Friday, April 13, 2007

Kelembutan dalam Baja-Chapter 1

Suasana ramai di Hall Istana Vezuza menjadi sunyi tatkala seorang pemuda dalam pakaian seragamnya yang berwarna putih kebiru-biruan, melintasi Hall dengan terburu-buru.

Pedang panjangnya terayun-ayun seiring dengan langkah kakinya yang lebar. Wajahnya menampakkan ketegangan hatinya.

Entah apa yang membuat pemuda tampan itu begitu tegang. Tak seorangpun di Hall itu yang tahu dan tak seorangpun yang ingin tahu. Semua orang di sana hanya ingin tahu apa yang akan dilakukan pemuda tampan namun dingin itu kepada Putri Eleanor yang mendekatinya.

“Selamat pagi, Kakyu,” sapa Putri Eleanor sambil tersenyum manis.

Kakyu tahu apa yang diharapkan Putri cantik itu dari dirinya. Dengan sopan, ia meraih tangan Putri Eleanor dan menciumnya sambil berkata, “Selamat pagi, Tuan Puteri.”

“Apa yang membuatmu terburu-buru, Kakyu?”

“Maafkan saya, Tuan Puteri,” kata Kakyu, “Saya tidak dapat memberitahu Anda.”

“Apakah engkau benar-benar ingin segera bertemu Papa?” tanya Putri Eleanor – meyakinkan dirinya sendiri.

“Benar, Tuan Puteri.”

“Apakah terjadi sesuatu pada Istana?” selidik Putri Eleanor.

“Tidak, Tuan Puteri.”

Putri Eleanor jengkel terus menerus menerima jawaban singkat. Walaupun begitu ia tidak menampakkannya.

Semua orang tahu Kakyu adalah seorang pemuda yang tampan dan dingin. Kata-katanya memang tidak pernah terdengar dingin tapi sikapnya yang selalu menjauhi keramaian, menampakkan kedinginan hatinya.

Menghadapi segala macam pertanyaan pun, Kakyu bersikap dingin. Pertanyaan apa pun selalu dijawabnya dengan singkat.

Kakyu benar-benar seorang pemuda tampan yang dingin.

Walaupun begitu banyak gadis yang tergila-gila padanya. Bukan hanya karena ketampanannya, tapi juga karena ketangguhannya.

Semua orang di Kerajaan Aqnetta tahu Kakyu adalah Perwira Tinggi yang termuda di kerajaan ini. Pada usianya yang masih sangat muda ini, Kakyu telah menduduki sebuah posisi yang cukup penting di Kerajaan Aqnetta dan yang paling penting di Istana Vezuza, yaitu Kepala Keamanan Istana.

Hal ini tidaklah mengherankan.

Sebagai putra Jenderal Reyn yang terkenal tangguh walaupun usianya telah tua, sejak kecil Kakyu telah dididik dengan keras oleh ayahnya agar dapat menggantikannya menjaga keamanan kerajaan ini.

Setiap hari dilalui Kakyu dengan berlatih pedang dengan ayahnya. Setiap hari pula Jenderal Reyn mengajarkan kepandaian taktik perangnya kepada putranya.

Walaupun itu berarti Kakyu harus belajar keras setiap hari untuk menjadi seorang prajurit yang tangguh seperti ayahnya, Kakyu tidak pernah mengeluh. Malahan Kakyu menyukainya.

Jenderal Reyn sangat senang ketika mengetahui putranya senang memainkan pedangnya. Dan ia lebih senang lagi ketika menyadari putranya berbakat dalam ilmu perang serta cepat menguasainya.

Melihatnya, Jenderal Reyn menjadi tidak sabar.

Ketika usia Kakyu mencapai empat belas tahun, Jenderal Reyn yang saat itu telah menduduki posisi sebagai Jenderal Angkatan Darat, meminta kepada Jenderal Tertinggi Kerajaan Aqnetta, Jenderal Decker untuk memasukkan Kakyu sebagai pasukan pengawal Istana.

Tentu saja Jenderal Decker merasa terkejut dengan permintaan itu. Dari beberapa kali perjumpaannya dengan Kakyu, Jenderal Decker tahu pemuda itu adalah seorang prajurit yang tangguh walau usianya masih muda.

Jenderal Decker tahu Kakyu cukup tangguh untuk menjadi prajurit Istana, tapi tidak saat ini. Usia Kakyu masih terlalu muda untuk dapat menjadi prajurit apalagi menjadi prajurit Istana yang bertugas menjaga keamanan dan keselamatan setiap penghuni Istana khususnya keluarga Raja.

Jenderal yang telah mengenal Kakyu itu juga tahu Kakyu adalah pemuda yang sopan dan pendiam. Pemuda itu takkan mencari apalagi menimbulkan masalah selama ia berada di Istana Vezuza.

Segala sesuatu pada pemuda itu memenuhi syarat untuk menjadi satu dari pasukan penjaga Istana. Semuanya baik kemahirannya memainkan pedang maupun sikapnya yang dingin-dingin tenang.

Jenderal Decker sering bertanding pedang dengan Kakyu di saat ia mengunjungi rumah Jenderal Reyn, Quentynna House. Dan dari setiap pertandingan itu, ia tahu ketangguhan pemuda itu tidak perlu diragukan lagi.

