkatan pernikahan itu, namun jumlah yang hadir melebihi yang mereka perkirakan. Jumlah mereka yang sangat banyak membanjiri gereja tua itu.

Rupanya banyak orang yang ingin mengetahui bagaimana pernikahan antara seorang gadis cantik yang berhati dingin dengan pria tampan yang juga berhati dingin.

Suasana di dalam maupun di luar gereja itu sangat berbeda dari sebelumnya. Halamannya yang semula banyak ditumbuhi tumbuhan liar, kini terlihat rapi dan banyak bunga yang bermekaran di halaman itu.

Anak-anak dari Panti Asuhan Gabriel berdiri dengan penuh senyum di depan gereja. Mereka menyambut setiap orang yang hadir. Setiap ada yang datang, mereka menyambut dengan riang.

Ketika kereta terakhir tiba, mereka segera berlari mendekat.

Pintu kereta terbuka dan muncullah Earl of Tritonville dengan senyuman senang. Ia mengulurkan tangannya ke dalam kereta.

Dari dalam kereta, terulur tangan yang bersarung putih. Tangan itu menerima uluran tangan Earl of Tritonville dan kemudian menampakkan dirinya dari dalam kereta.

Angella tampak sangat cantik dalam gaun pengantinnya. Walaupun wajahnya masih tertutup kerudung pengantin, namun tidak menutupi kebahagiaan yang tercermin di sana.

Earl of Tritonville menuntun Angella menuju ke altar yang berhiaskan bunga-bunga yang sangat indah, ke samping pria yang dicintainya.

Angella merasa sangat bahagia melihat Vladimer yang telah berdiri di depan altar. Hatinya terasa damai dan bahagia ketika ia mendekati pria itu.

Pria itu tampak semakin tampan dalam kemeja hitamnya. Pria itu tersenyum menyambut kedatangannya.

Vladimer mengulurkan tangannya pada Angella yang segera menyambutnya. Pria itu tersenyum lembut pada Angella.

“Kuserahkan putriku padamu. Jagalah dia baik-baik,” bisik Earl.

Matanya tampak basah oleh air mata kebahagiaan. Senyumnya terus mengembang ketika ia menghampiri keluarganya yang berada di barisan terdepan tempat duduk jemaat itu.

Pendeta segera memulai upacara pemberkatan itu. Dan ketika upacara itu selesai, ia segera memberi ucapan selamat kepada mereka berdua.

“Saya berdoa agar kalian bahagia selalu,” kata Pendeta Paul.

“Terima kasih, Pendeta,” kata Vladimer.

Setelah ucapan selamat dari Pendeta Paul, mereka terus menerima ucapan-ucapan selamat yang terus membanjir.

Hingga mereka berada di Cardington House, ucapan semacam itu terus membanjir.

Miss Lyne serta Miss Mary juga anak-anak Panti Asuhan Gabriel diundang dalam pesta pernikahan mereka di Cardington House. Pendeta Paul juga turut diundang.

“Anda telah berbohong kepada kami ketika Anda mengatakan nama Anda Gazetta,” kata Miss Lyne sambil tersenyum.

“Maafkan saya, Miss Lyne. Saya harus melakukannya karena saya tidak ingin seorang pun mengetahui saya pernah ke sana dengan membawa seorang bayi,” kata Angella.

“Kalau begitu cerita itu benar?” tanya Miss Mary.

“Cerita apa, Miss Mary?” tanya Nanny.

“Pendeta Paul pernah bercerita kepada saya bahwa Miss Gazetta…. Oh,….”

“Tidak apa-apa, Miss Mary. Anda belum terbiasa dengan nama saya yang sebenarnya,” kata Angella memaklumi kekeliruan Miss Mary.

“Pendeta Paul pernah mengatakan kepada saya bahwa ketika Anda pertama kalinya datang ke Gereja St. Augustine, Anda membawa seorang bayi,” kata Miss Mary malanjutkan ceritanya.

