Thursday, February 15, 2007

Pelarian-Chapter 16

Nathan kembali melanjutkan perjalanannya ke Ruang Kerja sambil berpikir apa yang akan dikatakannya kepada Raja. Nathan tahu mula-mula ia harus meminta maaf pada Raja Phyllips atas kejadian yang baru saja terjadi setelah itu ia dapat menceritakan apa yang ada di benaknya sejak ia menenangkan Alviorita yang menangis karena mimpi buruk.

Sejak awal Nathan tahu apa yang dikatakan Raja memang benar. Alviorita sangat mencintai Ratu Valensia bahkan lebih mencintainya daripada Raja Phyllips.

Nathan masih ingat Alviorita sangat senang berada di sisi Ratu. Bila ia telah berada di sisi Ratu, sulit sekali menyuruhnya pergi dari sisi Ratu kecuali Ratu sendiri yang menyuruhnya.

Dalam tiap kunjungannya ke Castle Q`arde, Ratu selalu menyuruh Nathan mengajak Alviorita bermain bersama. Nathan sangat menyenangi permintaan Ratu itu tetapi Alviorita sendiri sukar dipisahkan dari Ratu sehingga akhirnya Ratu ganti menyuruh Alviorita mengajak Nathan bermain bersama. Bila sudah demikian, Alviorita baru mau berpisah dengan Ratu.

Hanya perkataan Ratu yang dituruti Alviorita.

Anehnya, bila Alviorita sudah bersama Nathan entah itu bermain ataupun berjalan-jalan, Alviorita menurut saja walaupun mereka baru bertemu Ratu pada malam hari. Sepanjang hari Alviorita juga tidak merengek minta bertemu Ratu.

Alviorita selalu menyukai kepergiannya bersama Nathan. Selain Ratu, orang yang selalu membuat Alviorita senang adalah Nathan. Nathan mengajak Alviorita berjalan-jalan ke berbagai tempat. Di antara tempat-tempat itu hanya satu yang disukai Alviorita, yaitu lapangan rumput di Chymnt. Di lapangan itu, Alviorita bermain bersama Nathan dan di sana pula Nathan mengajari Alviorita memanjat pohon untuk menghindari Trent.

Sebenarnya Ratu juga menyuruh Alviorita bermain bersama Trent, tetapi Alviorita sendiri yang tidak mau bermain bersama Trent. Sejak awal perkenalan mereka, Alviorita sudah tidak menyukai Trent yang menurutnya sombong dan keras kepala itu.

Ratu mengetahui ketidaksenangan Alviorita terhadap Trent dan ia telah berulang kali menasehati Alviorita. Walaupun biasanya Alviorita selalu menuruti Ratu, kali ini gadis itu tidak menurut. Alviorita tetap tidak menyukai Trent. Tiap kali melihat Trent, Alviorita selalu menghindar dulu sebelum mereka bertemu.

Lain halnya dengan Trent yang menyukai Alviorita sejak berkenalan dengan gadis manis itu.

Trent tidak berputus asa walaupun Alviorita selalu menghindarinya. Sebisa mungkin Trent berusaha selalu berada di dekat Alviorita seperti kakaknya. Melihat kakaknya, Nathan selalu bersama Alviorita, Trent merasa iri. Kakaknya yang biasanya selalu sibuk belajar, dengan mudahnya membuat Alviorita menyukainya bahkan sampai membuat Alviorita mau berpisah dengan Ratu sepanjang hari hanya untuk bermain bersamanya.

Bersama Nathan pula Alviorita selalu menghindari Trent. Biasanya mereka dapat menghindari Trent dengan cepat dan mudah namun pada hari itu, di mana Nathan mengajari Alviorita cara memanjat pohon, mereka tidak dapat menghindari Trent dengan cepat, mudah dan aman.

Trent tiba-tiba muncul dari balik pohon. Alviorita yang sibuk bermain dengan rerumputan, tidak menyadari kedatangan Trent. Demikian pula Nathan yang bersandar pada sebatang pohon sambil mengawasi Alviorita.

Ketika Nathan menyadari kedatangan Trent, jarak mereka sudah sangat dekat. Nathan tahu ia dapat menyuruh Trent pergi, tetapi itu hanya akan menimbulkan pertengkaran di antara mereka selain itu Alviorita tidak pernah mau berdekatan dengan Trent apalagi berbicara dengannya.

