Sunday, April 29, 2007

Gadis Misterius-Chapter 1

“Di mana saya?”

“Anda sudah sadar? Anda jangan cemas, Anda berada di kamar saya di Obbeyville.”

“Obbeyville? Mengapa saya berada di sini?”

“Saya yang membawa Anda kemari.”

“Mengapa? Apa yang telah terjadi pada diri saya sehingga saya berada di sini?”

“Anda tidak ingat apa yang terjadi pada Anda?”

“Tidak, saya tidak mampu mengingat apa pun.”

“Siapakah nama Anda?” tanyanya penuh perhatian, “Saya akan menghubungi keluarga Anda.”

“Nama saya…,” gadis itu termenung.

Wanita itu semakin cemas dibuatnya.

“Saya tidak ingat. Saya tidak dapat mengingat apa pun. Bahkan nama maupun masa lalu saya,” jawab gadis itu dengan sedih setelah terdiam untuk beberapa saat.

Wanita tua itu memandang sedih pada gadis itu. Gadis itu tampak pucat sekali ketika ia menemukannya tergeletak pingsan di tepi Sungai Alleghei yang mengalir di tepi timur Obbeyville.

Saat itu ia sedang berjalan-jalan di pagi hari di tepi sungai yang berada di dekat rumahnya itu, seperti biasanya. Belum jauh ia berjalan dari pondoknya, ia melihat seseorang tergeletak pingsan di tepi sungai itu. Di sekeliling orang itu tampak sesuatu yang bersinar keemasan.

Segera ia mendekat dan ia menemukan seorang gadis pingsan di tepi sungai itu. Rambut panjang gadis itulah yang bersinar keemasan tertimpa sinar matahari pagi di awal musim panas.

Sekujur tubuh gadis itu basah oleh air sungai yang jernih itu. Wajahnya tampak pucat sekali dan suhu tubuhnya panas sekali.

Ia segera memanggil seseorang untuk membantunya membawa gadis itu ke pondoknya. Ia merawat gadis yang pingsan itu dengan penuh perhatian.

Gadis itu tak sadarkan diri selama beberapa hari. Selama itu sering suhu tubuhnya tiba-tiba menjadi tinggi sekali sehingga membuatnya panik.

Penduduk Obbeyville menjadi gempar tatkala mendengar berita diketemukannya gadis itu di sungai yang mereka anggap suci. Penduduk Obbeyville merupakan sebagian penduduk Kerajaan Zirva yang masih mempercayai mitos.

Bagi penduduk Obbeyville, Sungai Alleghei yang bermata air di Holly Mountain merupakan sungai suci tempat para dewa mereka mengirimkan anugerahnya kepada manusia. Mereka juga percaya sungai itu dibuat oleh para dewa dari Holly Mountain menuju tempat tinggal manusia.

Sedangkan Holly Mountain itu sendiri dipercayai penduduk Obbeyville sebagai tempat tinggal pada dewa. Karena itu mereka mengkeramatkan sungai itu.

Konon Holly Mountain dijaga oleh makhluk halus agar tidak seorangpun yang dapat mencapai puncaknya yang berkabut. Di balik kabut yang diciptakan para dewa untuk melindungi tempat itu; terdapat tempat yang sangat indah yang dipercaya sebagai tempat tinggal para dewa tersebut.

Mereka juga percaya bila awan di puncak Holly Mountain hitam pertanda para dewa sedang marah. Tetapi bila awan di puncak Holly Mountain cerah artinya para dewa tidak sedang marah.

Penduduk Obbeyville sering mengadakan upacara persembahan di Sungai Alleghei. Korban yang diberikan kepada para dewa biasanya berupa hasil panen selama setahun. Korban itu dibakar hingga berupa abu kemudian abu itu disebarkan di sungai.

Upacara itu diadakan beberapa kali dalam setahun. Namun yang selalu dilakukan tiap tahun adalah saat tahun baru, awal musim semi dan akhir musim semi.

Pada saat tahun baru, mereka berdoa untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka sepanjang tahun yang akan datang juga bersyukur atas perlindungan dewa kepada mereka selama tahun yang baru berlalu.

Selain mengadakan upacara persembahan, mereka juga mengadakan pesta di sepanjang sungai itu untuk memeriahkan tahun baru. Tidak jarang pula mereka mengadakan perlombaan yang tidak hanya diikuti oleh penduduk Obbeyville juga penduduk Blueberry.

Di awal musim semi mereka mengharapkan berkat para dewa agar hasil panen mereka sepanjang musim itu berlimpah. Kemudian di penghujung musim, mereka mengadakan upacara untuk bersyukur atas berkat yang diberikan para dewa sehingga panen mereka berlimpah.

Di Sungai Alleghei banyak sekali ikan, namun tak seorangpun yang berani mengusik ikan itu apalagi memancing ikan itu. Mereka percaya ikan-ikan itu adalah suruhan para dewa. Ikan-ikan itu mengantarkan anugerah dewa kepada manusia sekaligus menjaga Sungai Alleghei agar tidak dikotori manusia.

Penduduk Obbeyville mulai menduga-duga asal usul gadis itu. Sebagian dari mereka menduga gadis itu adalah utusan dewa. Sebagian orang yang tidak mempercayai mitos percaya gadis itu hanyut di sungai itu.

Ia memandang gadis itu dan mengagumi kecantikan serta keanggunan yang terpancar dari wajahnya yang cantik walaupun wajah itu tampak pucat. Rambutnya yang selalu bersinar tampak seperti emas yang indah di atas bantal. Matanya yang berwarna keunguan itu memandang sedih sekeliling ruangan itu.