Ketangguhan pemuda itu terus meningkat dari hari ke hari.

Dengan berbekal keyakinan itu, Jenderal Decker mengajukan permintaan itu kepada Raja Alfonso.

Seperti halnya dengan Jenderal Decker, Raja Alfonso juga terkejut dengan permintaan Jenderal Reyn itu.

Jenderal Decker tahu Raja yang tidak pernah mengenal Kakyu itu meragukan kemampuan Kakyu dalam usianya yang tergolong sangat muda itu.

Untuk menghilangkan keraguan Raja Alfonso itu, Jenderal Decker mengusulkan diadakannya suatu ujian untuk menguji ketangguhan Kakyu di hadapan Raja sendiri.

Raja Alfonso menyetujui usul itu.

Keesokan paginya, Kakyu telah berdiri di hadapan Raja Alfonso. Kakyu telah siap menghadapi setiap ujian Raja di halaman Istana Vezuza yang sangat luas.

Walaupun tahu hari ini takkan dilewatinya dengan mudah, Kakyu tetap tampak tenang.

Ketenangan di wajah muda Kakyu itu membuat Raja menyukai Kakyu apalagi mata hijaunya yang membara seperti rambut merahnya. Raja Alfonso menyukai semangat yang tampak di wajah tenang pemuda itu.

Tapi hal itu tidak cukup untuk membuat Alfonso mengurungkan niatnya menguji ketangguhan Kakyu.

Seharusnya Raja tidak perlu meragukan ketangguhan Kakyu. Dengan mudahnya, Kakyu melewati setiap rintangan yang menghalanginya.

Kakyu sama sekali tidak gentar tatkala ia harus menghadapi sejumlah pasukan Istana yang lebih tua sepuluh tahun bahkan lebih darinya. Walupun tahu lawan yang dihadapinya lebih kuat dan lebih berpengalaman darinya, Kakyu tetap tampak tenang. Dengan gerakannya yang lincah dan cepat, Kakyu menjatuhkan lawannya satu per satu tanpa kesulitan.

Ketangguhan Kakyu telah terbukti tapi Raja Alfonso tetap tidak puas. Dan sepertinya Raja tidak pernah puas menguji Kakyu.

Walaupun Raja Alfonso telah memasukkan Kakyu menjadi seorang prajurit Istana, Raja Alfonso tetap sering menyuruh Kakyu melakukan berbagai hal yang aneh untuk menguji pemuda itu.

Bahkan sesaat sebelum Raja Alfonso mengakui ketangguhan Kakyu, Raja menyuruh Kakyu melakukan hal yang paling aneh yang membuat Jenderal Decker dan ayah Kakyu serta pejabat-pejabat kerajaan lainnya terkejut.

Bagaimana mungkin mereka tidak terkejut mendengar Raja berkata,

“Sebelum aku mengatakan sesuatu tentang ketangguhanmu, aku ingin mengujimu sekali lagi,” kata Raja Alfonso sambil menatap wajah tenang Kakyu, “Aku ingin engkau mencuri mahkota kerajaanku di Ruang Mahkota.”

Satu-satunya orang yang tidak terkejut mendengar kata-kata Raja itu hanya Kakyu seorang. Dengan sopan ia berkata, “Baik, Paduka.”

Raja tersenyum mendengar jawaban tegas itu. “Engkau harus tahu, engkau tidak akan memasuki Istana dengan mudah,” kata Raja, “Kamu akan menyambut kedatanganmu dengan strategi. Anggap saja ini seperti latihan menyusup ke sarang musuh.”

“Saya mengerti, Paduka.”

“Ingat, engkau harus dapat mencuri mahkotaku tanpa diketahui siapapun. Engkau juga tidak boleh meminta bantuan siapapun walaupun orang itu adalah ayahmu.”

“Baik, Paduka.”

“Engkau juga harus tahu engkau tidak akan mengetahui seluk beluk Istana ini sebelum engkau menyusup masuk.”

Sekali lagi Raja Alfonso membuat semua orang di sekitarnya terkejut, kecuali Kakyu.

Semua orang termasuk Jenderal Decker dan Jenderal Reyn yang mengetahui ketangguhan pemuda itu, meragukan kemampuan Kakyu menyusup ke dalam Istana Vezuza tanpa mengetahui apapun tentang Istana Vezuza sekaligus menghadapi strategi yang akan dibuat untuk mempertahankan mahkota dan mencegah Kakyu memasuki Istana Vezuza.

Jelas ini adalah kali pertama Kakyu memasuki Istana. Dan sangat jelas Raja akan mempersiapkan strategi yang sulit ditembus siapapun khususnya Kakyu yang masih muda, bersama para Jenderal.

“Saya mengerti, Paduka.”

Raja tersenyum jengkel mendengar jawaban singkat dari pemuda itu untuk kesekian kalinya.

“Tidak dapatkah engkau mengatakan yang lain selain ‘Baik, Paduka’ ataupun ‘Saya mengerti, Paduka'?”

“Tidak, Paduka,” jawab Kakyu jujur.

Rajan terkesan melihat kejujuran pemuda di hadapannya yang masih berdiri dengan semangat membara walaupun sepanjang siang ia telah melalui berbagai rintangan yang melelahkan.

