Saturday, April 28, 2007

Kelembutan dalam Baja-Chapter 17

“Aku heran.”

Kakyu mengawasi ketiga kakaknya dan ibunya yang terus berkeliling Quentynna House. Entah apa yang mereka cari, sebentar mereka masuk ke kamar Joannie, sebentar lagi ke kamar Vonnie. Sejak tadi pagi mereka terus keluar masuk kamar tiada henti hingga Kakyu yang melihatnya menjadi pusing.

“Aku yang akan pergi tetapi mengapa kalian yang sejak tadi terlihat sangat bersemangat?”

“Tentu,” kata Vonnie, “Ini pertama kalinya engkau mengenakan gaun, kami ingin engkau tampil paling cantik.”

“Aku pasti terlihat aneh.”

“Tidak mungkin, Kakyu,” kata Lishie, “Kita, kakak-kakakmu ini semua cantik-cantik, mengapa engkau tidak?”

“Sudahlah, Kakyu, engkau pasti tampak cantik,” Marie turut meyakinkan Kakyu. “Sayang Joannie tidak ada di sini. Kalau ia ada di sini, ia pasti dapat membantu kita.”

“Ia pasti akan terkejut kalau nanti melihat Kakyu di pesta.”

“Benar, Lishie. Aku ingin tahu bagaimana pendapatnya tentang ini.”

“Kalian sudah menyiapkan semuanya?”

“Sudah, Mama,” jawab ketika gadis itu serempak.

“Bagus. Sekarang kita harus mendandani Kakyu.”

“Tunggu dulu. Mengapa aku harus bersiap-siap sepagi ini? Pesta itu baru akan berlangsung tiga jam lagi.”

“Sudahlah, Kakyu,” kata Lishie, “Kata Mama, pasti akan sulit mendandanimu, jadi sebaiknya engkau menurut saja.”

Ketiga kakak beradik itu menarik Kakyu ke dalam Kamar Rias dan memulai pekerjaan mereka. Sementara ketiga kakaknya dan ibunya terus menyibukkan diri dengan dandanannya, Kakyu hanya menuruti mereka. Ia tidak tahu apa-apa selain tahu ia pasti akan tampak aneh.

Ternyata dugaan Kakyu salah. Kakyu tampak cantik sekali setelah didandani cukup lama oleh Vonnie, Marie juga Lishie. Tak ketinggalan pula ibu mereka, Lady Xeilan.

“Engkau cantik sekali, Kakyu. Lihatlah bayanganmu di cermin.”

Hanya Kakyu yang merasa aneh melihat dirinya yang sekarang mengenakan gaun yang indah. Rambut merah yang biasanya dibiarkan terurai hingga bahu atau dimasukkan ke dalam topi, kini disanggul rapi.

Kakyu merasa aneh melihatnya, tetapi tidak keempat wanita lainnya.

“Engkau cantik sekali,” ulang Lady Xeilan.

“Benar, Mama. Tak kusangka ternyata Kakyu juga bisa tampak cantik kalau didandani.”

“Lishie, jangan bercanda,” sergah Vonnie kemudian ia bertanya pada Kakyu, “Bagaimana pendapatmu, Kakyu?”

“Aku merasa aneh.”

“Tentu saja,” kata Lady Xeilan, “Engkau terlalu lama mengenakan pakaian laki-laki lalu kini engkau mengenakan gaun. Pasti engkau merasa aneh.”

“Engkau telah siap, Kakyu. Sekarang giliran kami mempersiapkan diri kami.”

“Benar, Marie,” kata Lishie, “Aku akan membantumu. Kalau sudah selesai, engkau harus membantuku.”

“Kalian jangan melupakan aku.”

Ketiga gadis itu bergegas meninggalkan Kamar Rias.

“Engkau cantik sekali, Kakyu.” Untuk kesekian kalinya Lady Xeilan mengucapkan kalimat itu, “Aku senang akhirnya bisa melihatmu mengenakan gaun.”

“Apakah aku tidak nampak aneh?”

“Tidak, Kakyu. Engkau cantik. Lihatlah sendiri bayanganmu di cermin.”

Kakyu juga telah melihatnya dan semakin melihatnya, ia semakin merasa dirinya yang sekarang lucu.

“Mulai sekarang engkau harus mengenakan gaun-gaun seperti ini. Karena itu engkau harus membiasakan diri.”

Kakyu mengangguk.

“Aku akan meninggalkanmu di sini. Aku juga harus mempersiapkan diriku.”

Kamar Rias menjadi sepi setelah kepergian Lady Xeilan. Kakyu hanya duduk memandangi wajah barunya di cermin.

Ketika memaksa Kakyu mengenakan gaun bukan pakaian seragam Kepala Keamanan Istana dalam pesta kemenangan itu, Pangeran Reinald berkata, “Engkau pasti akan semakin cantik kalau mengenakan gaun.”

Kakyu ingin tahu apakah Pangeran masih berkata seperti itu kalau melihatnya nanti.