Hanya satu yang ada di pikiran Nathan saat itu yaitu memanjat pohon yang berada tepat di belakangnya. Hanya itu yang dapat dilakukan. Trent tidak dapat memanjat pohon dan ia juga tidak tahu kalau kakaknya dapat melakukannya.

Sementara Trent yang berada di belakang Alviorita terus mendekat, Nathan mencoba mengajak gadis itu tanpa membuatnya panik.

“Alviorita!” panggil Nathan.

Alviorita menengadahkan kepalanya dari rerumputan.

Nathan mendekati Alviorita. Dengan memunggungi Trent, ia menarik tubuh Alviorita hingga gadis kecil itu berdiri sambil berkata, “Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu.”

“Di mana?” tanya Alviorita.

“Ikutlah denganku,” ajak Nathan.

Alviorita terua mencoba menebak benda yang ingin ditunjukkan Nathan kepadanya sambil memperhatikan sekelilingnya. Dan ketika mereka di bawah pohon, Alviorita bertanya, “Di mana?”

“Di atas pohon ini,” jawab Nathan.

Alviorita menengadahkan kepalanya ke puncak pohon yang tinggi lalu bertanya, “Bagaimana kita bisa tiba di sana?”

“Kita harus memanjat pohon ini.”

“Aku tidak bisa memanjat.”

Nathan terkejut. Ia baru menyadari ia lupa memperhitungkan hal ini. Sejak tadi yang dipikirkannya hanya bagaimana menghindari Trent tanpa membuat Alviorita tahu kedatangan pemuda itu. Sekarangpun sudah terlalu terlambat untuk mundur.

Akhirnya Nathan mengajari Alviorita memanjat pohon.

Alviorita cepat mengerti. Dan tanpa banyak menyusahkan Nathan, gadis kecil itu cepat belajar bagaimana memanjat selincah Nathan.

Trent tentu saja jengkel sekaligus terkejut melihatnya. Ia tidak pernah menduga hal ini. Ia juga terlalu jengkel untuk mengatakan hal ini kepada orang tuanya maupun Ratu.

Tidak seorangpun menduga Nathan yang rajin belajar ternyata dapat berbuat seperti itu. tidak ada yang tahu dari mana Nathan belajar memanjat. Hanya Nathan sendiri yang tahu ia belajar sendiri.

Melihat rasa sayang Alviorita yang sangat besar kepada Ratu, Nathan menduga Alviorita tetap bertahan dengan kedudukannya serta kesibukannya sebagai Putri Mahkota karena permintaan Ratu.

Tapi kesabaran manusia ada batasnya. Demikian pula Alviorita.

Ketika Raja Phyllips mengatakan pertunangannya dengan Nathan itulah, kesabaran Alviorita habis. Alviorita memilih lebih baik meninggalkan Istana daripada menikah dengan pria pilihan orang tuanya.

Kejadian yang baru saja terjadi di kamar Alviorita, membuat Nathan mengetahui apa yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehnya. Nathan selalu menganggap Alviorita sudah tidak tahan lagi terus terkurung dalam Istana sehingga ia kabur dan pertunangan itu merupakan alasannya untuk kabur.

Tidak pernah terpikirkan olehnya Alviorita lebih tidak menyukai pertunangannya dengan dirinya daripada kedudukannya sebagai Putri Mahkota.

Duchess memang benar. Alviorita adalah putri yang hebat. Walaupun hatinya terus memberontak, tetapi Alviorita tetap bertahan di Istana dengan segala kesibukannya. Alviorita tahu semua yang dilakukan ayahnya adalah untuk dirinya dan kelak untuk Kerajaan Lyvion.

Menyakitkan memang mengetahui Alviorita tidak menyukai pertunangan ini bahkan setelah semua yang telah terjadi sejak ia kabur dari Istana Urza. Tapi Nathan adalah bodoh bila ia tidak tahu apa yang paling diinginkan gadis yang dicintainya itu.

Mengenai pertunangan ini, Raja Phyllips mungkin masih dapat mengambil kebijaksanaan. Tapi tidak demikian halnya dengan kedudukan Alviorita. Gelar Putri Mahkota itu tidak akan dapat dihilangkan dari Alviorita. Hanya gadis itulah satu-satunya penerus Raja.

Raja memang dapat menunjuk orang lain yang masih mempunyai hubungan saudara dengannya untuk menggantikannya. Tapi seluruh penduduk Kerajaan Lyvion tidak akan menerimanya.