Melihat semangat Kakyu yang tiada kunjung padam itu, Raja semakin ingin menguji, menguji dan menguji Kakyu. Raja tahu ia takkan pernah puas menguji Kakyu.

“Baiklah, Kakyu, aku tidak akan menahanmu lagi. Bersiap-siaplah, Kakyu,” kata Raja, “Tentukan sendiri kapan engkau memasuki Istana, tapi ingat satu hal. Sebelum waktu makan malam tiba, engkau harus sudah mengambil mahkota itu dan itu berarti waktumu akan semakin sempit kalau engkau tidak segera bersiap-siap.”

“Saya mengerti, Paduka.”

“Ingat, Kakyu, engkau baru boleh memasuki Istana tiga jam lagi.”

Untuk kesekian kalinya para pejabat itu terkejut mendengar perkataan Raja. Saat ini matahari mulai mendekati peraduannya dan tiga jam lagi matahari telah sampai di peraduannya. Itu berarti Kakyu harus menyusup ke dalam Istana pada malam hari.

Para pejabat semakin meragukan kemampuan Kakyu. Ketidaktahuan tentang seluk beluk Istana ditambah harus menghadapi strategi pertahanan yang sulit ditembus saja sudah membuat Kakyu kesulitan apalagi masih ditambah suasana malam yang gelap.

Setiap orang di sana meragukan keberhasilan Kakyu terlebih lagi saat mereka melihat semangat Raja yang begitu besar untuk membuat strategi pertahanan yang kuat.

Baru kali ini mereka melihat Raja Alfonso yang baik hati begitu bersemangat menguji seseorang apalagi orang itu masih berusia empat belas tahun.

Hari-hari berikutnya setelah Kakyu menjadi pasukan Istana, mereka tetap merasa heran melihat semangat menguji Raja tetap besar.

Mereka mengerti mengapa Raja bisa sedemikian bersemangatnya untuk terus menguji Kakyu.

Ketangguhan dan kepandaian Kakyu dalam menghadapi strategi perang tidak perlu diragukan lagi. Raja sendiri telah mengakuinya ketika Kakyu menyerahkan mahkota kerajaan itu padanya.

Semua orang menganggap Kakyu telah gagal ketika sampai saat makan malam tiba, Kakyu belum juga muncul beserta mahkota curiannya. Bahkan prajurit yang menjaga Ruang Mahkota pun belum melaporkan hilangnya mahkota dari ruangan itu.

Tak heran bila mereka sangat terkejut ketika Kakyu tiba-tiba melompat dari ujung tirai jendela yang tinggi beserta mahkota kerajaan yang asli di tangannya.

Tanpa banyak berbicara, Kakyu menyerahkan mahkota itu kepada Raja Alfonso.

“Bagaimana engkau bisa tahu letak mahkota yang asli ini?” tanya Raja Alfonso keheranan.

Raja mengamati mahkota di tangannya. Sekali melihat saja, ia tahu mahkota yang dibawa Kakyu adalah yang asli bukan mahkota palsu yang sengaja diletakkannya di Ruang Mahkota.

Jelas tidak seorangpun dari mereka yang menyusun strategi itu yang memberitahu Kakyu. Sejak mereka selesai mempersiapkan strategi itu, tidak seorangpun dari mereka yang beranjak dari sisi Raja.

Bersama-sama mereka menanti perkembangan yang terjadi dari pasukan yang telah siap di tempat mereka masing-masing. Sejak menyusun strategi itu mereka terus menanti Kakyu di Ruang Perundingan hingga tiba saat makan malam ini.

“Tuan rumah tidak akan memberitahu letak harta bendanya pada orang yang diketahuinya sebagai pencuri,” kata Kakyu tenang.

Sejak awal Kakyu sudah tahu mahkota itu tidak mungkin diletakkan di Ruang Mahkota seperti kata Raja, tapi Kakyu tidak tahu di mana Raja akan meletakkan mahkota asli itu.

Baru ketika melihat Ruang Tahta itulah Kakyu menduga mahkota itu ada di Ruang Tahta. Kakyu beruntung dugaannya tepat.

Raja tidak tahu harus berbuat apa. Yang pasti Raja senang sekaligus kagum pada Kakyu yang dapat menyelesaikan tugas beratnya tanpa kesulitan.

“Aku sangat mengagumi ketangguhanmu, Kakyu, hingga aku tidak tahu harus berbuat apa,” kata Raja, “Tampaknya aku harus mengakui kemampuanmu, Kakyu. Engkau telah menembus strategi pertahanan terbaikku tanpa kesulitan. Aku tidak tahu bagaimana engkau mengetahui letak mahkota asli ini, tapi aku mengakui kecerdasanmu itu.”

“Terima kasih, Paduka,” kata Kakyu singkat.

Jenderal Reyn bangga pada putranya. Di matanya putranya ini memang tangguh dan tidak perlu diragukan lagi kemampuannya.

“Kau tidak memasuk Istana dengan cara itu, bukan?” tanya Jenderal Reyn tiba-tiba.

“Maafkan aku, Papa.”

“Kau tahu itu bahaya, mengapa engkau melakukannya?”

Kecemasan Jenderal Reyn membuat Raja Alfonso tertarik. “Apa yang kaucemaskan, Reyn? Putramu telah membuktikan kemampuannya dengan menembus strategi kita.”