Kakyu berdiri. Ia harus mulai membiasakan diri berjalan dalam gaun ini.

Mulanya Kakyu memang kesulitan berjalan dengan gaun panjang yang membatasi gerak kakinya, tetapi lama kelamaan Kakyu mulai terbiasa berjalan dengan gaun panjang itu. Setelah berhasil mengelilingi Kamar Rias berulang kali tanpa kesulitan, Kakyu meninggalkan Kamar Rias dan menuju kamarnya.

Di sana, Kakyu duduk di serambi. Kakyu melihat Pegunungan Alpina Dinaria di kejauhan. Ia berharap Kenichi dapat melihatnya saat ini.

“Kakyu!” seseorang berteriak memanggil.

Kakyu segera beranjak dari serambi.

“Ada apa?”

Lishie tampak lega melihat adiknya di ujung tangga. “Aku khawatir engkau menghilang lagi. Engkau benar-benar membuat kami cemas.”

“Aku di kamarku.”

“Sudahlah. Sekarang cepat turun, Kakyu, kita akan segera berangkat.”

“Mama belum keluar, Marie.”

“Mengapa Mama lama sekali?” tanya Vonnie penuh rasa ingin tahu.

Kakyu turun perlahan-lahan menuju tempat kakak-kakaknya berada.

Lishie tersenyum melihat adiknya tampak serba hati-hati dalam setiap langkahnya. “Engkau harus berjalan dengan hati-hati, Kakyu, kalau engkau tidak ingin menginjak gaunmu sendiri.”

Vonnie tertawa. “Bagaimana perasaanmu setelah sekian lama mengenakan seragam prajurit?”

“Aneh.”

“Kami juga merasa aneh melihatmu mengenakan gaun setelah sekian lama engkau mengenakan pakaian seragam, Kakyu. Tetapi percayalah engakau tampak sangat cantik.”

“Apa yang dikatakan Marie benar. Joannie pasti juga berkata seperti itu.”

“Apa yang akan dikatakan Joannie kalau ia melihat Kakyu?”

“Juga Adna,” tambah Lishie, “Aku yakin ia belum tahu kalau Kakyu itu perempuan. Kalian masih ingat bukan, pada saat hari pernikahannya, ia meminta Kakyu menjadi pengiringnya tetapi Kakyu menolak dan akhirnya Pangeran Reinald yang menggantikan Kakyu. Adna waktu itu sangat kecewa, Kakyu. Joannie tidak mau menceritakan apapun tentang rahasia kita ini kepada Adna dan membiarkan suaminya kecewa. Engkau harus berterima kasih pada Joannie, Kakyu.”

“Kalau waktu itu Joannie mengatakannya pada Adna, kita tidak bisa membuat kejutan untuk Adna. Tetapi untung Joannie tidak mengatakannya. Aku yakin hingga kini ia belum mengatakan apa-apa tentang rahasia ini dan kita bisa membuat Adna terkejut.”

“Aku setuju denganmu, Marie. Kira-kira bagaimana reaksi Adna kalau melihatmu, Kakyu?”

“Bukan hanya Adna, Kakyu, tetapi juga semua orang terutama Putri Eleanor,” Lishie mengingatkan, “Kalian ingat Putri Eleanor menyukai Kakyu. Ia pasti sangat sedih kalau tahu Kakyu bukan seorang pria tetapi seorang gadis.”

“Sudah… sudah. Kalau kalian berkumpul seperti ini, aku yakin kita tidak akan berangkat walau hari sudah malam.”

Ketiga gadis itu segera memalingkan kepala ke Jenderal Reyn yang sedang menuruni tangga. Lady Xeilan yang berjalan di sampingnya, tersenyum pada mereka.

“Kalian kalau sudah berkumpul, tidak akan berhenti berbicara kalau tidak menjelang waktu tidur.”

“Kita akan berangkat sekarang?”

“Heran aku melihatmu, Marie. Biasanya engkau tidak suka terburu-buru bukan? Mengapa kali ini engkau terburu-buru?"

“Biarkan saja. Aku memang ingin segera melihat apa yang terjadi kalau semua orang tahu Kakyu adalah seorang gadis. Engkau tidak ingin tahu, Lishie?”

“Aku ingin tahu.”

“Kalau engkau aku tidak bertanya, Vonnie. Tetapi aku yakin saat ini kita semua ingin tahu apa yang akan terjadi. Benarkan, Papa?”

Jenderal Reyn menatap Kakyu lekat-lekat. Mulai dari atas hingga bawah kemudian dengan tersenyum ia berkata, “Benar, Lishie. Aku juga ingin tahu apa yang dikatakan Jenderal Decker kalau melihat Perwira yang selama ini dibanggakannya ternyata seorang gadis yang sangat cantik.” Kemudian dengan nada bersalah yang kental, Jenderal Reyn berkata, “Aku sungguh menyesal, Kakyu. Aku terlalu memaksamu menjadi laki-laki tanpa menyadari engkau sebenarnya seorang gadis yang sangat cantik.”

“Sudahlah, Papa.”