Sewaktu ia menemukannya, ia mengenakan gaun yang indah sekali, seuntai kalung emas yang indah melingkari lehernya yang putih itu. Ia menduga umur gadis itu sekitar dua puluh tahunan.

“Saya turut menyesal. Anda jangan bersedih karenanya, saya yakin suatu saat nanti ingatan Anda akan pulih kembali,” kata wanita tua itu.

“Kalau boleh saya tahu, siapakah Anda?”

“Semua orang memanggil saya Mrs. Vye, saya pengurus rumah tangga di keluarga Sidewinder,” jawab Mrs. Vye.

“Terima kasih telah merawat saya selama saya tak sadarkan diri, Mrs. Vye,” kata gadis itu, ”Maaf saya telah merepotkan Anda, keluarga tempat Anda bekerja tentunya marah kepada Anda karena Anda telah menolong saya, gadis yang tak dikenal ini.”

“Anda tidak perlu khawatir mengenai hal ini, bagi saya ini memang sudah menjadi kewajiban saya untuk menolong sesama saya. Keluarga Sidewinder juga tidak mencela tindakan saya,” kata wanita itu.

“Anda beristirahatlah dulu. Saya akan mengambilkan sesuatu untuk Anda makan. Anda baru sadar setelah beberapa hari tak sadarkan diri tentunya Anda merasa lapar,” saran wanita itu.

“Anda belum menceritakan kepada saya apa yang terjadi pada saya sehingga saya berada di pondok Anda,” kata gadis itu mengingatkan.

“Jangan cemas, saya pasti akan menceritakannya pada Anda. Sekarang Anda beristirahatlah dulu, Anda baru saja sadar,” kata Mrs. Vye. Kemudian tanpa menunggu jawaban gadis itu, ia lekas meninggalkan gadis itu sendirian.

Ia merasa bersalah kepada gadis itu karena telah membohonginya. Sebenarnya Baroness Lora, majikannya mencelanya karena telah menolong gadis itu. Ia telah mengetahui sebelumnya, bahwa Baroness Lora akan marah bila mengetahui ia membawa seorang gadis tak dikenal ke pondoknya.

Tetapi ia juga tidak dapat menyembunyikan hal ini dari majikannya tersebut. Pondok tempat tinggalnya berada di atas tanah keluarga Sidewinder.

Pondok yang terletak tak jauh dari rumah utama keluarga Sidewinder itu, diberikan padanya sebagai tempat tinggalnya saat ia mulai menjabat sebagai pengurus rumah tangga di keluarga itu.

Lady Debora, putri keluarga Sidewinder sering mendatangi pondok mungilnya yang terbuat dari kayu itu. Itu sebabnya ia tak dapat menyembunyikannya dari Baroness Lora. Selain itu seluruh penduduk Obbeyville membicarakan gadis itu sejak ia menemukannya pingsan di tepi Sungai Alleghei.

Ketika Mrs. Vye baru tiba di Sidewinder House, seorang wanita cantik dengan wajahnya yang menampakkan permusuhan, tiba-tiba menghadang jalan.

Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dadanya kemudian ia menatap Mrs. Vye dengan tatapan yang tajam dan penuh permusuhan.

Mrs. Vye diam saja. Ia tahu apa yang akan ditanyakan majikannya yang cantik itu.

“Bagaimana gadis itu? Apa ia sudah sadar?” tanya Baroness Lora tanpa terdengar sedikitpun nada prihatin.

“Sudah, Yang Mulia,” jawab Mrs. Vye.

“Kalau begitu ia dapat segera dipulangkan ke keluarganya,” kata Baroness Lora.

“Maaf, Yang Mulia. Saya rasa Anda tidak dapat melakukan hal itu, gadis itu hilang ingatan,” kata Mrs. Vye.

“Apa! Apa katamu tadi?” seru terkejut Baroness Lora.

“Gadis itu tidak dapat mengingat masa lalunya. Ia hilang ingatan,” jelas Mrs. Vye.

Baroness terdiam. Kedua tangannya tampak bergerak gelisah – tanda ia sedang memikirkan sesuatu yang sangat serius.

Mrs. Vye memperhatikan wanita yang dipandang semua orang sebagai bidadari namun dalam pandangannya bidadari berhati iblis itu sibuk berpikir. Ia menanti kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut wanita itu.

“Tidak bisa! Aku tidak mengijinkan gadis itu ada di sini. Aku tidak peduli apakah ia hilang ingatan atau tidak. Yang pasti ia harus segera meninggalkan tempat ini,” tegas Baroness Lora.

“Anda tidak bisa melakukan hal sekeji itu padanya,” Mrs. Vye terkejut mendengar keputusan Baroness Lora. “Mungkin saja gadis itu utusan dewa.”

“Omong kosong! Aku tidak percaya kepada hal-hal semacam itu.”

“Anda tetap tidak boleh melakukannya.”

“Mengapa tidak? Akulah yang berkuasa di sini sejak suamiku meninggal dan kata-kataku harus dituruti, termasuk kau!” kata Baroness Lora.

“Anda tidak dapat melakukan hal sekeji itu padanya. Kita harus membantu gadis itu,” kata Mrs. Vye mencoba membela gadis yang ditolongnya itu.

“Lakukan apa yang kukatakan! Aku tidak peduli apa yang terjadi pada gadis miskin itu.”

“Anda jangan berkata seperti itu. Memang kita tidak tahu siapa dia, tetapi mungkin saja ia seorang putri bangsawan.”

“Putri bangsawan katamu?” kata Baroness Lora mengejek.

“Saya yakin ia seorang putri bangsawan. Gaun yang dikenakannya sewaktu saya menemukannya itu sudah cukup membuktikan bahwa saya benar.”