“Cara apa yang kaumaksudkan, Reyn?” tanya Jenderal Decker ingin tahu.

“Menyusup lewat atap rumah,” kata Jenderal Reyn.

“Apa!?”

Seruan terkejut semua orang di ruangan itu tidak menganggu ketenangan Kakyu.

“Setiap kali aku menyuruhnya menyusup ke dalam rumah, Kakyu selalu melewati atap,” Jenderal Reyn memperjelas, “Dan setiap kali pula aku telah menasehatinya tapi ia tidak pernah mendengarkanku.”

“Maafkan aku, Papa,” kata Kakyu tenang.

“Sudahlah, aku tahu engkau memang senang menantang bahaya.”

“Sudahlah, Reyn. Jangan kaumarahi lagi putramu. Ia memang benar. Kita tidak memikirkan kemungkinan ia menyusup melalui atap dan ia berhasil karena kecerdikannya itu,” kata Raja Alfonso, “Duduklah, Kakyu, aku ingin tahu bagaimana caramu menyusup ke dalam Istana tanpa diketahui siapapun.”

“Papa!”

Seseorang tiba-tiba berseru di pintu.

Semua mata tertuju pada arah datangnya suara itu dan membungkuk memberi hormat ketika gadis kecil itu memasuki ruangan, tak terkecuali Kakyu yang baru pertama kali berjumpa Putri Eleanor.

“Papa, mengapa banyak prajurit yang memenuhi Istana?” tanya Putri Eleanor, “Apakah terjadi sesuatu?”

“Tidak, Eleanor,” kata Raja Alfonso, “Aku hanya ingin menguji seorang pemuda.”

“Ia berhasil?” tanya Putri Eleanor tertarik.

“Tentu saja, Eleanor. Bagaimana mungkin putra Jenderal Reyn yang hebat, gagal melewati ujian ini,” kata Raja.

“Putra Jenderal Reyn?” tanya Putri Eleanor semakin tertarik, “Di mana dia?”

“Ia berada tepat di sampingku,” kata Raja Alfonso sambil menarik Kakyu ke depannya. “Kukenalkan padamu, Eleanor, pemuda terhebat yang pernah kutemui, Kakyu.”

Itulah pertama kalinya Putri Eleanor bertemu Kakyu. Dan semua orang tahu sejak saat itu Putri Eleanor yang hanya setahun lebih muda dari Kakyu, menyukai pemuda itu.

Walaupun tidak ada yang tahu pasti, tapi semua orang tahu Kakyu menjadi pengawal pribadi Putri Eleanor, atas permintaan Putri Eleanor sendiri.

Sejak menjadi pengawal Putri Eleanor, semakin banyak orang yang mengenali Kakyu. Seiring dengan itu semakin banyak pula orang yang mengagumi pemuda tampan itu.

Sebelumnya Jenderal Reyn memang tidak pernah melarang Kakyu meninggalkan Quentynna House, tapi Kakyu sendiri yang lebih senang berlatih di Quentynna House atau di tempat lain yang jauh dari keramaian.

Memang tidak setiap hari Kakyu berada di Quentynna House, ia juga sering meninggalkan Quentynna House untuk berkuda serta berburu di hutan-hutan. Tapi karena sifat Kakyu yang pada dasarnya pendiam, tidak banyak yang tahu tentang pemuda itu.

Sifat pendiam Kakyu tetap melekat pada diri pemuda itu walau ia terus berada di samping Putri Eleanor yang tidak henti-hentinya mengusik ketenangan pemuda itu. Ada-ada saja yang dilakukan Putri Eleanor untuk merepotkan Kakyu. Sebentar ia mengajak Kakyu bermain. Tak lama kemudian ia memaksa Kakyu menemaninya berjalan-jalan.

Masih belum cukup kerepotan yang ditimbulkan Putri itu, Raja Alfonso masih menambahi kerepotan Kakyu dengan menyuruhnya melakukan hal yang aneh-aneh. Ada saja yang dilakukan Raja Alfonso untuk menguji pemuda itu.

Ratu yang melihatnya, merasa baik Raja maupun Putri sedang mempermainkan Kakyu dan tampaknya mereka senang melakukannya.

Diam-diam Ratu merasa kagum pada kelincahan Kakyu dalam menghadapi setiap perintah suami maupun putrinya.

Melihat sikap Kakyu yang tetap tenang walaupun tugas yang diterimanya sangat berat, Ratu Ylmeria yakin putranya yang masih berada di Inggris juga akan mengagumi pemuda itu.

Kakak Putri Eleanor, Pangeran Reinald yang lebih tua sembilan tahu dari Putri Eleanor, dikirim ke Inggris oleh Raja Alfonso sepuluh tahun yang lalu. Pangeran Reinald berada di Inggris bukan untuk bersenang-senang melainkan untuk bersekolah dii Oxford.

Sebelum Pangeran Reinald berangkat, Pangeran tidak pernah bertemu Kakyu. Tapi Ratu sangat yakin seperti halnya setiap orang di Istana Vezuza, Pangeran Reinald juga akan mengagumi Kakyu.

Ratu Ylmeria juga sangat yakin Pangeran dan Kakyu akan dapat menjadi teman baik.