Lishie tiba-tiba tersenyum geli. “Kakyu sudah berubah dari seorang Perwira yang tangguh menjadi seorang gadis yang cantik, tetapi ia tetap dingin-dingin tenang.”

“Apakah engkau tidak lelah terus menjaga ketenanganmu, Kakyu?” tanya Vonnie ingin tahu.

“Sudahlah. Aku sudah berkata berkali-kali kalau kalian sudah berkumpul seperti ini, tidak akan ada kata selesai bagi kalian,” sela Lady Xeilan, “Kalian ingin berangkat atau tidak?”

“Tentu,” jawab ketiga kakak Kakyu serempak.

“Kereta sudah siap?” tanya Lady Xeilan pada seorang pelayan yang membawakan mantel mereka dan topi bagi Jenderal Reyn.

“Sudah.”

Ketiga gadis itu tidak sabar ingin segera tiba di pesta. Mereka berlari-lari menuju halaman tempat kereta kuda menanti mereka.

“Mereka tidak berubah,” kata Lady Xeilan sambil menggelengkan kepalanya.

“Yang berubah hanya Kakyu,” kata Jenderal Reyn, “Engkau berubah menjadi seorang gadis yang sangat cantik, Kakyu. Aku yakin semua orang yang melihatmu akan jatuh cinta.”

“Tetapi apa yang dikatakan Vonnie benar, engkau masih tetap tenang dan pendiam.”

Kakyu hanya tersenyum.

“Mari, Kakyu,” Lady Xeilan mengulurkan tangannya pada Kakyu.

Kakyu menyambut tangan ibunya dan berjalan ke kereta kuda.

Dari dalam kereta, kakak-kakak Kakyu yang sudah tidak sabar lagi, berteriak, “Cepat! Cepat nanti kita terlambat!”

Lady Xeilan hanya tersenyum mendengarnya. Seperti biasa, Kakyu tidak menanggapi dalam bentuk apapun. Ia terus berjalan dengan tenang di samping ibunya sementara ayahnya sudah berlari ke kereta kuda – seperti keinginan ketiga putrinya yang lain.

“Lambat sekali kalian,” keluh Lishie saat akhirnya Lady Xeilan dan Kakyu tiba di sisi kereta.

Mereka hanya tersenyum tanpa perasaan bersalah.


-----0-----



“Mama! Papa! Vonnie! Marie! Lishie!”

Mereka yang baru memasuki Hall Pesta, berpaling ke arah datangnya suara itu.

Joannie berlari mendekat. “Aku rindu pada kalian,” katanya sambil memeluk mereka satu per satu.

Joannie melihat keluarganya satu per satu. “Kakyu di mana?”

“Ia di luar untuk memeriksa keadaan.”

“Dasar, Kakyu! Sampai kapanpun ia tidak akan berhenti memikirkan tugasnya.”

“Tetapi itulah kelebihan Kakyu dibandingkan kalian,” Adna membela Kakyu. Kemudian sambil tersenyum, ia berkata, “Selamat sore, semuanya.”

“Adna!” seru Lishie senang, “Lama tidak berjumpa.”

“Benar. Tak heran kalau Joannie tiba-tiba berlari menjauhiku ketika melihat kalian.”

Suara suaminya yang seperti anak kecil yang sedang marah membuat Joannie tersenyum. “Jangan seperti itu. Aku tidak berlari kepada laki-laki lain. Aku hanya berlari pada keluargaku.”

Lady Xeilan tersenyum mendengarnya. “Tampaknya engkau sudah lebih dewasa setelah menikah, Joannie.”

“Tentu, Mama,” Joannie mengakui, “Aku harus lebih dewasa mulai saat ini.”

“Aku senang mendengarnya,” kata Jenderal Reyn.

“Bagaimana bulan madu kalian?”

“Vonnie! Tidak bisakah engkau berhenti ingin tahu!?”

“Aku hanya ingin tahu, Marie. Apakah itu salah?”

Seseorang yang memasuki Hall Pesta membuat Lishie tidak jadi memarahi kakaknya, sebaliknya ia berkata dengan senang, “Itu Kakyu!”

Joannie terbelalak karenanya. “Itu Kakyu?” tanyanya tak percaya.

“Benar,” jawab ketiga adiknya serempak.

“Ia cantik bukan?”

“Benar, Mama. Ia sangat cantik.”

Adna kebingungan melihat gadis yang mendekati mereka. Siapa gadis itu ia tidak tahu. Walaupun keluarganya telah mengatakan itu adalah Kakyu, ia tidak percaya.

Joannie berlari mendekati Kakyu dan menyambutnya dengan pelukan. “Aku senang akhirnya bisa melihatmu mengenakan gaun, Kakyu.”

Joannie melepaskan pelukannya dan menatap Kakyu lekat-lekat. “Engkau benar-benar cantik, Kakyu. Aku yakin semua orang akan terpesona melihatmu.”

“Mereka pasti tertawa.”

“Siapa yang akan berkata seperti itu? Engkau sangat cantik bahkan aku sendiri merasa kalah cantiknya denganmu.”