“Mengapa aku harus percaya terhadapmu? Bisa saja ia mencuri gaun itu kemudian mengenakannya,” kata Baroness Lora terus mengejek gadis yang ditemukan Mrs. Vye tergeletak pingsan di tepi Sungai Alleghei.

“Kalau Anda yakin itu gaun curian, mengapa Anda merampas gaun itu dari gadis itu?” tantang Mrs. Vye.

“Aku tidak merampasnya, gaun itu tidak cocok dipakai olehnya. Lagipula gaun itu hanya cocok dipakai putri bangsawan sejati seperti anakku.”

“Anda merampasnya dari gadis itu! Apa yang akan Anda lakukan seandainya gadis itu ingat akan gaunnya?”

“Dia tidak akan mengingatnya,” kata Baroness Lora, “Kalaupun kelak ia ingat, aku tidak peduli. Ia pasti akan sadar bahwa gaun itu tidak cocok dikenakannya. Gaun itu hanya cocok bagi putriku. Sekarang lakukan apa yang kukatakan. Bawa gadis itu pergi dari tempat ini!”

“Saya tidak akan melakukannya,” kata Mrs. Vye keras kepala.

“Lakukan apa yang kukatakan! Atau kupecat kau,” ancam Baroness Lora.

“Anda tidak dapat memecat saya,” kata Mrs. Vye mengingatkan.

“Mengapa tidak? Akulah yang berkuasa di sini?”

“Anda ingin kehilangan harta keluarga Sidewinder?” Mrs. Vye terus menentang Baroness Lora.

Baroness Lora terkejut mendengar kata-kata Mrs. Vye yang mengingatkannya pada wasiat suaminya yang menyatakan ia harus tetap mempertahankan Mrs. Vye di keluarga ini bila ingin memperoleh warisannya.

Baron Marx Sidewinder menyayangi Mrs. Vye seperti menyayangi ibunya sendiri. Karena itu ia tidak ingin Baroness Lora melakukan hal yang buruk terhadapnya.

Sewaktu ia masih hidup, Baroness Lora tidak berani mencelanya. Tetapi Baron Marx Sidewinder tahu istrinya tidak menyukai Mrs. Vye.

Demikian pula Mrs. Vye tidak menyukai Baroness Lora. Walaupun begitu Mrs. Vye tetap bersikap sopan kepada Baroness Lora karena Mrs. Vye masih memandang wanita itu sebagai istri Baron Marx Sidewinder. Andaikata Baroness Lora bukan istri anak asuh yang disayanginya, ia takkan mau bersikap hormat sekali pun dipaksa.

Sejak kematian Baron Marx Sidewinder, permusuhan yang selama ini mereka pendam mulai tampak dan akhir-akhir ini menjadi semakin panas sejak Mrs. Vye menemukan gadis itu. Perang dingin telah berubah menjadi perang panas yang siap meledak setiap saat.

Ia mengumpat marah dan berkata, “Aku memang tidak dapat memecatmu. Tapi aku bisa melakukan tindakan yang lainnya untuk mengeluarkan gadis itu dari tanahku.”

Sekarang giliran Mrs. Vye yang terkejut mendengar ancaman Baroness Lora. Ia tidak mengira Baroness Lora akan nekat mengeluarkan gadis malang itu dari tempat ini.

Sejak Baroness Lora tahu ia menemukan seorang gadis di Sungai Alleghei dan merawatnya, Baroness Lora terus-menerus menyuruhnya mengeluarkan gadis itu.

Baroness Lora mengatakan gadis itu hanya akan membebani keluarga Sidewinder yang hartanya semakin menipis setiap harinya.

Namun karena Mrs. Vye mengatakan bahwa semua orang akan memandang rendah pada Baroness Lora bila ia tidak mau membantu gadis malang itu, maka Baroness Lora mengijinkan gadis itu tinggal. Tetapi hanya hingga gadis itu sadar.

Setiap hari Baroness Lora menanyakan keadaan gadis itu kepada Mrs. Vye hanya karena ia ingin segera mengeluarkan gadis itu dari rumahnya.

Mrs. Vye memandang Baroness Lora sebagai seorang wanita berwajah bidadari tetapi berhati iblis. Baroness Lora sangat cantik, rambutnya yang merah bersinar cerah mengimbangi sinar matanya yang hijau.

Mrs. Vye percaya Baroness Lora memanfaatkan kecantikkannya untuk mendapatkan harta berlimpah dengan memikat Baron Marx Sidewinder. Ia juga mencurigai Baroness Lora berada di balik peristiwa pembunuhan Baron Marx Sidewinder.

Sejak Baroness Lora memasuki rumah ini, pengeluaran keluarga ini terus membengkak. Baroness Lora sangat menyenangi pesta, hampir tiap hari ia mengadakan pesta besar di rumah ini. Ia juga senang menghamburkan uang untuk membeli gaun baru. Hampir setiap hari pula, Baroness Lora pergi membeli gaun baru.

Sewaktu Baron Marx Sidewinder masih hidup, mereka masih dapat mengatasi jumlah pengeluaran yang terus membengkak itu. Namun sejak kematian Baron Marx Sidewinder, keuangan keluarga Sidewinder mulai kacau. Baroness Lora dengan terpaksa mengurangi kebiasaannya membeli gaun baru dan mengadakan pesta.

Ternyata sifat Baroness Lora menurun pada putrinya. Lady Debora juga senang pergi ke pesta dan membeli gaun baru. Itulah sebabnya mengapa gaun gadis itu diambil oleh Baroness Lora. Lady Debora langsung menyukai gaun itu sewaktu ia melihat Mrs. Vye menjemur gaun itu.