Walaupun Kakyu masih muda, ia nampak dewasa dengan sikap dingin-dingin tenangnya itu. Kelakuan Kakyupun tidak perlu diragukan lagi, Kakyu sangat sopan dan dibalik sikap dingin-dingin tenangnya, ia menyimpan keramahannya.

Ratu tahu bukan itu yang membuat Raja gemar mempermainkan Kakyu.

Kecerdasan yang didukung kelincahan Kakyu dalam usianya yang masih sangat muda itulah yang menyebabkannya.

Suatu hari yang cerah di musim semi, Raja Alfonso berencana berburu di hutan di kaki Pegunungan Alpina Dinaria.

Putri Eleanor yang mengetahui rencana ayahnya ini tidak mau ketinggalan.

Mulanya Raja melarang putrinya ikut, tapi Raja segera mengubah keputusannya itu saat ia mendapat ide untuk mempermainkan Kakyu lagi.

Raja belum pernah bertanding sendiri dengan Kakyu, karena itu ia berniat mewujudkan keinginannya itu di Hutan Naullie yang masih lebat dan berbahaya dengan binatang buasnya.

Seperti biasanya, Kakyu tampak tenang menghadapi tantangan Raja Alfonso itu.

Kakyu bukan pemuda yang bayak dikagumi orang bila ia tidak berani menerima tantangan itu apalagi di Hutan Naullie yang paling sering dikunjunginya.

Jarak antara Chiatchamo dan Naullie yang biasanya ditempuh dalam satu setengah hari berkuda, biasanya dicapai Kakyu dalam waktu kurang dari satu hari.

Tapi kali ini ia tidak pergi ke Naullie sendirian. Ada rombongan kerajaan yang harus dikawal dan dijaganya.

Begitu mereka sampai di Hutan Naullie, Raja segera menyuruh prajurit mencari tanah yang lapang untuk mendirikan tenda. Karena tidak mungkin membangun tenda di hutan yang lebat itu, mereka mendirikannya di depan hutan itu. Hanya perlu berjalan kurang lebih sepuluh meter untuk mencapai tepi Hutan Naullie.

Rupanya kali ini Raja Alfonso benar-benar tidak sabar ingin segera mempermainkan Kakyu.

Begitu tenda berdiri, Raja segera memerintahkan pasukannya untuk bersiap-siap berburu tanpa mempedulikan kelelahan mereka setelah seharian berkuda lalu mendirikan tenda.

Walau keinginan Raja kali ini terkesan keterlaluan, mereka semua mematuhinya. Bukan karena mereka tidak berani menasehati Raja Alfonso untuk tidak melakukannya, tapi karena mereka mengerti keinginan Raja itu.

Biasanya tugas atau orang suruhan Raja yang menguji Kakyu, kali ini Raja Alfonso sendiri yang akan menguji pemuda itu. Dan itu membuat Raja menjadi tidak sabar.

Lain halnya dengan Kakyu.

Sejak awal Raja Alfonso mengajaknya berburu di Hutan Naullie, Kakyu berniat untuk tidak menunjukkan apapun kepada Raja. Dengan kata lain sejak awal mula Kakyu berniat mengalah kepada Raja.

Dalam pikiran Kakyu, tidak pantas ia yang masih muda ini mengalahkan orang yang telah tua dan lebih berpengalaman darinya. Apalagi orang itu seorang Raja.

Tapi bukan karena itu saja Kakyu menolak menggunakan senapan berburu. Tapi karena Kakyu sendiri memang tidak senang berburu.

Kakyu tidak senang memburu binatang hanya untuk kesenangan sendiri. Perburuan yang sering dilakukan Kakyupun bukan untuk berburu binatang tapi untuk berburu ilmu.

Kakyu memburu ilmu perang dan kelincahannya di hutan.

Hingga mereka telah siap di punggung kuda masing-masing, Raja Alfonso tidak tahu Kakyu tidak membawa senapan berburunya.

Raja terkejut melihat Kakyu menyandang busur dan anak panah di punggungnya.

“Ke mana senapanmu?” tanya Raja kebingungan, “Untuk apa engkau membawa busur dan anak panahnya itu?”

Bukan hanya Raja yang terkejut melihat senjata yang dibawa Kakyu itu.

Para prajurit lainnya dan Putri Eleanor keheranan melihat senjata Kakyu itu. Mereka merasa senjata Kakyu tidak cukup umum digunakan untuk berburu binatang liar yang larinya cepat.

Senapan saja belum tentu dapat mengalahkan hewan-hewan liar itu apalagi busur dan anak panahnya itu.

Kakyu tersenyum seolah-olah tidak ada yang aneh dan tidak ada yang perlu dianggap aneh. “Saya menyukai senjata ini.”

Jawaban singkat itu tidak memuaskan Raja Alfonso.

Walaupun Raja Alfonso tahu Kakyu yang pendiam sulit disuruh bicara panjang lebar, Raja tetap berkata, “Katakanlah dengan jelas, Kakyu. Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu.”

Perintah tegas itu membuat Kakyu mau tidak mau berkata, “Daripada senapan, saya lebih senang menggunakan busur dan anak panah ini untuk berburu.”

“Baiklah, Kakyu, aku tidak akan bertanya lebih banyak lagi,” kata Raja Alfonso lalu dengan tersenyum ia meneruskan, “Memang sulit menyuruh pemuda pendiam sepertimu berbicara panjang lebar.”

Kakyu membalas senyuman Raja.