Joannie menggandeng Kakyu ke tempat keluarganya menanti. “Kalian benar, ia sangat cantik.”

“Tentu saja. Kalau tidak percuma aku mendandaninya dengan susah payah.”

“Bukan hanya engkau saja, Lishie. Aku, Vonnie juga Mama yang mendandani Kakyu.”

“Tunggu dulu,” sela Adna, “Apa maksud semua ini? Bukankah Kakyu itu seorang pria?”

Vonnie, Marie juga Lishie tersenyum geli sambil saling memandang.

“Bukan, Adna.”

“Apa maksudmu, Joannie?”

“Ia dilahirkan sebagai anak perempuan tetapi aku dengan egoisnya membuat dia menjadi laki-laki,” jawab Jenderal Reyn, “ Sejak lahir, ia kudidik menjadi seorang prajurit dan akhirnya jadilah ia seorang Perwira Tinggi yang termuda juga tertangguh.”

Adna hanya dapat memandangi Kakyu dengan tak percaya.

Kakyu tidak dapat melakukan apa-apa untuk meyakinkan Adna. Ia hanya tersenyum tipis yang membenarkan perkataan ayahnya.

“Aku tidak yakin dapat mempercayai ini,” Adna berterus terang.

“Percayalah, Adna. Inilah kenyataannya, Kakyu adalah satu-satu Perwira Tinggi yang termuda, tertangguh juga satu-satunya prajurit wanita. Ia prajurit wanita pertama di Kerajaan Aqnetta.”

Walau Jenderal Reyn telah meyakinkannya, Adna masih sulit mempercayainya. Ia menatap lekat-lekat wajah gadis di samping istrinya itu sampai akhirnya ia melihat gadis itu benar-benar mirip dengan Kakyu. Bukan hanya mirip tetapi gadis itu adalah Kakyu.

“Aku tidak tahu harus berkata apa,” kata Adna, “Tetapi aku sangat terkejut melihatmu, Kakyu. Siapapun tidak akan ada yang percaya kalau engkau adalah Kakyu si Perwira Muda yang terkenal itu.”

Kakyu hanya tersenyum.

Seseorang tiba-tiba memegang pundak Kakyu sambil berkata, “Tidak ada yang menduganya, bukankah demikian Adna?”

“Pangeran!” seru mereka terkejut.

Kakyu hanya menengadahkan kepalanya pada Pangeran Reinald yang tersenyum padanya sambil berbisik, “Engkau cantik sekali.”

“Aku pinjam Kakyu,” kata Pangeran Reinald. Sebelum seorangpun di antara mereka menjawab pertanyaan itu, Pangeran Reinald telah menggandeng Kakyu menjauh.

“Apa yang ingin dikatakan Pangeran Reinald pada Kakyu?”

“Jangan mulai ingin tahu lagi, Vonnie, karena kita semua memang tidak tahu.”

“Baiklah,” kata Vonnie kecewa.

“Pangeran sudah tahu?” tanya Adna keheranan. “Dari mana ia tahu?”

“Aku tidak tahu. Aku juga baru memikirkannya sekarang. Dari mana Raja Alfonso tahu Kakyu seorang gadis,” kata Jenderal Reyn.

“Aku yakin Kakyu tidak mungkin mengatakan apa-apa pada Raja Alfonso.”

“Aku juga yakin, Xeilan. Sesuatu pasti telah terjadi sehingga mereka mengetahuinya.”

Kakyu yang belum jauh dari tempat orang tuanya berada, masih dapat mendengar percakapan itu dan ia tersenyum. Bagaimana mungkin ia menceritakan kejadian itu pada orang tuanya?

Pangeran juga mendengarnya tetapi ia tidak berkata apa-apa. Ia terus membawa Kakyu menjauhi keramaian.

Di bawah pilar penyangga langit-langit yang besar yang terpencil dari keramaian, Pangeran Reinald baru berhenti.

“Mengapa Anda di sini?”

“Jangan dingin seperti itu, Kakyu. Aku datang untuk menyambutmu.”

“Tetapi Anda seharusnya menanti orang tua Anda.”

“Jangan kauminta aku menanti Eleanor. Gara-gara dia, aku khawatir engkau dibawa pria lain sebelum aku datang. Jangan mengkhawatirkan apapun, tidak akan ada yang marah karena sikapku ini.”

“Tidak akan ada yang membawaku.”

“Benar, karena sekarang ada aku. Tetapi kalau aku tidak ada, aku yakin tak lama lagi seorang pria akan membawamu. Engkau sangat cantik, Kakyu, aku sendiri tidak menduga engkau akan secantik ini – jauh lebih cantik dari apa yang dapat kubayangankan.”

Pangeran Reinald tiba-tiba mencium Kakyu dan membuat ketenangan gadis itu hilang.

“Untuk menyambut dirimu yang cantik,” katanya sambil tersenyum tak bersalah.
Kakyu ingin memarahi Pangeran Reinald, tetapi belum sempat ia melakukannya, penjaga pintu telah berseru, “Paduka Raja Alfonso dan Ratu Ylmeria tiba.”