Sejak kerajaan ini berdiri hingga sekarang, penerus Raja yang berkuasa tidak pernah berasal dari keluarga selain keturunannya sendiri. Walaupun tidak ada peraturan yang melarang Raja memilih penerus di luar keturunannya, penduduk Kerajaan Lyvion pasti akan menolak hal yang tidak pernah terjadi itu.

Bagi rakyat Kerajaan Lyvion, apa yang pernah terjadi di masa lalu khususnya mengenai pewarisan Tahta, adalah peraturan.

Tidak ada pemecahan dalam masalah ini. Apapun yang terjadi Alviorita tetap seorang Putri Mahkota. Mau tidak mau Alviorita harus belajar memerintah negeri yang luas ini.

Alviorita selama ini telah menerima situasinya tanpa pernah mengeluh. Nathan tahu gadis itu akan tetap begitu demi Kerajaan Lyvion walaupun hatinya selalu memberontak.

Namun segalanya tidak berjalan seperti harapan Nathan. Raja sudah tidak ada di Ruang Kerja ketika Nathan tiba. Yang ada di sana hanya Duchess dan Trent.

“Di mana Raja Phyllips?” tanya Nathan.

“Ia baru saja pergi ke Ruang Duduk bersama ayahmu,” jawab Duchess.

“Hati-hati, Nathan,” Trent memperingati, “Tampaknya Raja marah kepadamu. Entah apa yang kaulakukan pada Alviorita sehingga Raja marah. Yang pasti tindakanmu itu dapat membahayakan keluarga kita sedangkan aku tidak mau terkena akibat perbuatanmu itu.”

“Trent!” sela Duchess menghentikan peringatan bernada mengejek Trent, “Jangan kaudengarkan adikmu, Nathan.”

“Jangan khawatir, Mama. Aku tidak akan melakukannya,” kata Nathan, “Sekarang aku akan menemui Paduka Raja.”

Melihat Nathan bergegas pergi, Duchess cepat-cepat berseru, “Nathan!”

Nathan membalikkan badannya dan bertanya bingung, “Ada apa, Mama?”

“Sebenarnya apa yang telah terjadi? Mengapa Paduka tampak seperti orang bingung?” tanya Duchess, “Tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Putri, bukan?”

Nathan mendekati Duchess yang duduk di depan meja. “Jangan khawatir, Mama. Alviorita baik-bik saja. Ia sudah bangun tapi aku menyuruhnya tidur lagi. Aku khawatir ia masih terlalu terkejut.”

“Aku yakin Putri sangat terkejut dengan kejadian yang baru saja menimpanya,” kata Duchess menyetujui.

“Mungkin karena terkejut itulah, ingatan Alviorita pulih.”

“Sungguh?” tanya Duchess tak percaya.

Sesaat Nathan tampak ragu-ragu. “Aku tidak tahu pasti, Mama. Tapi aku yakin Alviorita telah mengingat semuanya.”

Duchess memandang lekat-lekat wajah Nathan. “Kuharap engkau benar, Nathan.”

“Sekarang temuilah Paduka dan selesaikan masalah kalian,” kata Duchess, “Aku tidak tahu apa yang membuat Paduka tampak bingung tapi aku tahu engkau dapat menyelesaikannya.”

“Aku pasti akan melakukannya, Mama,” kata Nathan dengan pasti, “Aku akan.”

Nathan bergegas meninggalkan Ruang Kerja diiringi senyum bangga Duchess.

Duchess tahu putra tertuanya akan menyelesaikan masalahnya dengan Raja. Duchess tahu Nathan bisa. Sejak kecil Nathan pandai menghadapai masalah apapun mulai dari yang mudah sampai yang paling sulit sekalipun dapat ia tangani. Dibandingkan adiknya, Trent, Nathan lebih dapat diandalkan.

Dengan adanya dukungan dari ibunya, Nathan semakin yakin ia dapat membuat Raja memikirkan kembali pertunangan yang tidak disukai Alviorita ini. Mengenai cintanya pada Alviorita, Nathan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Kejadian selama ini cukup menjelaskan Alviorita tidak memiliki perasaan apapun terhadap Nathan. Bahkan mungkin Alviorita benar-benar membenci dirinya seperti yang baru saja dikatakannya.

Apa yang harus dilakukan Nathan saat ini bukan mempertahankan posisinya sebagai tunangan gadis itu melainkan melepaskan posisi itu agar gadis yang dicintainya bahagia.

Saat ini kebahagiaan Alvioritalah yang paling penting bagi Nathan.