Kakyu tahu apa yang dikatakannya cukup jelas, hanya Raja saja masih kurang puas dengan jawaban singkat yang jujur itu.

Kakyu memang tidak bohong. Kakyu membawa busur dan anak panah itu bukan karena ia tidak mempunyai senapan berburu tapi karena ia memang menyukai senjata itu.

Dulu ketika Jenderal Reyn pertama kali menunjukkan busur dan anak panah yang menjadi satu dari sekian harta pusaka keluarganya, keluarga Quentynna, Kakyu langsung menyukai senjata itu.

Busur dan anak panah itu terlihat anggun dan kuat dalam warna peraknya.

Jenderal Reyn mengatakan senjata itu terbuat dari besi kuat yang kemudian disepuh perak.

Tapi bukan karena itu Kakyu menyukai senjata itu. Kakyu menyukai senjata itu karena kelenturan busurnya dan kecepatan anak panahnya setelah lepas dari busur.

Tahu putranya menyukai senjata itu, Jenderal Reyn memberikan senjata itu pada Kakyu dan berpesan agar putranya menjaga senjata itu baik-baik.

Tanpa perlu diberi pesanpun, Kakyu akan menjaga senjata itu baik-baik. Kakyu sangat menyayangi senjata itu hingga ia begitu jarang menggunakan anak panah peraknya yang hingga kini masih berjumlah sebelas buah.

Anak panah yang digunakan Kakyu hanyalah anak panah biasa yang terbuat dari kayu. Walaupun begitu Kakyu tetap membawa serta kesebelas anak panah itu setiap kali ia membawa busurnya.

Pada hari pertama mereka berada di Naullie, Raja diam saja melihat Kakyu tidak ikut serta dalam perburuan mereka.

Ketika mereka semua sibuk membidikkan senapan mereka sambil mengikuti gerak hewan buruan mereka, Kakyu tetap diam di punggung kudanya. Pemuda itu juga tampak tenang-tenang saja ketika mereka berhasil mendapatkan hewan buruan mereka.

Pada hari-hari selanjutnyapun Raja tetap diam saja tatkala Kakyu masih tidak turut serta dalam perburuan mereka.

Raja menduga Kakyu masih berusaha mengenali daerah sekelilingnya sambil menemukan hewan yang akan diburunya.

Tapi ketika sampai satu minggu lebih keberadaan mereka di sana, Kakyu masih tidak menampakkan tanda-tanda akan memburu hewan, Raja mulai heran.

“Mengapa engkau diam saja, Kakyu?” tanya Raja, “Kami semua telah mendapatkan beberapa hewan, tapi engkau belum satupun. Bahkan engkau tidak menampakkan tanda-tanda akan memburu seekor hewan.”

“Ada apa denganmu, Kakyu? Engkau seperti bukan Kakyu yang kukenal,” tanya Putri Eleanor pula.

“Tidak ada apa-apa,” jawab Kakyu singkat.

“Jangan mengatakan ‘tidak ada apa-apa’ seperti itu, Kakyu,” sergah Raja, “Katakanlah masalahmu kepada kami. Katakan pula bila engkau tidak mau menemani kami di sini.”

“Papa!” seru Putri marah, “Kakyu bukan orang yang seperti itu.”

Raja terkejut melihat kemarahan putrinya. “Maafkan Papa, Eleanor,” kata Raja Alfonso sambil tersenyum kemudian ia bertanya pada Kakyu, “Apa masalahmu?”

Sesaat sebelum Kakyu menjawab pertanyaan itu, Kakyu mendengar suara asing di kejauhan.

Kakyu yakin suara itu bukan suara kuda mereka. Dan yang pasti suara itu bukan suara prajurit yang berasal dari tenda. Saat ini tenda mereka kosong. Semua prajurit ikut Raja berburu di Hutan Naullie.

Untuk mencegah Raja curiga, Kakyu cepat-cepat berkata dengan tenang, “Tidak ada apa-apa, Paduka. Benar.”

“Tidak ada apa-apa, apanya, Kakyu?” tanya Putri Eleanor jengkel melihat sikap Kakyu yang tenang, “Aku tahu engkau bisa mengalahkan ayahku. Aku tahu engkau pandai berburu.”

Mulanya Kakyu berharap tadi itu hanya pendengarannya saja yang salah, tapi sudut matanya menangkap sesuatu yang ganjil.

Kakyu tidak yakin bayangan yang sempat ditangkap matanya itu adalah orang. Kakyu tahu pasti hutan lebat ini jatang didekati orang dan tidak mungkin ada orang yang tinggal di hutan yang banyak binatang buasnya ini.

Demi keselamatan Raja Alfonso serta Putri Eleanor, Kakyu tahu ia tidak boleh mempercayai hal ini semudah itu.

Kakyu berniat untuk menyelidiki hal ini setelah Raja memutuskan kembali ke perkemahan mereka. Saat ini yang dapat dilakukan Kakyu adalah melindungi Raja.

Kakyu tahu akan sulit menjaga ketenangan di saat ia mencurigai sekelilingnya. Tapi untunglah sepanjang hari itu Raja sama sekali tidak mencurigai apapun.

Di saat semua prajurit tahu mereka akan makan daging hewan buruan mereka, Kakyu hanya tahu ia harus segera menyelidiki hutan ini sendirian.