“Mari,” kata Pangeran Reinald sambil menarik Kakyu.

Pangeran Reinald menyelip di antara orang-orang yang memberi jalan pada Raja Alfonso dan Ratu Ylmeria tetapi ia tidak mengikuti kedua orang tuanya. Seperti tamu yang lain, ia menyambut kedatangan orang tuanya dengan membungkuk hormat.

Raja Alfonso dan Ratu Ylmeria terus berjalan ke depan podium tempat yang telah disediakan untuk mereka. Raja Alfonso tidak duduk di kursi kerajaannya, tetapi ia berdiri di sana dan menghadap para tamunya.

“Aku senang sekali melihat kalian dapat berkumpul di sini dalam pesta kemenangan ini. Sebelum memulai pesta ini, aku ingin menyampaikan beberapa hal,” Raja Alfonso memulai pidatonya, “Seperti yang kalian ketahui pesta ini aku selenggarakan untuk merayakan kemenangan kita atas tertumpasnya Kirshcaverish. Mereka telah mendapatkan hukuman atas tindakan mereka. Ini semua bisa terwujud karena jasa-jasa para Jenderal. Tetapi dari mereka aku mendengar yang paling berjasa adalah Perwira Tinggi yang termuda sekaligus satu-satunya Perwira wanita kita.”

Kakyu terkejut. Ia memandang Pangeran.

“Aku yang memintanya pada Papa,” bisiknya.

“Untuk itu aku mengucapkan kekagumanku padanya. Sebagai satu-satunya Perwira wanita, ia mampu menumpas Kirshcaverish yang telah lama bersarang di Hutan Naullie. Berkat dia, pasukan kita mampu menerobos Hutan Naullie dan mencapai sarang musuh,” Raja Alfonso melajutkan pidatonya, “Kupersilahkan Perwira Muda kita yang cantik maju.”

Lagi-lagi Kakyu melihat Pangeran Reinald dengan bingung.

“Ayolah, Kakyu,” desak Pangeran Reinald.

Kakyu tidak mungkin menghindar lagi apalagi pandangan mata Raja Alfonso jelas-jelas tertuju padanya dan semua yang hadir di pesta itu tahu siapa yang dilihat Raja Alfonso.

Dengan dibimbing Pangeran Reinald, Kakyu maju ke podium tempat Raja Alfonso mengucapkan pidatonya.

Dengan tenangnya, Kakyu menatap Raja Alfonso.

Raja Alfonso tersenyum padanya, “Aku benar-benar mengagumimu, Kakyu. Engkau satu-satunya gadis yang paling tangguh yang pernah kutemui.”

Kakyu tahu ia diharapkan untuk berbicara pada mereka yang terkejut dengan kenyataan ini.

“Saya tidak tahu harus berkata apa, tetapi inilah saya.”

Begitulah Kakyu. Ia memang pendiam dan tenang. Tak heran kalau pidatonyapun hanya sesingkat itu. Tetapi pidato singkat itu cukup padat, jelas, dan yang pasti membuat siapapun yang ada di sana mengerti apa yang dikatakan Raja Alfonso adalah benar.

Raja Alfonso tersenyum pada Kakyu kemudian pada tamu-tamunya. “Demikianlah pidato tersingkat dari Perwira cantik kita. Tak perlu heran kalau pidatonya singkat sekali, ia memang tidak banyak bicara.”

Kakyu mengawasi sekeliling ruangan.

Pangeran Reinald menyadari hal itu. “Ada apa, Kakyu? Engkau mencemaskan keamanan Istana?”

“Bukan.”

“Sudahlah, tidak ada yang perlu kaucemaskan. Semua telah diatur oleh Phil. Sekarang dengarkan bagian terpenting dari pidato ini.”

“Baiklah, sekarang kita kembali pada pokok permasalahan,” Raja Alfonso melanjutkan pidatonya, “Atas jasa-jasanya itu juga atas keinginan putraku, keinginanku dan keinginan Ratu, maka hari ini pula aku meresmikan Perwira cantik ini sebagai tunangan Pangeran Reinald.”

“Pangeran?”

“Bukan Pangeran tapi Reinald,” bisik Pangeran Reinald dengan tersenyum nakal.

“Baiklah, apa maksud dari ini semua?”

“Akan kujelaskan nanti,” katanya masih dengan tersenyum, “Dengarkan dulu pidato ini sampai selesai.”

“Kurasa Paduka tidak akan selesai sebelum nanti waktu makan malam tiba,” kata Kakyu, “Itu berarti kita harus mendengarkan selama kurang lebih satu jam lagi.”

“Engkau bosan? Bukankah engkau terbiasa dengan hal ini?”

“Aku hanya ingin segera mengetahui apa maksud semua ini sesegera mungkin.”

“Jangan khawatir, aku akan mengatakannya padamu. Aku takkan lupa karena ini sangat penting.”

Raja Alfonso melirik keduanya dan membuat mereka diam.