Lady Debora mengatakan kepada ibunya bahwa ia menyukai gaun yang dijemur Mrs. Vye. Baroness Lora segera pergi melihat gaun yang dijemur Mrs. Vye karena ia tidak mempercayai kata-kata putrinya.

“Gaun yang dijemur Mrs. Vye itu sangat indah. Benar-benar indah, gaun itu gaun paling indah yang pernah kulihat. Kainnya pun sangat halus. Aku ingin mempunyai gaun sebagus itu,” kata Lady Debora kepada ibunya.

Dari sinilah Baroness Lora mengetahui bahwa Mrs. Vye telah menolong seorang gadis yang tak dikenal. Ia mencela tindakan Mrs. Vye. Setelah itu ia mengatakan akan membawa gaun itu dan memberikannya kepada putrinya. Mrs. Vye sudah mencoba mempertahankan gaun itu, namun malang ia tidak dapat berbuat jauh.

Lady Debora sangat senang ketika mendapat gaun itu dan segera memamerkannya kepada teman-temannya. Lady Debora menjadi semakin senang ketika teman-temannya memuji gaun barunya itu.

Mrs. Vye merasa bersalah pada gadis itu karena telah membiarkan mereka mengambil gaunnya sewaktu ia tak sadarkan diri. Tetapi Mrs. Vye juga merasa lega karena ia tidak menunjukkan kalung emas yang melingkari leher gadis itu pada mereka.

Bila ia menunjukkannya pada mereka, tentunya mereka juga akan mengambilnya dari gadis itu.

Sekarang hanya kalung itulah satu-satunya benda yang dapat membantu gadis itu untuk mengingat masa lalunya.

“Kau dengar tidak apa yang kukatakan? Lekas cepat keluarkan gadis itu dari rumahku,” perintah Baroness Lora tak sabar.

Mrs. Vye baru akan mencoba memberikan pembelaan terhadap gadis itu ketika Lady Debora muncul.

“Bagaimana Mrs. Vye, apakah gadis itu sudah sadar?” tanya Lady Debora.

“Sudah, Tuan Puteri. Hanya saja gadis itu tidak dapat mengingat masa lalunya,” jawab Mrs. Vye.

“Ia hilang ingatan?” tanya Lady Debora terkejut. “Bagaimana ia bisa hilang ingatan kalau hanya hanyut di sungai? Seseorang akan hilang ingatannya bila kepalanya membentur benda dengan keras.”

“Saya tidak tahu, Tuan Puteri. Tapi mungkin kepalanya membentur sesuatu sewaktu hanyut di sungai.”

“Mungkin saja kepalanya membentur sesuatu sewaktu hanyut di sungai dan menyebabkannya tak sadarkan diri,” ulang Lady Debora.

“Aku tidak peduli apa yang kalian bicarakan. Sekarang cepat keluarkan gadis itu dari sini,” kata Baroness Lora semakin tidak sabar melihat Mrs. Vye tidak segera melakukan perintahnya.

“Jangan, Mama. Biarkan saja gadis itu di sini,” kata Lady Debora.

“Untuk apa kita membiarkan gadis itu di sini? Ia hanya membuat pengeluaran kita semakin membengkak saja. Semakin cepat ia keluar dari rumah ini semakin baik. Dengan demikian kita tidak perlu mengeluarkan biaya yang tidak perlu hanya untuk memelihara gadis miskin itu.”

Mrs. Vye sangat marah mendengar kata-kata Baroness Lora yang jelas sekali menunjukkan kebenciannya pada gadis yang sama sekali tidak mereka kenal itu.

Entah apa yang membuat mereka membenci gadis tak dikenal itu. Mrs. Vye menduga kedua wanita di hadapannya ini tidak menyukai gadis itu karena gadis itu cantik. Bagi Mrs. Vye gadis malang itu jauh lebih cantik dari kedua majikannya dan ia yakin semua orang akan mengatakan hal yang sama.

Walaupun hatinya telah dipenuhi kemarahan namun Mrs. Vye menahan amarahnya mengingat kedudukannya di situ hanya sebagai seorang pengurus rumah tangga.

Baroness Lora dengan mudahnya mengatakan membiarkan gadis itu berada di keluarga Sidewinder berarti menghambur-hamburkan uang. Ia tidak melihat kenyataan bahwa sesungguhnya ia sendirilah yang menghambur-hamburkan uang dengan berfoya-foya setiap harinya.

“Aku bisa memanfaatkan gadis itu, Mama.”

“Memanfaatkan untuk apa?” tanya Baroness Lora tak mengerti.

“Untuk menarik perhatian Alexander. Bila kita membiarkan gadis itu di sini, keluarga Blueberry akan menganggap kita ini baik dan nilai kita di hadapan mereka akan naik. Dengan demikian usahaku untuk mendapatkan Alexander menjadi semakin mudah,” jelas Lady Debora.

“Ide bagus! Tapi apa yang harus kita lakukan pada gadis itu, apakah kita akan membiarkannya tinggal di sini tanpa melakukan apa pun?” tanya Baroness Lora.

“Tentu tidak, Mama. Aku akan menjadikannya sebagai pelayanku. Dengan demikian aku tidak hanya mendapatkan kemudahan untuk menarik perhatian Alexander, tetapi juga akan membuatku semakin terlihat berkuasa,” kata Lady Debora bangga.

“Engkau memang pintar. Mama setuju denganmu,” kata Baroness Lora.

Mereka merencanakan suatu rencana jahat tanpa mempedulikan Mrs. Vye yang mendengar semuanya dengan sangat jelas dari tempatnya berdiri. Ia merasa marah mendengarnya. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa.