“Itu benar. Ketika saya pertama kali ke Gereja St. Augustine, saya membawa Charlemagne yang saat itu masih bayi.”

“Charlemagne, putra Earl of Wicklow?” kata Miss Lyne terkejut.

“Jadi berita yang ditulis koran itu benar,” kata Miss Lyne melihat Angella menganggukan kepalanya.

“Benar,” kata Vladimer yang tiba-tiba muncul di teras Cardington House tempat mereka bercakap-cakap.

“Anda mengejutkan kami, Tuan Muda,” kata Miss Mary.

“Saya mengucapkan selamat kepada Anda, Tuan Muda. Istri Anda benar-benar luar biasa,” kata Miss Lyne, “Ia sangat baik hati dan tabah.”

“Saya sependapat dengan Anda, Miss Lyne. Angella memang luar biasa. Saya sangat beruntung bisa meruntuhkan kedinginan hatinya,” kata Vladimer sambil tersenyum pada Angella.

“Sejujurnya saya sangat terkejut ketika mengetahui Snow Angel yang terkenal dingin itu adalah Anda,” kata Miss Lyne pada Angella.

“Saya juga terkejut ketika mengetahui Snow Angel itu adalah adik teman saya,” kata Vladimer, “Ia memang suka membuat kejutan.”

“Tuan Puteri tidak berhati dingin,” protes Nanny.

Angella tersenyum dingin pada Vladimer. Namun Vladimer pura-pura tidak tahu, ia merangkulkan tangannya pada pundak Angella.

“Maafkan saya. Saya harus membawa Angella masuk. Kakak-kakak Angella telah memberi peringatan pada saya untuk menjaga Angella baik-baik. Mereka akan sangat marah pada saya bila mengetahui saya tidak segera menyuruh Angella masuk di malam yang dingin seperti ini.”

“Malam ini memang sangat dingin, Tuan Muda,” kata Miss Lyne kemudian berkata kepada Angella, “Sebaiknya Tuan Puteri segera masuk dan beristirahat, Anda terlihat sangat letih.”

“Kalian juga sebaiknya masuk,” kata Angella.

“Tidak, Tuan Puteri. Kami masih harus mengawasi anak-anak yang bermain di halaman yang sangat luas ini,” kata Miss Mary.

“Tetapi….”

“Saya akan menemani mereka, Tuan Puteri. Anda harus beristirahat, Anda terlihat sangat letih,” kata Nanny.

“Mari Angella, engkau tidak ingin kakak-kakakmu marah padaku, bukan?” kata Vladimer membujuk.

“Aku akan meminta anak-anak itu masuk. Mereka juga bisa sakit bila terkena udara malam yang dingin,” kata Angella.

“Biarkanlah mereka bermain dulu, Angella. Mereka kelihatan sangat senang. Nanny, Miss Lyne serta Miss Mary akan menjaga mereka dengan baik. Mereka tentu juga tidak ingin anak-anak itu sakit.”

“Baiklah, Vladimer,” kata Angella mengalah.

“Kami permisi dulu,” kata Vladimer sambil menggandeng tangan Angella.

“Mereka sangat serasi,” kata Miss Mary sambil memandangi kedua orang itu memutari Cardington House.

“Sejak kecil mereka memang selalu terlihat serasi,” kata Nanny.

“Tuan Puteri memang beruntung. Ia disayangi banyak orang.”

“Itu karena ia selalu penuh perhatian, Miss Lyne. Walaupun ia terkenal akan kedinginannya tetapi ia selalu penuh perhatian. Saya tahu itu dan karena itu pula saya tidak setuju mereka mengatakan Tuan Puteri berhati dingin,” kata Nanny.

“Tuan Puteri memang luar biasa. Ia sangat disayangi kakak-kakaknya tetapi ia tidak pernah terlihat manja.”