“Karena Kakyu akan menikah dengan Reinald dalam waktu dekat ini, jabatannya sebagai Kepala Keamanan Istana akan diserahkan pada Phil.”

Kali ini Kakyu tidak melihat Pangeran Reinald, yang dilihatnya adalah Phil yang terkejut mendengar pemberitahuan ini.

Seperti Kakyu, ia juga tidak tahu kalau akan ditunjuk menjadi Kepala Keamanan Istana. Kalau Phil terkejut mendengarnya, maka Kakyu tidak. Kakyu tahu dengan kemampuannya saat ini, Phil memang pantas menjadi Kepala Keamanan Istana.

“Karena tidak ada lagi yang harus kusampaikan pada kalian, maka aku mengakhiri pidato ini sampai di sini,” kata Raja Alfonso dengan tak terduga, “Silakan kalian memulai acara dansa.”

“Baru kali ini Papa berpidato sesingkat ini,” kata Pangeran Reinald sambil tersenyum pada Kakyu, “Kurasa ia tertular sikap diammu.”

“Kurasa tidak. Engkau tahu aku selalu diam karena apa.”

Pangeran Reinald memang tahu mengapa Kakyu lebih senang diam.

Gadis itu telah mengatakan, “Suaraku ini sangat berbeda dengan laki-laki. Kalau aku sering berbicara, akan banyak yang curiga padaku. Karenanya aku lebih banyak berdiam diri dan lama-kelamaan hal ini menjadi sifatku yang tidak mungkin berubah lagi.”

Pangeran Reinald kembali membimbing Kakyu menuruni tangga podium yang hanya terdiri dari dua anak tangga itu.

“Aku merasa seperti anak kecil kalau engkau menggandengku seperti ini.”

“Aku khawatir engkau jatuh,” kata Pangeran Reinald sambil mempererat kedua tangannya yang memegang siku Kakyu.

“Aku sudah terbiasa dengan gaun ini.”

“Apakah aku tidak boleh menggandeng gadis yang paling kucintai?”

Kakyu tersenyum sebagai jawabannya dan membiarkan Pangeran Reinald terus membawanya ke lantai dansa.

Harapan Pangeran untuk segera berdansa dengan Kakyu tidak terkabul. Begitu mereka berada di antara tamu-tamu yang lain, banyak yang datang mengerumuni mereka. Kebanyakan adalah para prajurit mulai dari prajurit biasa sampai Jenderal.

Jenderal Decker tampak ragu-ragu menghadapi Kakyu. “Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Tetapi aku benar-benar tidak menyangka engkau adalah Kakyu. Engkau benar-benar cantik, Kakyu.”

Kakyu sudah terbiasa dengan pujian semacam itu. Ia tersenyum yang menambah kecantikkannya sambil berkata, “Terima kasih.”

“Saya rasa Anda sangat beruntung, Pangeran. Anda bukan hanya mendapatkan gadis yang cantik, tenang tetapi juga pandai dalam militer,” tambah Jenderal Erin.

“Ia juga sangat pandai memainkan pedang,” tambah Jenderal Decker, “Aku sering bertanding dengannya tetapi berapa kalipun aku bertanding. Aku selalu kalah, karena tiap kali kemampuannya selalu meningkat.”

“Anda benar-benar beruntung, Pangeran. Perwira tidak hanya akan menjadi istri Anda tetapi juga pelindung Anda,” goda yang lain.

Pangeran Reinald tersenyum sambil melihat Kakyu.

“Saya tidak percaya ini adalah Anda, Perwira,” kata Phil tidak percaya, “Tetapi saya percaya kalau Anda bertunangan dengan Pangeran Reinald. Anda memang sangat cantik.”

“Kalian tidak menduganya, bukan?”

Decker berpaling pada Raja Alfonso yang baru tiba di sana, “Tidak, Paduka. Tidak seorangpun di antara kami yang menduga gadis cantik yang sejak tadi berada di sisi Pangeran ini adalah Kakyu.”

“Tetapi ia sangat cocok untuk putraku yang satu ini, bukan?”

“Benar, Paduka,” jawab Jenderal Decker.

Phil tiba-tiba berkata, “Saya merasa tidak pantas untuk menggantikan Perwira, Paduka.”

“Sudahlah, Phil,” kata Jenderal Decker, “Terima saja. Siapa tahu engkau nanti seperti Kakyu. Dengan dipaksa baru menerima jabatan ini lalu membuat banyak kejutan. Tetapi ini adalah kejutan terbesarnya.”

Kakyu yang dilirik Jenderal Decker hanya diam sambil terus mengawasi sekeliling Hall Pesta.

“Satu yang tidak berubah padanya adalah ia tetap tenang dan pendiam,” kata Pangeran Reinald sambil tersenyum.

“Mengapa kalian masih di sini?” tanya Ratu Ylmeria terkejut, “Mengapa kalian tidak berdansa seperti yang lainnya?”