Ia merasa tidak ada jalan lain yang dapat dilakukannya selain itu, walaupun itu jalan yang paling buruk. Tetapi ia tidak tahu apakah gadis itu akan mengerti bila ia mengatakan hal ini kepada gadis itu.

“Kau dengar, Mrs. Vye? Gadis itu boleh tinggal di sini asalkan ia mau menjadi pelayan Debora,” kata Baroness Lora. “Berikan baju pelayan kepadanya.”

“Katakan kepada kami apabila ia sudah cukup sehat untuk menjadi pelayanku,” kata Lady Debora. “Aku mengharapkan agar ia cepat sehat. Semakin cepat, semakin baik.”

“Saya akan melaksanakan perintah Anda,” kata Mrs. Vye.

“Bagus. Sekarang cepat urus dia,” kata Baroness Lora kasar.

Mrs. Vye meninggalkan Ruang Besar. Dengan bergegas, ia menuju dapur, dan menyiapkan apa yang dipikirkannya ketika ia berjalan menuju Sidewinder House.

Mrs. Vye segera kembali ke pondok mungilnya dengan membawa sebuah nampan dengan berbagai macam hidangan di atasnya. Ia tidak peduli Baroness Lora akan marah bila melihatnya membawa hidangan mewah untuk gadis itu.

Ia berada di antar perasaan senang dan marah. Ia senang gadis itu masih dapat tinggal bersamanya, tetapi ia juga marah karena Baroness Lora serta Lady Debora memperlakukan gadis itu dengan tidak sewajarnya.

Menurut pendapatnya, sebaiknya gadis itu diperlakukan secara layak seperti halnya seorang putri bangsawan. Ia sangat yakin bahwa gadis itu putri bangsawan. Kesopanan dalam tutur katanya yang lemah lembut, yang ditunjukkan gadis itu padanya – membuatnya semakin meyakini pendapatnya.

Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu melindungi gadis itu tanpa mempedulikan apa yang akan dikatakan atau dilakukan oleh Baroness Lora.

Mrs. Vye ingin melindungi gadis malang itu bukan hanya karena gadis itu kehilangan ingatan tetapi juga karena rasa sayang yang telah tumbuh di hatinya sejak ia merawat gadis itu.

Sebuah senyuman menghiasi wajah Mrs. Vye ketika ia berpikir betapa mudahnya ia menyayangi gadis yang tak dikenalnya itu. Mrs. Vye mengakui kalau gadis itu mampu membuat siapa saja menyayangi dirinya.

Beberapa orang yang melihatnya membawa nampan, menghampirinya dan bertanya pertanyaan yang sama, “Apakah gadis itu sudah siuman?”

Ia juga selalu memberikan jawaban yang sama kepada mereka, “Ya. Tetapi ia hilang ingatan.”

Kemudian mereka menyatakan simpatinya kepada Mrs. Vye atas keadaan gadis tak dikenal itu.

Segera, berita mengenai keadaan gadis itu yang kehilangan ingatannya tersebar luas ke seluruh penjuru Obbeyville. Secepat menyebarnya berita diketemukannya gadis itu di Sungai Alleghei oleh Mrs. Vye.

Tanpa mempedulikan penduduk yang berbisik-bisik, ia terus berjalan ke pondok mungilnya. Tatkala membuka pintu, ia mendengar suara dari dalam kamar. Bergegas ia menuju kamar tempat gadis itu terbaring.

Mrs. Vye terkejut tatkala melihat gadis itu berusaha berdiri ketika mendengar langkah kakinya. Ia segera meletakkan nampan di sebuah meja kecil di samping tempat tidur kemudian ia memaksa gadis itu berbaring kembali.

“Mengapa Anda meninggalkan tempat tidur?” tanya Mrs. Vye.

“Saya ingin melihat tempat ini,” jawab gadis itu.

“Anda akan dapat melakukannya bila Anda telah sembuh benar. Sekarang Anda harus banyak beristirahat agar segera sembuh. Saya akan mengantar Anda berjalan-jalan di sekeliling tempat ini bila Anda telah sehat.”

“Terima kasih atas kebaikan hati Anda.”

“Anda tidak perlu berterima kasih, sudah kewajiban saya menolong sesama yang membutuhkan pertolongan.”

“Anda baik sekali seperti…,” gadis itu tiba-tiba berhenti.

Ia berusaha memikirkan kelanjutan kata-katanya tetapi seakan-akan masa lalunya berada di balik kabut yang sangat tebal, di dalam kegelapan yang pekat.

“Jangan bersedih! Perlahan-lahan ingatan Anda akan kembali,” kata Mrs. Vye menghibur gadis itu.

Gadis itu tersenyum untuk meyakinkan Mrs. Vye. Sebenarnya, ia merasa sedih tidak dapat mengingat masa lalunya. Ia tidak ingin membuat Mrs. Vye ikut menjadi sedih karena itu ia menyembunyikannya dari Mrs. Vye.

“Tampaknya kita akan menemui kesulitan bila Anda tidak mempunyai nama. Mulai sekarang saya akan memanggil Maria pada Anda. Apakah Anda menyukainya?”

“Saya senang sekali dengan nama itu. Siapa yang tidak senang memiliki nama yang sama dengan Bunda Maria, Perawan Suci?” kata gadis itu – tersenyum.

“Putri saya juga menyenangi nama itu,” kata Mrs. Vye. “Ia selalu merasa bangga dengan namanya itu.”

“Saya ingin berkenalan dengan putri Anda.”

“Putri saya meninggal beberapa tahun lalu karena sakit,” kata Mrs. Vye sedih.