Sebelum menghadapi Raja Phyllips yang telah dikenal Nathan sebagai seorang Raja yang keras kepala dan pemarah, Nathan mempersiapkan dirinya matang-matang.

Nathan tidak ingin terjadi pertengkaran seru seperti pagi tadi. Kali ini semuanya harus dilakukan dengan kepala dingin agar hasilnya seperti yang diharapkan Nathan.

“Akhirnya engkau muncul juga,” kata Raja ketika melihat Nathan muncul dari balik pintu.

“Saya…”

“Aku tahu apa yang akan kaubicarakan,” potong Raja Phyllips, “Aku dan ayahmu telah membicarakannya. Sejak tadi aku juga telah memikirkannya.”

“Paduka, saya minta maaf atas kejadian tadi. Saya sama sekali tidak bermaksud merebut perhatian Alviorita dari Anda sehingga Anda meninggalkan kami.” Nathan cepat-cepat menyelesaikan kalimatnya sebelum Raja memotong perkataannya lagi.

“Jangan khawatir, Nathan. Aku mengerti,” kata Raja, “Alviorita lebih menunjukkan kemarahannya atas pertunangan ini kepadamu daripada kepadaku. Ia terlalu marah kepadaku hingga ia tidak sanggup lagi menunjukkan kemarahannya kepadaku.”

Raja tampak termenung.

Baik Duke maupun Nathan tidak ada yang berani mengusik ketermenungan Raja itu. Mereka membiarkan Raja sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Aku adalah Raja yang bodoh bila aku tidak membatalkan pertunangan ini,” kata Raja pada akhirnya, “Aku tahu engkau akan sedih, Valensia, tapi apalagi yang dapat kulakukan. Bila setelah semua yang terjadi akhir-akhir ini, aku masih memaksa Alviorita menikah dengan Nathan, aku benar-benar Raja yang bodoh.”

“Maksud Anda, Paduka?” tanya Nathan tak mempercayai apa yang didengarnya.

“Aku tahu kalian berdua tidak menyukai pertunangan ini dan aku memutuskan unutk menghapus pertunangan kalian, Nathan,” kata Raja tegas. “Walaupun dengan terpaksa,” tambahnya pula.

Nathan tidak percaya mendengarnya. Tadinya ia menduga pembicaraannya dengan Raja akan berjalan dengan sulit tetapi ternyata dugaannya meleset jauh dari kenyataan. Bahkan sebelum ia mengutarakan keinginannya, Raja telah mengatakan keputusannya.

Nathan merasa lega sekaligus sedih.

Di saat Nathan merasa seperti ini, Alviorita sedang kebingungan menghadapi perasaannya yang campur aduk.

Alviorita tahu saat Maryam datang tadi tetapi ia tidak berminat berbicara dengan wanita itu. Alviorita membiarkan wanita tua itu menduga dirinya sedang tertidur.

Sekarang Alviorita benar-benar bingung dengan perasaannya sendiri.

Alviorita tahu seharusnya ia merasa khawatir menghadapi ‘peperangan’ yang tak lama lagi akan terjadi dengan ayahnya ini. Alviorita tahu ‘perisai’nya masih belum cukup untuk menghadapi ‘pedang’ ayahnya tetapi ia sama sekali tidak merasa khawatir.

Sebaliknya ia merasa tenang seakan-akan ‘peperangan’ memperebutkan kebebasan Alviorita dalam kehidupan pribadinya itu tidak akan pernah muncul. Padahal ‘pertempuran’ itu dapat dikatakan sudah berada di depan mata. Dan beberapa saat lagi akan meledak dengan serunya.

‘Peperangan’ yang semula direncanakan Alviorita berlangsung di Istana Urza mungkin terpaksa dilangsungkan di tempat ini sesegera mungkin.

Dengan ‘perisai’nya yang masih belum cukup banyak dan cukup kuat untuk menghadapi ‘pedang’ ayahnya, Alviorita harus menghadapi ‘pertempuran’ ini.

Seharusnya Alviorita mencemaskan kemungkinan menangnya dalam ‘pertempuran’ ini. Tetapi kenyataan berkata lain.

Alviorita sama sekali tidak peduli dengan ‘pertempuran’ bahkan kemarahannya kepada ayahnya seakan-akan berkurang seiring dengan membesarnya kemarahannya kepada Nathan.