“Saya sependapat dengan Anda, Miss Lyne. Jarang saya melihat orang yang tidak manja walaupun hidupnya penuh dengan perhatian. Biasanya mereka yang sangat diperhatikan oleh keluarganya menjadi manja.”

“Itu karena Tuan Puteri menyadari ia tidak boleh bermanja-manja walaupun ia sangat disayangi keluarganya, terutama Tuan Muda Frederick dan Oscar.”

“Dapat saya bayangkan, Nanny. Mereka pasti sangat sedih harus menyerahkan adik mereka kepada Tuan Muda Vladimer.”

“Mereka memang sangat sedih. Tetapi mereka pula yang terlihat sangat bahagia dengan pernikahan ini. Saya percaya Tuan Muda Frederick dan Oscar tidak akan pernah menyetujui pernikahan Tuan Puteri andai ia menikah dengan orang lain,” kata Nanny.

“Tuan Puteri memang sangat beruntung, ia sangat disayangi kakak-kakaknya. Tetapi ia lebih beruntung karena dapat menikah dengan orang yang dicintainya.”

“Tuan Muda Vladimer juga sangat beruntung, Miss Mary. Ia dapat menikah dengan Snow Angel yang terkenal sangat sulit didekati itu.”

“Saya menyesal tidak mengetahui apa-apa tentang masalah itu. Andai saya juga mengetahuinya, Tuan Puteri pasti tidak akan menjadi sangat dingin seperti itu.”

“Jangan sedih, Nanny. Tuan Puteri melakukannya pasti karena ia tidak ingin Anda merasa cemas. Ia seorang gadis yang sangat tabah. Saya tidak dapat membayangkan bagaiamana perasaannya ketika membawa Charlemagne ke Gereja St. Augustine dalam cuaca yang sangat buruk.”

“Itulah salah satu kelebihannya yang lain, Miss Mary,” kata Miss Lyne.

Angella menduga Vladimer ingin menghindari tamu-tamu yang masih berada di Ruang Besar dengan membawanya memutari Cardington House menuju kebun belakang yang berhubungan dengan Ruang Perpustakaan.

“Rupanya engkau masih tetap dingin,” kata Angella dengan tersenyum.

Vladimer yang mengetahui apa yang dimaksudkan oleh Angella pura-pura marah, “Jadi begitu, ya. Engkau menganggap aku masih berhati dingin.”

“Engkau menghindari tamu-tamu itu,” kata Angella dengan tenang.

“Kukira aku telah meruntuhkan semua dinding es yang menyelubungi hatimu,” kata Vladimer melihat wajah Angella yang dingin.

“Engkau telah melakukannya. Dinding es itu telah lenyap tanpa bekas,” kata Angella.

“Menurutmu apakah banyak orang yang terkejut mendengar penikahan kita ini?” tanya Vladimer.

“Bila melihat jumlah tamu yang hadir dalam upacara pernikahan kita tadi, aku rasa tidak hanya banyak orang yang terkejut, semua orang akan terkejut.”

Vladimer tertawa mendengar jawaban itu, “Mereka pasti tidak pernah menduga hal ini. Aku pun tidak pernah menduga hal ini akan menjadi kenyataan.”

“Mengapa?”

“Karena banyak pria yang mencoba meruntuhkan dinding es itu tetapi tidak pernah ada yang berhasil.”

“Kasihan, Danny,” kata Angella tiba-tiba.

“Apakah engkau mengasihani Danny karena ia tidak dapat menikah denganmu?”

“Jangan marah, Vladimer. Aku hanya merasa kasihan pada Danny yang tidak dapat menjadi pewaris tunggal Earl of Wicklow.”

“Satu hal dari kelebihanmu yang kusukai adalah engkau selalu penuh perhatian.”

“Aku… aku berharap dapat… lebih memperhatikan… dirimu,” kata Angella perlahan.

“Oh, Angella. Itulah yang kusukai darimu, engkau selalu penuh perhatian kepada siapapun. Engkau telah memberikan banyak kebahagiaan padaku,” kata Vladimer sambil memeluk Angella.