Kakyu memutuskan untuk pergi sendiri bukan karena ia yakin ia mampu tapi karena saat ini tidak ada lagi yang dapat diajaknya.

Dalam perburuan kali ini, Raja hanya mengikutsertakan sejumlah pasukan Istana. Tidak seorang Jenderalpun yang diajak Raja.

Raja mempercayakan keselamatan dirinya dan putrinya pada Kakyu. Dan Kakyu tahu itu.

Tidak adanya seorangpun yang cukup handal untuk membantunya menyelidiki hutan ini, membuat Kakyu memutuskan untuk pergi sendiri.

Kakyu tahu di antara pasukan yang pergi ke Naullie ini ada yang sering melakukan tugas menyusup. Tapi Kakyu tidak berani mengajak mereka sebab ia yakin mereka tidak mengenal hutan ini sebaik dirinya.

Kakyu pernah mengalami menyusup ke daerah yang sama sekali belum diketahuinya pada malam hari. Dan ia tahu sulitnya melakukan tugas yang seperti tugas buta itu.

Begitu sampai di perkemahan, mereka membongkar hasil yang mereka dapat dari hutan.

Tanpa menanti matahari terbenam, Kakyu segera mengundurkan diri ke tendanya.

Saat itu pula Kakyu sadar ia tidak membawa persiapan apapun untuk menyusup ke dalam hutan. Dan itu berarti Kakyu harus mempersiapkannya sesegera mungkin.

Satu-satunya cara tercepat mempersiapkan keperluannya itu tanpa membuat siapapun curiga adalah membelinya di kota kecil dekat Naullie, Farreway.

Untuk lebih menyempurnakan rencananya, Kakyu membawa serta kudanya. Kepada penjaga kuda, ia berpesan, “Bila ada yang mencariku, katakan aku pergi berjalan-jalan.”

Sebelum prajurit itu sempat berkata apa-apa, Kakyu telah melajukan kudanya ke Farreway dengan cepat.

Kakyu beruntung pemilik toko tempat ia membeli perlengkapannya, tidak curiga melihatnya membeli pakaian serba hitam. Kepada pemilik toko itu, Kakyu mengatakan ia baru saja memasuki masa berkabung.

Setelah mendapatkan perlengkapannya, Kakyu kembali ke Hutan Naullie sesegera mungkin.

Guna menjaga orang-orang di perkemahan percaya ia sedang berkuda, Kakyu menambatkan kudanya di tempat yang jauh dari perkemahan dan cukup terlindungi dari orang lain.

Kakyu mempersiapkan dirinya sebelum menyusup ke dalam hutan, di tempat itu juga. Pakaian seragam pasukan Istana yang berwarna putih kebiru-biruan, disembunyikan Kakyu di semak-semak dekat kudanya.

Ketika Kakyu telah siap, hari masih terang. Kakyu memanfaatkan cahaya matahari yang mulai terbenam itu untuk memastikan diri dengan memeriksa tempat di mana ia melihat bayangan seseorang itu.

Kakyu tidak terkejut melihat tempat itu yang seperti telah didatangi orang.

Tiba-tiba saja Kakyu merasa sangat beruntung pernah mengenal teman ayahnya yang seorang Jepang.

Kenichi yang mengaku dirinya seorang ninja itu mengajarkan ilmunya kepada Kakyu. Banyak hal yang diajarkannya pada Kakyu. Salah satunya adalah mencari jejak ini.

Hal lainnya yang diajarkan Kenichi pada Kakyu adalah menyusup ke sarang musuh dan masih banyak lagi.

Terlalu banyak yang diajarkan Kenichi pada Kakyu hingga rasanya semua hal mulai dari yang paling mudah sampai yang paling sulit tidak terlewatkan.

Untung saja Kakyu cepat mengerti dan cerdas. Karena sering melatih ilmunya itu, Kakyu tetap mengingat semua ajaran Kenichi walau telah lama berselang.

Karena ajaran Kenichi pula, Kakyu memilih mengenakan pakaian serba hitam dalam penyusupannya di malam hari ini.

Kalau dulu dalam pernyusupannya ke Istana Vezuza, Kakyu mengenakan pakaian serba putih, maka kali ini Kakyu mengenakan pakaian serba hitam.

Dulu Kakyu akan sangat mudah dilihat bila ia mengenakan pakaian serba hitam di Istana Vezuza yang terang. Kini justru Kakyu tidak akan mudah dilihat di Hutan Naullie yang gelap di malam hari.

Kakyu benar-benar menyadari perbedaan penyusupannya ke dalam Istana Vezuza dengan penyusupannya kali ini.

Melihat jejak yang jelas-jelas bukan jejak binatang itu, Kakyu tahu apa yang dibayangkannya tidak mungkin terjadi, benar-benar terjadi. Untuk itu Kakyu harus membuktikannya dengan menyusup ke dalam hutan ini.

Kakyu yakin orang itu bukan penduduk Farreway yang sekedar lewat di Hutan Naullie saat tadi mereka berburu. Kalau memang benar demikian, orang itu seharusnya tidak perlu bersembunyi seperti itu walau ia ketakutan.

Lagipula jejak yang ada di hadapan Kakyu jelas-jelas bukan jejak orang awam. Di tempat ini hampir-hampir tidak ada jejak. Dahan-dahan yang jatuhpun tampak terjaga keutuhannya.