Alviorita merasa dirinya jauh lebih jengkel kepada Nathan daripada ayahnya walaupun kesalahan ayahnya kepada dirinya jauh lebih besar daripada kesalahan Nathan. Bahkan Alviorita sudah tidak lagi memikirkan kejengkelannya kepada Raja.

Saat ini yang menjadi pikiran Alviorita adalah: mengapa ia dapat semarah itu kepada Nathan yang tidak melakukan kesalahan besar kepadanya?

Satu-satunya kesalahan yang diperbuat Nathan terhadapnya adalah menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya tentang dirinya juga hubungan antara dirinya dengan Nathan selama ia kehilangan ingatan.

Dibandingkan apa yang telah dilakukan Raja kepadanya, memaksanya belajar juga memaksanya menikah dengan Nathan, kesalahan Nathan lebih kecil. Tapi kemarahan Alviorita kepada Nathan lebih besar dibandingkan kepada Raja.

“Mengapa aku dapat sedemikian marah kepada Nathan hanya karena kebohongannya?” tanya Alviorita berulang-ulang kepada dirinya.

Alviorita mencoba menemukan jawabannya dengan mengingat kembali kejadian sebelum ia jatuh pingsan. Alviorita ingat ia sangat kecewa sekaligus sedih ketika mengetahui Nathan telah membohonginya. Saat itu pula ia menyadari ia telah menyayangi Nathan lebih dari teman.

Tanpa disadari Alviorita, ia semakin hari semakin menyayangi Nathan. Walaupun mereka sering bertengkar tetapi Alviorita tidak pernah merasa bosan berada di dekat pria itu. Bahkan Alviorita menyukai setiap pertengkaran mereka.

Bagi Alviorita, Nathan adalah pria yang sangat menyenangkan untuk diajak bertengkar. Mereka senantiasa bertengkar bersama tetapi juga saling menggoda.

Entah dari mana munculnya kesadaran itu tetapi tiba-tiba saja Alviorita menyadari suatu hal. Akhir-akhir ini ia semakin manja kepada Nathan dan ingin pria itu selalu menemaninya.

Bagi Alviorita yang belum pernah mengenal kata ‘jatuh cinta’, semua ini sangat membingungkan. Alviorita tidak tahu apakah ia benar-benar mencintai Nathan atau hanya sekedar menyayanginya sebagai kakak.

Sejak Alviorita mengingat kenangan masa kecilnya bersama Ratu di Castle Q`arde, Alviorita menyadari Nathan adalah sosok seorang kakak yang baik.

Nathan selalu menjaganya dengan baik seperti seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya walaupun mereka tidak mempunyai hubungan darah. Sebagai kakak pula Nathan selalu menemaninya bermain.

Bahkan saat mereka bertemu kembali setelah sekian tahu tidak berjumpa, Nathan tetap menunjukkan sosoknya sebagai seorang kakak yang penuh perhatian.

Nathan memang mencurigai Alviorita saat gadis itu pertama kali tiba di Castle Q`arde tetapi Nathan tetap menunjukkan perhatiannya kepada gadis itu. Di balik semua pertengkaran mereka, Nathan masih memperhatikan Alviorita.

Alviorita tidak tahu apakah ia benar-benar jatuh cinta kepada Nathan atau sekadar sangat mencintainya sebagai seorang kakak yang penuh perhatian.

Kedua-duanya sangat mungkin. Tidak ada yang melebihi kemungkinan yang lain. Kedua-duanya sama-sama kuat.

Perasaannya yang membingungkan ditambah perasaan terkejutnya yang masih belum pulih benar, membuat Alviorita merasa pusing.

Semakin Alviorita mencoba menjawab pertanyaan yang terus muncul di hatinya, semakin pusing pula kepalanya.

Kesal dengan keadaannya yang masih lemah seperti perkataan Nathan, Alviorita memutuskan untuk berisitirahat.

Alviorita beruntung perasaannya yang kacau balau tidak membuatnya kesulitan tidur. Dalam waktu singkat, Alviorita telah tertidur nyenyak.

Ketika membuka matanya kembali, Alviorita mendapati dirinya tengah berada di ruang yang gelap.

Perasaan takut menyelimuti dirinya. Alviorita merasa ruangan yang gelap itu ingin menerkamnya. Di tengah-tengah ketakutannya itu Alviorita berharap Nathan berada di sisinya dan menjaganya seperti yang selalu dilakukannya.

Mungkin karena sang Takdir mendengar harapan Alviorita, sesaat kemudian terdengar suara pintu dibuka perlahan.