“Benar, kita tidak boleh menghalangi kalian lagi,” kata Jenderal Decker, “Kita tidak boleh menganggu pasangan yang sedang berbahagia ini.”

“Mari, Kakyu,” kata Raja Alfonso sambil mengulurkan tangannya.

“Alfonso, apa yang kaulakukan?” tanya Ratu Ylmeria terkejut, “Mengapa tidak kaubiarkan mereka berdua?”

“Aku ingin menjadi pria pertama yang berdansa dengan Perwira cantik ini,” kata Raja Alfonso sambil tersenyum, “Kalau aku masih muda, Reinald, aku pasti akan merebutnya darimu.”

Pangeran Reinald tersenyum, “Tetapi sayang sekarang aku adalah tunangannya.”

“Engkau tidak membiarkan ayahmu berdansa dengan tunanganmu?”

“Kalau aku tidak membiarkannya berdansa dengan pria lain, maka aku juga tidak akan membiarkannya berdansa dengan Papa,” kata Pangeran Reinald sambil melarikan Kakyu ke lantai dansa.

Raja kecewa karenanya.

“Tak heran kalau Reinald begitu terburu-buru ingin segera menikah dengan Kakyu,” kata Ratu Ylmeria sambil tersenyum, “Kakyu baru saja muncul sebagai dirinya sendiri tetapi sudah diperebutkan oleh anak dan ayah.”

“Kakyu memang cantik, Paduka Ratu. Ia memiliki apa yang tidak mungkin kita temukan pada gadis lain,” kata Kapten Gwen, “Kalau ia belum bertunangan dengan Pangeran Reinald, saya yakin banyak pria yang akan berusaha merebut hatinya.”

“Tindakan Pangeran Reinald memang benar,” tambah Jenderal Erin, “Saya juga tidak akan melepaskan Kakyu kepada pria lain kalau saya yang menjadi tunangannya.”

“Rupanya Kakyu selalu dikagumi orang,” kata Ratu Ylmeria sambil tersenyum, “Sebagai pria, ia banyak dikagumi para gadis. Sebagai gadis, ia banyak dikagumi oleh para pria.”

“Ia memang akan selalu dikagumi setiap orang, Ylmeria,” kata Raja Alfonso, “Sekarang maukah engkau menemaniku berdansa?”

Ratu Ylmeria menyambut tangan suaminya. Ia tahu keinginan suaminya adalah mendekati putra mereka dan Kakyu.

Tetapi sayang, ketika Raja dan Ratu tiba di lantai dansa, keduanya telah menepi. Bukan karena mereka lelah, tetapi karena Kakyu tiba-tiba teringat lagi pada Putri Eleanor.

“Bagaimana keadaan Putri?” tanyanya cemas sambil terus melihat sekeliling Hall Pesta.

Pangeran Reinald yang sejak tadi merasakan kecemasan Kakyu berkata, “Jadi sejak tadi itukah yang kaucemaskan?”

Kakyu mengangguk.

“Jangan khawatir, ia baik-baik saja.”

“Engkau yakin? Aku tidak tahu apakah ia dapat menerima kenyataan ini.”

“Jadi engkau tahu ia mencintaimu?”

“Tentu saja aku tahu, Reinald. Sikapnya benar-benar menunjukkan perasaannya padaku.”

Walaupun berdiri di belakang Kakyu, Pangeran Reinald dapat melihat kecemasan Kakyu. Ia mengerti gadis itu benar-benar mencemaskan adiknya. Ia melingkarkan tangannya di sekeliling pinggang Kakyu.

Kakyu memalingkan kepalanya ke belakang.

“Jangan cemas. Mama telah mempersiapkannya untuk menghadapi hal ini.”

“Mengapa aku tidak melihatnya?”

“Ia pasti terlambat. Ketika aku menuju ke tempat ini, ia masih sibuk berdandan. Kurasa ia sudah ada di sini, hanya saja kita tidak melihatnya.”

Pangeran tiba-tiba tersenyum ketika melihat seorang gadis berusaha menerobos orang-orang yang sibuk berdansa di lantai dansa. “Lihat saja. Kita baru saja membicarakannya, sekarang ia sudah menuju ke sini.”

“Di mana?” Kakyu mencari-cari.

“Di sana,” kata Pangeran Reinald, “Ia pasti akan segera tiba di sini.”

Setelah mencari dan mencari, Kakyu akhirnya melihat Putri Eleanor yang terus berjalan mendekat.

Wajah ceria Putri Eleanor membuat Kakyu lega. Wajah itu tidak menunjukkan perasaan sedih yang mendalam, Kakyu tahu keceriaan di wajah itu bukan keceriaan yang dibuat-buat. Ia telah mengenali sifat Putri Eleanor dengan baik.

“Dari mana saja engkau?” tanya Pangeran Reinald begitu adiknya dekat.

“Aku baru saja berbicara dengan keluarga Quentynna,” kata Putri Eleanor, “Mereka sangat terkejut dengan pertunangan kalian. Engkau belum memberitahu mereka, Kakyu?”