Kalau orang itu adalah orang awam, ia tentu sudah menginjak dahan-dahan kecil yang berserakan di tanah ini. Dan pasti Kakyu dapat melihatnya dengan jelas.

Tapi orang yang dilihat Kakyu melalui sudut matanya tadi benar-benar pandai. Sikap orang yang tertangkap oleh Kakyu itu menampakkan ia sedang mengintai.

Sambil menanti langit semakin gelap, Kakyu memikirkan kemungkinan orang itu bahkan mungkin kelompok orang itu berada.

Kakyu tahu hanya ada satu tempat yang cukup subur dan aman untuk permukiman di Hutan Naullie. Tempat itu adalah tepi sungai yang melintas di sebuah lembah di tengah Hutan Naullie.

Walaupun landai, lembah itu sulit dituruni. Banyak semak-semak berduri dan akar-akar tumbuhan besar yang menutupi tanah.

Mungkin karena itulah hewan-hewan enggan mendekati tempat yang merupakan sumber iar minum bagi mereka itu.

Melihat langit yang sudah gelap, Kakyu segera mengenakan kain hitamnya untuk menutupi wajah dan rambut merahnya yang terus bersinar seperti api.

Setelah mengenakan sarung tangan hitamnya, Kakyu benar-benar nampak seperti serang ninja. Seluruh tubuhnya kecuali matanya tertutup kain hitam.

Dengan bantuan sinar bintang dan bulan yang menyinari bumi, Kakyu memulai penyusupannya.

Untunglah langit cerah dan bulan bersinar terang di langit sehingga Kakyu tidak kesulitan mencapai tempat tujuannya.

Semudah perjalanannya ke lembah itu pula Kakyu menemukan perkemahan mereka.

Kakyu sama sekali tidak terkejut melihat jumlah kelompok itu yang sangat banyak. Kakyu juga tidak gentar melihat mereka.

Kakyu tahu ia harus sangat hati-hati bila tidak ingin dilihat mereka.

Barkat semak-semak dan pohon-pohon di lembah itu, Kakyu tidak terlihat oleh orang-orang di perkemahan yang terang itu.

Perkemahan mereka cukup terang untuk dilihat dari puncak lembah. Kakyu tersenyum menyadari musuhnya yang tidak sepandai yang diperkirakannya itu.

Walaupun begitu Kakyu tidak berani menyusup ke dalam perkemahan itu tanpa persiapan matang. Kakyu hanya berani mengamati perkemahan itu dari sisi perkemahan itu.

Kakyu bukannya tidak berani menyusup sendirian ke perkemahan itu. Kakyu berani dan ia yakin ia bisa. Tapi Kakyu tidak ingin rombongan kerajaan yang berada di tepi hutan ikut menanggung resiko bila ia tertangkap.

Kakyu ingin baik rombongan kerajaan maupun kelompok itu tidak tahu apa-apa. Cukup Kakyu sendiri yang mengetahui terbongkarnya letak perkemahan kelompok tak dikenal itu dan bahaya yang dapat ditimbulkan kelompok itu bagi Raja Alfonso maupun Putri Eleanor.

Kakyu heran melihat banyaknya orang dalam perkemahan itu. Ia lebih heran lagi melihat perubahan yang terjadi di lembah itu.

Selama kurang dari tiga tahun tidak pergi ke Naullie, lembah yang dulunya sepi kini menjadi penuh tenda dan orang.

Menilik kelompok itu yang hanya terdiri dari kaum pria serta sikap mereka yang kasar, Kakyu yakin kelompok itu bukan orang baik.

Untuk lebih meyakinkan dirinya, Kakyu memutari perkemahan itu sebelum ia kembali ke perkemahan Raja.

Kakyu melihat beberapa di antara mereka ada yang tertawa-tawa di depan api unggun sambil sesekali mengancungkan sebuah botol di tangannya ke api. Kakyu yakin botol itu berisi minuman keras.

Beberapa di antara mereka juga ada yang bersila di dekat api unggun – mendengarkan cerita kawan mereka yang lain sambil menghisap cerutu mereka.
Sikap mereka yang tidak menunjukkan kesopanan meyakinkan Kakyu kelompok yang ada di depannya ini harus diwaspadai demi keselamatan Raja Alfonso serta Putri Eleanor yang kini menjadi tanggung jawabnya.

Seperti datangnya yang bagai angin, Kakyupun kembali ke perkemahan Raja dengan cepat dan tanpa menimbulkan suara.

Semua orang telah terlelap kecuali prajurit yang bertugas menjaga, ketika Kakyu tiba.

Melihat hal itu, barulah Kakyu menyadari penyusupannya memakan waktu yang sangat lama. Kakyu tidak tahu berapa tepatnya waktu yang telah digunakannya, Kakyu hanya tahu saat ia kembali, hari sudah sangat larut bahkan tidak sampai lima jam lagi, matahari akan terbit.

Perlahan-lahan tanpa membuat prajurit jaga curiga, Kakyu menambatkan kudanya di antara kuda lainnya kemudian segera beristirahat di tendanya.

Kakyu tahu ia harus dapat bangun pagi seperti biasanya bila tidak ingin membuat siapapun curiga.

No comments:

Post a Comment