Alviorita tidak tahu siapa itu tetapi hatinya merasa yakin orang yang datang itu adalah Nathan.

“Nathan,” panggil Alviorita perlahan.

Menyadari Alviorita telah bangun, pria itu cepat-cepat mendekat.

“Jangan takut, Alviorita. Aku ada di sini,” kata Nathan sambil meraih Alviorita dalam pelukannya.

Alviorita tersenyum lega merasakan rasa aman yang yang diberikan Nathan kepadanya. “Aku sudah tidak takut lagi. Aku tahu engkau akan datang dan menjagaku.”

“Aku tidak menduga engkau akan bangun secepat ini,” gumam Nathan, “Kalau aku tahu, aku pasti akan segera datang dan menemanimu.”

“Kegelapan ini membuat aku merasa seperti tertelan ke dalamnya.”

“Jangan takut lagi, Alviorita. Aku sudah ada di sini,” kata Nathan sambiil mempererat pelukannya untuk meyakinkan Alviorita, “Aku tidak akan membiarkan mereka menelanmu.”

“Aku tahu, Nathan,” Alviorita menyandarkan kepalanya di dada Nathan, “Sebelum engkau datang tadi, aku berharap engkau ada di sisiku.”

Nathan tahu Alviorita masih merasakan sisa-sisa ketakutannya sebelum ia datang. Untuk membuat gadis itu melupakan ketakutannya, ia berkata, “Kucing satu ini memang aneh. Biasanya kucing tidak kenal takut berada di ruang gelap tapi kucing satu ini takut berada di ruang gelap.”

“Nathan!”

Nathan tersenyum melihat mata hijau Alviorita kembali bersinar marah. Mata hijau itu benar-benar seperti mata kucing yang bersinar dalam kegelapan.

Alviorita tidak dapat melihat jelas wajah Nathan di kegelapan seperti ini tetapi ia dapat merasakan senyum Nathan. Alviorita tersenyum, “Bukankah engkau sebagai the Devil Dog yang selalu ingin menjaga dan mengawasiku, harus menjagaku dari kegelapan?”

“Tentu saja. Aku harus menjagamu dari segala hal yang dapat membuat keselamatanmu terancam juga dari segala hal yang dapat melukaimu,” kata Nathan, “Karena itu sekarang juga aku akan mencari lilin untuk menerangi ruangan ini.”

“Nathan,” kata Alviorita cemas.

Nathan turut cemas mendengarnya. “Ada apa, Alviorita?”

“Jangan tinggalkan aku,” kata Alviorita manja, “Aku takut.”

Nathan berusaha meyakinkan Alviorita. “Jangan takut, Alviorita. Aku tidak akan lama. Aku hanya akan mengambil lilin kemudian segera kembali ke sisimu.”

“Nathan,” rengek Alviorita sambil menarik tangan Nathan yang beranjak dari tubuhnya.

Nathan yang baru saja beranjak dari tepi tempat tidur Alviorita, kembali duduk. Nathan membiarkan Alviorita menyandarkan kepalanya di dadanya.

“Kalau aku tidak mengambil sesuatu untuk menerangi ruangan ini, Alviorita, engkau akan terus ketakutan.”

“Selama engkau ada di sini, aku tidak akan takut,” kata Alviorita meyakinkan Nathan.

“Jangan manja, Alviorita,” kata Nathan lembut, “Aku hanya akan pergi sebentar. Aku janji aku tidak akan lama.”

“Tapi…”

Untuk kesekian kalinya Nathan meyakinkan Alviorita. “Jangan manja, Alviorita. Aku tidak akan lama.”

“Kalau aku jadi engkau, Nathan, aku tidak akan melarangnya.”

Keduanya terkejut mendengar suara Raja yang tiba-tiba itu. Bersamaan dengan munculnya Raja, tampak sinar terang.

“Aku iri mendengar Alviorita berkata sedemikian manjanya kepadamu, Nathan,” kata Raja, “Ia tidak pernah bermanja-manja kepadaku walau hanya sekali.”

Alviorita diam saja melihat kedatangan ayahnya yang tidak terduga itu. Alviorita tiba-tiba merasa saat perang antara dirinya dengan ayahnya telah tiba.

Raja terkejut melihat Nathan dan Alviorita saling berpelukan. “Aku tidak menganggu kalian, bukan?”