“Bagaimana ia bisa memberitahu keluarganya kalau ia sendiri tidak tahu?”

“Pantas saja,” kata Putri Eleanor, “Begitu mendengar Papa mengumumkan pertunangan kalian, Vonnie ingin tahu mengapa engkau menyembunyikan hal ini dari mereka. Marie juga Lishie hingga saat ini tidak berhenti membicarakan kalian berdua. Aku kasihan melhat Lady Xeilan. Ia berusaha keras menenangkan ketiga putrinya juga Joannie. Adna sendiri sampai kerepotan berusaha menghentikan keempat kakak beradik itu. Sebaiknya kalian melakukan sesuatu terhadap mereka, mereka terus berbicara tiada henti.”

“Seperti engkau,” sahut Pangeran Reinald.

“Reinald, aku bersungguh-sungguh,” kata Putri Eleanor jengkel, “Kurasa semua orang membicarakan kalian saat ini sampai-sampai aku pusing mendengarnya.”

Kakyu lega mendengar perkataan Putri Eleanor yang sama sekali tidak menunjukkan ia patah hati. Tetapi ia kembali cemas ketika Putri Eleanor tiba-tiba berkata, “Andaikan saja engkau benar-benar seorang pria, Kakyu.”

“Putri…”

“Jangan khawatir,” kata Putri Eleanor sambil tersenyum, “Aku tidak apa-apa. Aku memang sangat terkejut ketika Mama mengatakannya. Tetapi sekarang aku sudah tidak apa-apa. Aku berjanji aku akan menemukan pria yang setangguh dirimu.”

“Kalian di sini rupanya,” kata Raja Alfonso.

“Mengapa kalian tidak berdansa?”

“Kakyu mengkhawatirkan Eleanor, Mama. Tetapi sekarang sudah tidak lagi.”

“Mengapa kalian tampak…,” Putri Eleanor tidak dapat mengungkapkan wajah kedua orang tuanya yang tampak pusing dan lelah, “Tampak…”

“Pusing dan lelah, maksudmu?” sahut Ratu Ylmeria.

“Benar.”

“Aku pusing mendengar setiap orang membicarakan kalian, kakakmu dan Kakyu. Mereka tiada henti-hentinya bertanya padaku,” keluh Raja Alfonso, “Kalau aku tahu kalian akan menimbulkan masalah seperti ini, aku tidak akan mengumumkan apapun tentang kalian.”

“Aku benar, bukan,” kata Putri Eleanor, “Semua orang membicarakan kalian. kalian harus melakukan sesuatu.”

“Apa yang harus kulakukan, Eleanor?” tanya Pangeran Reinald, “Aku yakin judul utama dalam koran esok, ‘Perwira Muda Kakyu yang cantik membuat hati setiap gadis hancur’.”

“Reinald,” Kakyu menghentikan gurauan Reinald.
“Aku mengerti, Kakyu. Tetapi apa yang dapat kulakukan? Aku tidak mungkin menghentikan mereka, yang bisa kulakukan hanya membawamu pergi.”

Pangeran membuktikan kata-katanya dengan menarik Kakyu menjauh keluarganya. “Selamat malam,” katanya sambil tersenyum.

Pangeran Reinald membawa Kakyu ke taman Istana yang sepi.

“Akhirnya aku bisa benar-benar berdua denganmu tanpa ada yang harus dikhawatirkan lagi.”

“Engkau membuat orang tuamu jengkel, Reinald.”

“Engkau juga sering membuat mereka jengkel dengan sikap diammu. Sekarang kita tidak perlu memikirkan mereka semua selain kita sendiri.”

“Hanya kita, tidak ada orang lain,” Pangeran menegaskan.

“Baiklah,” kata Kakyu kemudian ia mengingatkan Pangeran pada pertanyaan yang belum dijawabnya, “Mula-mula aku ingin engkau menerangkan arti semua ini.”

“Tidakkah engkau menyadarinya setelah apa yang dikatakan Eleanor?”

“Menyadari apa?”

Pangeran Reinald memeluk Kakyu, “Engkau benar-benar harus dijaga ketat, Kakyu. Engkau sedemikian cantiknya hingga semua orang langsung membicarakanmu begitu tahu siapa engkau. Aku dapat membayangkan apa yang akan terjadi kalau aku tidak segera meminta Papa mengumumkan pertunanganku denganmu. Aku tidak mungkin membiarkan engkau jatuh ke tangan pria lain.”

Kakyu tersenyum. “Aku tidak mungkin mencintai orang lain, Reinald.”

“Benar?”

“Benar,” Kakyu meyakinkan Pangeran Reinald, “Engkau orang pertama yang menemukanku dan selamanya akan kucintai. Selamanya.”

Pangeran Reinald menyambut kata-kata Kakyu dengan ciuman panjang yang tiada pernah berakhir seperti cinta mereka.

1 comment:

  1. mbak nya..
    saya mnjumpai novel karya mbaknya ini di wattpad, tapi nama akunnya gak berkaitan dengan mbak atau blog ini, fyi aja sih...

    ReplyDelete