“Sungguh?” tanya Angella tak percaya.

“Sejak engkau masih kecil,” kata Vladimer, “Terlebih lagi sejak saat ini, sejak engkau menjadi milikku untuk selamanya. Aku begitu khawatir engkau akan jatuh ke tangan pria lain karena kecantikanmu.”

“Aku… sangat mencintaimu, Vladimer. Dan aku tidak peduli pada pria lain karena aku hanya mencintaimu,” kata Angella.

“Oh, Angella, engkau tahu? Engkau sangat cantik tadi pagi, aku merasa setiap hari engkau bertambah cantik saja. Dan itu membuat aku semakin mencintaimu.”

“Sejak kapan engkau menjadi pandai merayu?” goda Angella.

“Sejak engkau merayuku,” jawab Vladimer dengan tenang.

“Kapan aku merayumu? Aku tidak pernah merayumu,” protes Angella.

“Setiap hari engkau merayuku dengan wajahmu yang cantik itu dan membuat aku ingin sekali memeluk dan menciummu.”

Vladimer mengatakan itu dengan tenang dan sungguh-sungguh. Dan itu membuat Angella merasa malu.

Angella merasa semakin memerah ketika Vladimer menciumnya dengan lembut sambil terus memandangi matanya.

Mata Vladimer menatap lekat-lekat wajah Angella yang memerah. Ia tersenyum pada Angella yang juga menatap wajahnya dari jarak yang sangat dekat.

“Aku harus mengucapkan terima kasih karena engkau telah mengundang anak-anak Panti Asuhan Gabriel ke mari,” kata Angella mengganti topik.

“Rupanya engkau memang pandai mengalihkan perhatian orang,” kata Vladimer sambil tersenyum yang membuat jantung Angella berdebar semakin kencang, “Aku tahu engkau meminta upacara pernikahan kita itu tidak dilakukan di gereja samping rumahmu melainkan di Gereja St. Augustine itu karena anak-anak itu.”

“Bagaimana engkau mengetahuinya?” tany Angella keheranan.

“Karena sikapmu yang penuh perhatian itu,” kata Vladimer sambil tersenyum.

Sejak awal, Vladimer telah mengetahui Angella meminta upacara itu dilakukan di Gereja St. Augustine karena anak-anak Panti Asuhan Gabriel.

Angella ingin agar setiap orang yang diundang ke upacara yang suci itu mengetahui keadaan Panti Asuhan Gabriel dan membantu Panti Asuhan itu.

“Aku masih ingat Nanny sangat senang hingga menangis ketika Oscar dan Frederick mengatakan kita akan segera menikah,” kata Angella, “Tadi Charlie juga tampak senang, sayang aku tidak melihat Jenny dan Earl of Wicklow.”

“Semua orang juga senang, Angella.”

“Menurutmu, bagaimana kabar mereka?”

“Mereka pasti baik-baik saja, Angella. Engkau tidak perlu khawatir, mereka pasti juga datang tetapi engkau tidak melihatnya.”

“Aku bahagia sekali…, Vladimer, hingga aku… takut semua ini… hanya mimpi,” kata Angella perlahan.

“Ini bukan mimpi, Angella,” kata Vladimer sambil mempererat pelukannya kemudian ia mencium Angella lagi.

Angella merasakan sesuatu yang aneh, yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya menjalari tubuhnya ketika Vladimer menciumnya.

“Aku… mencintaimu,” bisik Angella.

“Sebaiknya aku membawamu masuk sekarang juga daripada nanti kedua saudaramu memarahiku karena engkau sakit,” kata Vladimer sambil membopong Angella.

Angella tersenyum. Dia tahu Vladimer akan membawanya masuk ke dalam kebahagiaan yang tiada batasnya dan tiada orang lain selain mereka berdua. Kebahagiaan abadi yang selalu diidamkannya.

No comments:

Post a Comment