Suara cemas Raja membuat Nathan menyadari tangannya yang memeluk erat pundak Alviorita. Walaupun begitu baik Alviorita maupun Nathan tidak berniat melepaskan diri.

“Tidak,” Nathan cepat-cepat berkata, “Anda sama sekali tidak menganggu kami.”

“Untunglah,” kata Raja lega, “Tadinya aku berpikir aku telah menganggu kalian.”

Alviorita sudah tidak peduli apapun. Bagi Alviorita bila memang sekarang saatnya perang itu pecah, biarlah itu terjadi. Walaupun ‘perang’ itu terjadi di hadapan Nathan, Alviorita sudah tidak peduli lagi.

Sejak tadi siang Alviorita tahu saat ini akan tiba.

“Sudahkah engkau memberitahu Alviorita, Nathan?”

Alviorita tidak tahu apa yang dimaksudkan ayahnya. Dari nada bicara ayahnya, Alviorita dapat merasakah hal itu sangat penting. Pikiran itu membuat Alviorita menduga ayahnya telah membuat keputusan mengenai pertunangan antara dirinya dengan Nathan.

“Belum.”

“Mengapa engkau tidak memberitahunya, Nathan? Bukankah hal ini yang paling kalian harapankan?” kata Raja tidak mengerti, “Baiklah, aku yang akan mengatakannya.”

Alviorita mempersiapkan dirinya menghadapi perang yang telah dipersiapkannya sejak lama ini setelah ayahnya mengumumkan keputusannya.

“Sekarang engkau tidak perlu kabur lagi, Alviorita. Aku telah memutuskan untuk membatalkan pertunangan ini.”

Alviorita sangat terkejut mendengar keputusan yang meleset jauh dari dugaannya itu.

“Mengapa, Alviorita?” tanya Raja bingung, “Mengapa engkau terkejut seperti itu? Bukankah ini yang paling kauinginkan ketika engkau meninggalkan Istana?”

Tiba-tiba saja perasaan sedih memenuhi hati Alviorita dan membuat Alviorita bingung. Alviorita tahu ayahnya benar. Sejak awal kepergiannya dari Istana, ia menginginkan hal ini. Tapi saat keinginannya terkabul, hatinya bukannya merasa senang tetapi merasa sedih.

Perasaan sedih membayangkan hubungannya dengan Nathan yang kembali menjadi teman, membuat Alviorita menyadari hal yang lain.

Alviorita tahu ia tidak akan sesedih ini bila ia tidak benar-benar jatuh cinta pada Nathan. Bila ia hanya menyayangi Nathan sebatas kakak, ia tidak akan sedih membayangkan dirinya dan Nathan kini bukan tunangan lagi melainkan teman. Sedangkan Alviorita tahu Nathan hanya mencintainya sebatas adik.

Selama ini Nathan selalu menjaganya dengan penuh perhatian seperti ketika mereka masih kecil. Dan ketika masih kecil, Nathan pernah mengatakan kepada Alviorita bahwa ia akan menjadi kakak bagi gadis yang tidak mempunyai kakak maupun adik itu.

Nathan dapat merasakan tubuh Alviorita yang tiba-tiba menjadi tegang setelah mendengar keputusan ayahnya. Nathan tahu Alviorita bukan tegang karena terkejut tetapi karena sebab lain.

Nathan tidak pasti apa sebabnya tetapi ia tahu hanya inilah satu-satunya kesempatan yang dimilikinya bila ia ingin mendapatkan Alviorita.

Tubuh Alviorita yang tiba-tiba menegang kemudian sedikit bergetar ini sudah cukup memberikan bukti kepada Nathan bahwa gadis itu memiliki perasaan yang lebih kepadanya. Walaupun Nathan yakin akan hal itu, Nathan tidak berani meyakinkan dirinya bahwa itu adalah cinta.

Dengan berbekal keyakinannya itu, Nathan berkata, “Sekarang setelah pertunangan yang tidak kita sukai ini dihapus, aku ingin bertanya kepadamu, Alviorita. Maukah engkau menjadi istriku?”

Baik Raja maupun Alviorita sama-sama terkejut.

Raja tidak mengerti mengapa Nathan, yang kata Duke, sangat tidak menyukai pertunangannya dengan Alviorita, malah melamar Alviorita.

Alviorita menatap lekat-lekat wajah Nathan.

Nathan tersenyum dan mengulangi pertanyaannya, “Maukah engkau menjadi istriku?”