“Maafkan saya, saya tidak berniat mengungkit kesedihan Anda. Saya turut berduka cita,” kata gadis itu.

“Tidak apa-apa. Saya sudah dapat menerima kenyataan bahwa putri saya telah meninggalkan saya untuk selama-lamanya,” kata Mrs. Vye. “Sekarang Anda harus makan kemudian meminum obat yang diberikan dokter. Dan beristirahat yang banyak agar lekas sehat.”

Mrs. Vye merawat Maria dengan penuh kasih sayang. Ia berusaha menjaga gadis itu siang malam. Mrs. Vye menyelesaikan tugas rutinnya dengan cepat kemudian ia kembali ke sisi Maria. Ia melarang gadis itu meninggalkan tempat tidurnya sebelum sembuh benar.

Ia selalu mengajak gadis itu bercakap-cakap untuk menghilangkan kebosanan gadis itu dan ia senang bercakap-cakap dengan gadis itu. Banyak yang diceritakan Mrs. Vye kepada Maria dan ia terkejut tatkala mengetahui pengetahuan gadis itu yang luas.

“Pengetahuanmu luas sekali. Lebih luas dari Tuan Puteri,” kata Mrs. Vye ketika ia bercerita kepada gadis itu mengenai mitos yang ada di Obbeyville.

“Terima kasih. Saya merasa pernah mendengar mitos itu karena itu saya mengetahuinya,” kata Maria merendahkan diri.

Mrs. Vye tersenyum melihat kerendahan hati Maria. Baginya, sifat yang dimiliki gadis itu sama seperti pemilik namanya yaitu Bunda Maria. Ia semakin menyayangi gadis itu dalam waktu yang singkat. Ia telah menganggap gadis itu sebagai putrinya sendiri.

Beberapa kali Lady Debora menjenguk gadis itu, ia tampak sangat senang ketika melihat keadaan gadis itu yang mulai membaik.

Ketika gadis itu telah benar-benar sembuh, Mrs. Vye merasa kebingungan. Ia tidak tahu bagaimana menyampaikan pembicaraannya dengan Baroness Lora dan Lady Debora kepada gadis itu. Tetapi ia tetap memutuskan untuk memberi tahu segalanya pada gadis itu.

“Maria, aku ingin engkau mengetahui sesuatu. Tetapi sebelumnya aku minta maaf kepadamu karena telah menyembunyikan hal ini darimu. Engkau boleh marah kepadaku, aku merasa itu yang seharusnya aku terima,” kata Mrs. Vye.

Maria tersenyum pada Mrs. Vye. Ia sangat menyayangi Mrs. Vye yang dirasanya mirip seseorang dari masa lalunya, seseorang yang sangat dekat dengannya.

Walaupun belum lama Maria berada di dekat Mrs. Vye tetapi ia merasa seperti telah lama mengenal wanita itu. Maria menduga itu karena ia merasa Mrs. Vye mirip dengan seseorang dari masa lalunya yang gelap.

“Anda sangat baik kepada saya. Tidak pantas bila saya marah kepada Anda. Anda tidak perlu meminta maaf atas apa pun, walaupun Anda telah menyembunyikan sesuatu dari saya. Saya percaya Anda melakukannya untuk kebaikan saya.”

“Engkau tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas tetapi juga sangat bijaksana. Aku senang mendengar kata-katamu,” kata Mrs. Vye, “Aku akan mulai dari waktu aku menemukanmu.”

Maria merasa senang karena akhirnya ia dapat mengetahui di mana dan kapan Mrs. Vye menemukannya. Namun ia menyembunyikan kesenangan hatinya itu sebab ia mengetahui Mrs. Vye sedang membicarakan sesuatu yang penting.

“Engkau telah mengetahui bahwa aku mempunyai kebiasaan berjalan-jalan di tepi Sungai Alleghei di pagi hari, bukan?”

Maria memandang wajah Mrs. Vye yang tampak suram. Ia menduga ada sesuatu yang sangat menyedihkan yang disembunyikan Mrs. Vye darinya. Dengan tenang, ia terus menanti cerita Mrs. Vye.

“Pada suatu pagi, aku melihatmu tergeletak pingsan di tepi sungai itu. Saat itu aku masih belum jauh dari pondokku, aku segera menghampirimu dan melihat wajahmu yang sangat pucat. Aku segera meminta bantuan untuk membawamu ke pondokku ini. Kemudian aku segera memanggil dokter.”

Mrs. Vye melihat wajah Maria. Wajah gadis itu tampak tenang mendengar ceritanya kemudian ia melanjutkan ceritanya,

“Saat aku menemukanmu, engkau mengenakan seuntai kalung emas yang indah. Gaunmu juga tidak kalah indahnya dari kalungmu. Kain gaun itu sangat halus seperti sutra, jahitannya sangat lembut. Benangnya yang berwarna kuning cerah seperti rambutmu tampak seperti emas di kain yang putih itu. Namun karena itulah engkau kehilangan gaun itu,” katanya dengan sedih.

“Sewaktu aku menjemur gaun itu, Tuan Puteri datang. Ia melihat gaun itu dan menyukainya. Ia kembali ke rumahnya dan tak lama kemudian Tuan Puteri menemuiku bersama Yang Mulia. Mereka marah terutama Yang Mulia marah sekali ketika mengetahui aku telah menolongmu.”

Mrs. Vye memperhatikan wajah Maria yang masih tetap tenang sebelum ia melanjutkan dengan sedih, “Kemudian mereka mengambil gaun itu, mereka mengatakan gaun itu tidak pantas untukmu. Aku minta maaf kepadamu karena tidak dapat mempertahankan gaun itu.”

Entah mengapa Maria tidak terkejut mendengar cerita itu. Apa yang diceritakan Mrs. Vye juga tidak membuat Maria merasa marah kepada Baroness serta putrinya yang telah mengambil gaunnya saat ia tak sadarkan diri.

“Tidak apa-apa, Mrs. Vye. Saya tidak marah kepada Anda, Anda jangan meminta maaf lagi. Saya telah menduga Anda berbohong kepada saya ketika Anda mengatakan bahwa keluarga Sidewinder tidak memarahi Anda,” kata Maria – tersenyum pengertian.

“Saya mengerti Anda sengaja berbohong kepada saya karena Anda tidak ingin saya merasa sedih. Saya semakin percaya hal itu ketika saya melihat Lady Debora, ia tampak sangat angkuh.”

Maria teringat pada penampilan Lady Debora sewaktu wanita itu menjenguknya. Lady Debora mengenakan gaun yang indah seperti hendak ke pesta, rambut merahnya yang digelung tinggi-tinggi dihiasi rangkaian muntiara yang menambah kesan mewah pada dirinya. Mata hijaunya menatap rendah padanya.

“Bolehkan saya melihat kalung itu?” tanya Maria.

“Tentu. Kalung itu milikmu. Tunggulah sebentar,” kata Mrs. Vye.

Mrs. Vye menuju kamarnya yang terletak di samping kamar Maria. Ia membuka sebuah laci yang terdapat di dalam lemari pakaiannya. Diraihnya sebuah kalung emas yang terletak di sudut paling dalam dari laci itu. Kemudian ia bergegas kembali ke kamar Maria.

“Inilah kalung yang melingkari lehermu sewaktu aku menemukanmu,” kata Mrs. Vye.

Maria terdiam memandangi kalung yang berada di tangannya. Rantai kalung itu sangat halus, sebuah leontin emas berbentuk hati yang sangat indah menghiasi kalung itu. Permata yang berada di tengah-tengah leontin itu, tampak berkilau-kilau tertimpa matahari sore. Ia berusaha mengingat sesuatu yang berkaitan dengan kalung itu.

“Saya merasa kalung ini sangat penting bagi saya. Tetapi saya tidak tahu mengapa,” kata Maria perlahan.

“Jangan bersedih, Maria! Waktu akan memulihkan ingatanmu,” kata Mrs. Vye, “Engkau tidak boleh menunjukkan kalung itu kepada siapa pun. Saya khawatir mereka akan menduga engkau mencurinya. Bila Tuan Puteri mengetahui engkau mempunyai kalung emas yang indah, ia akan menggunakan segala cara untuk memperoleh kalung itu.”

“Saya merasa kalung ini sangat penting karena itu saya tidak ingin siapa pun mengambil kalung ini,” kata Maria sambil mengenakan kalung itu.

“Kalung itu merupakan kalung terindah yang pernah kulihat seumur hidupku. Tetapi aku merasa kalung itu menjadi lebih indah di lehermu.”

“Terima kasih atas pujian Anda. Saya merasa kalung ini tampak lebih indah bila berkilau di bawah sinar matahari.”

“Sayang, gaun itu diambil oleh Tuan Puteri. Bila engkau mengenakan gaun itu juga, engkau tentu tampak semakin cantik,” kata Mrs. Vye sedih.

Maria tersenyum lembut, “Janganlah Anda merasa bersalah hanya karena gaun itu. Nyawa saya yang telah Anda selamatkan jauh lebih penting daripada gaun yang hilang itu. Anggaplah saya tidak mengenakan gaun itu ketika Anda menemukan saya.”

“Aku selalu merasa sedang berbicara dengan orang bijak bila berbicara denganmu.”

“Anda jangan berkata seperti itu. Saya masih hijau dibandingkan Anda yang telah puluhan tahun menghuni dunia ini,” kata Maria merendahkan diri.

Mrs. Vye tersenyum. Tiba-tiba raut wajahnya menjadi serius lagi dan ia berkata:

“Aku masih harus menyampaikan sesuatu kepadamu. Engkau telah mengetahui keluarga Sidewinder marah ketika mengetahui aku merawatmu. Mereka ingin segera mengusirmu, tetapi aku bersikeras mempertahankanmu. Mereka akhirnya memperbolehkan aku merawatmu sampai engkau sadar.”

Mrs. Vye menghela napasnya seperti berusaha mengendalikan perasaannya. Ia melanjutkan ceritanya,

“Kami kembali bertengkar ketika aku mengatakan bahwa engkau hilang ingatan. Aku tidak pernah menyukai Yang Mulia, karena itu aku dengan gigih menentangnya. Ia marah sekali, tetapi ia tidak dapat memecatku. Sebab bila ia melakukannya, ia akan kehilangan harta keluarga Sidewinder. Kemudian Tuan Puteri muncul, ia mengusulkan engkau boleh tinggal asalkan engkau mau menjadi pelayannya.”

“Saya mengerti, Mrs. Vye. Saya tidak marah kepada Anda, Anda tidak perlu meminta maaf. Saya telah merepotkan Anda dan membawa Anda ke dalam kesulitan karena itu saya tidak ingin Anda merasa bersalah,” kata Maria ketika melihat Mrs. Vye merasa bersalah.

“Saya berterima kasih kepada Anda yang telah merawat saya walaupun dilarang oleh keluarga Sidewinder. Saya dengan senang hati akan menerima persyaratan mereka.”

Mrs. Vye tampak terharu mendengar kata-kata Maria, “Engkau sangat bijaksana walau engkau masih muda. Engkau pasti seorang putri bangsawan.”