Alviorita merasa sangat bahagia mendengar pertanyaan itu hingga tidak tahu harus berbuat apa untuk menyatakan jawabannya.

Senyum bahagia di wajah Alviorita sudah memberikan jawaban kepada Nathan. Nathan memeluk Alviorita erat-erat sebagai balasannya. “Aku mencintaimu, Alviorita. Aku sangat mencintaimu hingga aku rela memutuskan pertunangan yang tidak kausukai ini.”

“Mengapa engkau tiba-tiba melamarku setelah Papa mengatakan ia memutuskan pertunangan kita?” tanya Alviorita ingin tahu.

“Karena tiba-tiba saja aku merasa yakin engkau juga tidak senang pertunangan kita putus.”

“Bagaimana kalau aku tidak mau menerima lamaranmu?” tanya Alviorita manja.

“Aku tahu engkau pasti akan menerimanya.”

“Tapi aku belum menjawabnya.”

“Jangan memulai pertengkaran lagi, Alviorita,” keluh Nathan, “Katakan saja jawabanmu yang kuterima dari wajahmu yang berseri-seri itu.”

Alviorita tersenyum bahagia, “Aku mencintaimu, Nathan. Dan aku bersedia menjadi istrimu. Aku akan selalu berada di sisimu.”

Sebagai balasannya, Nathan mencium Alviorita dengan sangat mesra.

Melihat kedua orang itu kembali sibuk dengan urusan mereka sendiri, Raja Phyllips mengundurkan diri dari ruangan itu dengan seribu satu pertanyaan. Dengan segala kebingungan yang memenuhi pikirannya, Raja menemui keluarga Kryntz untuk menyampaikan berita yang menggembirakan ini.

Raja tahu selain Duke dan Duchess of Kryntz, Ratu yang berada di surga pun juga akan merasa bahagia.

“Aku benar-benar tidak mengerti apa yang diinginkan kedua anak ini,” keluh Raja saat mereka semua duduk di Ruang Duduk setelah makan malam.

Nathan dan Alviorita hanya tersenyum melihat kejengkelan Raja Phyllips.

“Pertama mereka ingin pertunangan mereka dihapus lalu kini mereka ingin segera menikah,” tambah Raja.

“Sebenarnya apa yang kalian inginkan? Kalian benar-benar membuatku bingung. Kalau pada akhirnya kalian akan menikah juga, mengapa sejak awal kalian menolak pertunangan ini? Bukankah akhirnya juga sama saja?”

“Mungkin mereka berdua tidak ingin menikah karena rencana orang tuanya, Paduka,” kata Duchess.

“Kisah cinta mereka ini benar-benar unik, jauh lebih unik dari kisah kita sendiri, Ellena,” kata Duke.

Kembali Nathan dan Alviorita tersenyum mendengar komentar orang tua mereka. Hanya mereka berdua yang tahu mengapa kisah cinta mereka ini begitu unik.

Mereka berdua telah saling mengejar dan saling menemukan dan kini setelah mereka benar-benar bersatu, mereka tidak akan terpisah lagi. Mereka masing-masing telah menemukan kembali orang yang paling mereka cintai di dunia ini. Dan dalam dunia mereka hanya ada cinta mereka yang begitu indah dan uniknya.

Alviorita tidak perlu kabur lagi untuk menemukan Pangerannya sebab Pangerannya itu telah berada di sisinya dan akan selalu berada di sisinya.

5 comments:

  1. Suka cerita ini... dan cerita2 lain juga sih.. hehe.
    Aku berharap sih cerita yang ini ada lanjutannya sedikit.. chapter 17 yang menceritakan tentang pernikahan dan kehidupan setelah Nathan-Alviorita menikah.. hehe.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas sarannya. "Pelarian" adalah karya kedua saya. Saya cukup puas dengan novel ini akan tetapi saya sependapat dengan Anda bahwa karya ini perlu sedikit perpanjangan untuk membuatnya semakin lengkap. Saat ini saya masih sibuk dengan karya rahasia saya. Bila ide tiba-tiba muncul untuk kelanjutan cerita ini (epilog), saya pasti akan mempublikasikan kelanjutannya di blog ini.

    Cheers,
    Sherls

    ReplyDelete
  3. Cerita nya bagus, menarik dan keren banget kak.
    Btw, kalau cerita nya disambung sampai alviorita nikah sama nathan pasti lebih keren kak._.

    ReplyDelete
  4. kerennnnnn.. ak fansmu kk sherls...

    ReplyDelete