“Saya tidak mengetahui siapa diri saya di masa lalu. Yang saya ketahui sekarang adalah saya, seorang gadis tak dikenal yang beruntung dapat bertemu wanita sebaik Anda.” Maria tersenyum lembut pada Mrs. Vye.

“Masih ada yang harus kauketahui. Tuan Puteri memintamu menjadi pelayannya karena didorong dua hal yang sangat menguntungkannya. Atau dengan kata lain, ia memanfaatkanmu.”

Sekali lagi Mrs. Vye berhenti bercerita untuk memperhatikan Maria. Gadis itu tampak sangat tenang, seolah-olah apa yang dikatakan Mrs. Vye tidak berarti sama sekali baginya.

“Pertama, ia berpikir dengan membiarkanmu tinggal di tempat ini, ia akan lebih mudah mendapatkan perhatian Tuan Muda Alexander. Kedua, dengan membawamu sebagai seorang pelayan ke mana pun ia pergi, ia merasa semakin berkuasa.”

“Siapakah Alexander?” tanya Maria.

“Ia putra Duke of Blueberry. Ia sangat tampan dan baik hati, engkau akan segera menyukainya seperti gadis-gadis lainnya bila telah bertemu dengannya,” Mrs. Vye tersenyum menggoda pada Maria.

“Namun aku yakin Tuan Puteri berusaha mendapatkan perhatian Tuan Muda Alexander bukan karena ia mencintainya. Tetapi karena ia mengejar harta keluarga Blueberry, seperti ibunya yang dulu menikah untuk mendapatkan harta keluarga Sidewinder.”

“Mendengar cara Anda berbicara mengenai keluarga Sidewinder, tampaknya Anda sangat membenci mereka,” kata Maria.

“Aku memang tidak menyukai mereka baik Yang Mulia maupun Tuan Puteri. Mereka memiliki sifat yang sama, mereka senang berfoya-foya. Itulah sebabnya mereka mengincar orang kaya. Saya percaya Yang Mulia juga berperan dalam peristiwa pembunuhan suaminya,” kata Mrs. Vye geram.

“Apa yang terjadi pada Baron Marx Sidewinder?”

“Sepuluh tahun yang lalu, ketika ia berburu ia ditemukan meninggal. Pelakunya telah tertangkap, tetapi aku tetap merasa Yang Mulia juga terlibat dalam peristiwa itu. Aku sangat menyayanginya, akulah yang mengasuhnya sejak kecil. Ia juga menyayangiku,” kata Mrs. Vye dengan sedih.

“Ia mengetahui di antara aku dan istrinya terdapat permusuhan, karena itu ia menulis wasiat yang bunyinya Yang Mulia tidak boleh memecatku ataupun bertindak kasar kepadaku bila ia masih menginginkan harta keluarga Sidewinder.”

Mrs. Vye berhenti sebentar untuk meredakan kemarahannya kemudian melanjutkan, “Semula, harta keluarga Sidewinder berlimpah. Namun karena mereka berdua berfoya-foya setiap hari, harta keluarga itu mulai menipis. Yang Mulia mulai merasa risau, namun ia mempunyai akal yang licik. Ia merusak kehormatan keluarga Sidewinder, ia mulai berkencan dengan pria-pria yang kaya.”

“Maafkan saya, tentunya kedatangan saya makin memperburuk hubungan Anda berdua,” kata Maria menyesal.

“Aku benar-benar tidak menyukainya sejak dulu. Karena itu engkau tidak perlu merasa bersalah. Bila engkau melihat kami bertengkar, jangan cemas. Itu sudah menjadi bagian dari kehidupan kami. Tetapi aku masih menghormatinya sebagai nyonya keluarga Sidewinder.”

“Kapankah saya memulai pekerjaan itu? tanya Maria.

“Tuan Puteri ingin engkau memulainya setelah engkau sembuh,” jawab Mrs. Vye.

“Baiklah, saya mengerti. Besok saya akan memulainya.”

“Apakah engkau benar-benar menerimanya?” tanya Mrs. Vye ragu-ragu.

“Saya menerimanya dengan senang hati,” kata Maria meyakinkan.

“Tetapi engkau…,” Mrs. Vye tampak semakin ragu-ragu.

“Mrs. Vye, saya tidak tahui siapa saya di masa lalu. Saat ini hanya satu yang saya ketahui. Saya seorang gadis yang beruntung dapat bertemu wanita sebaik Anda. Saya tidak ingin membuat Anda mengalami kesulitan lagi. Saya dengan senang hati menerima syarat yang diajukan mereka,” kata Maria meyakinkan Mrs. Vye.

Mrs. Vye tampak ragu-ragu terhadap keputusan Maria. Ia tampak berusaha menemukan jalan keluar yang terbaik dari masalah ini tanpa perlu menjadikan gadis itu sebagai pelayan Lady Debora.

“Saya akan merasa bosan bila tidak ada yang dapat saya kerjakan. Menjadi seorang pelayan bukanlah hal yang memalukan. Saya akan menyukainya.”

Mendengar keputusan Maria yang telah mantap, Mrs. Vye akhirnya mengangguk mengerti. Ia menghargai segala keputusan yang dibuat gadis itu.

“Apakah Anda dapat menunjukkan kepada saya sungai tempat Anda menemukan saya?” tanya Maria mengganti topik pembicaraan yang dirasanya membuat Mrs. Vye semakin banyak berpikir.

“Tentu saja.”

“Apakah sungai itu berada tak jauh dari sini? Setiap hari saya mendengar suara air mengalir,” kata Maria.

“Ya. Sungai itu sangat dekat dari sini.”

1 comment:

  1. ceritanya bagus dan bikin penasaran. sayangnya baru nemu blog ini .aq udah terlambat banget

    ReplyDelete